26. Egois

2K 162 6
                                    

Jangan pernah pedulikan orang lain untuk menciptakan kebahagiaan. Pedulikan terlebih dahulu diri sendiri. Karena kebahagiaan diri sendiri adalah hal utama yang harus dipikirkan.

—Restu Rafiqy Fathaan—

Hallo! Ada yang rindu sama Suci???

Okey, sebelum baca jangan lupa tinggalkan bintang terlebih dahulu.

Dan jangan lupa tinggalkan komentar di setiap paragraf.

Dan jangan lupa tinggalkan komentar di setiap paragraf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kata orang, setiap masalah akan selalu ada jalan keluarnya. Apa masalah yang diderita oleh Suci akan menemukan titik terang penyelesaian? Suci bahkan tidak tahu harus menyimpulkannya secara apa. Memikirkan itu membuat Suci serasa ingin bunuh diri. Menekan batin, mengusik mental, dan membunuhnya secara perlahan.

Kejadian semalam tak lepas dari ingatannya. Sampai hari ini pun, di saat ia duduk di kelas memulai pelajaran yang sedang berlangsung, namun pikirannya sendiri masih berada di rumah. Siksaan ia terekam sangat jelas. Raga Suci memang ada di sekolah, belajar, namun mentalnya disiksa.

“Suci Amara Ayesha!” Seruan itu tak membuat Suci tersadar. Pandangannya kosong menerawang tak berarah.

Pak Bambang yang tengah memberikan materi di depan, sontak menghampiri Suci dengan wajah marah. Nadia sendiri berusaha menyenggol tubuh Suci, namun sama sekali tak ada respons. Hingga Pak Bambang langsung menampar Suci dengan sebuah buku LKS yang cukup tebal. Gadis itu terkesiap, memegang pipi sebelah kanannya yang teramat sakit. Wajah gadis itu memerah seperti memar.

“Kenapa kamu berani-beraninya melamun di jam pelajaran saya, hah?!” Pak Bambang memekik keras.

Nadia bangkit, menggebrak mejanya cukup keras. “Bapak itu kelewatan tahu nggak! Kalau mau negur muridnya itu secara baik-baik, bukan menggunakan kekerasan fisik!”

“Kamu berani memarahi saya, Nadia?! Mau wajah kamu saya tampar sama seperti dia!” seru Pak Bambang, marah.

“Nad, udah. Gue nggak kenapa-kenapa, kok,” ujar Suci menenangkan. “Pak, maafin, saya. Jangan marahi, Nadia, dia nggak salah. Maaf, karena saya kurang fokus.”

Pak Bambang tersenyum miring. “Bagus, jika kamu menyadari kesalahan kamu. Sekarang, kamu keluar dari kelas saya! Saya tidak butuh murid macam seperti kamu di kelas saya!”

“Baik, Pak. Saya akan keluar. Sekali lagi, maaf.” Suci beranjak keluar, dan menyembunyikan pipinya dengan satu tangan.

“Suci!” teriak Nadia.

“Nadia, diam di tempat!” tegas Pak Bambang. Nadia hanya bisa berdecak kesal. Pandangan matanya menyorot ke ambang pintu, di mana Suci keluar.

Ci, maafin, gue. Gue enggak bisa nolongin lo.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang