27. Jangan Siksa Bunda!

2.4K 162 10
                                    

Ibu adalah segalanya. Apa pun akan aku lakukan untuk melindungi surgaku agar tidak hancur oleh manusia durjana yang tega melukainya.

—Restu Rafisqy Fathaan

Hi, Yo! Jangan lupa tinggalkan jejak dulu sebelum membaca:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi, Yo! Jangan lupa tinggalkan jejak dulu sebelum membaca:)

Jangan lupa tinggalkan komentar di setiap paragraf, ya:)

Happy Reading All 🤗

╰(^3^)╯

“Bunda!!!”

Restu berlari penuh histeris saat melihat sang ibu tidak berdaya dilantai. Sang ayah tak henti-hentinya menendang tubuh Mayang dengan sekuat tenaga. Mayang hanya bisa menjerit kesakitan. Di samping itu ada Bik Lastri yang tak bisa berbuat apa-apa. Bik Lastri hanya mampu menangis di pojokkan, tak mampu menolong sang majikan. Sempat ia menghalau tubuh majikannya, namun Bik Lastri harus ikut terkena tendangan itu.

Restu tak menyangka, baru saja Restu pergi keluar untuk mencari Suci, namun setelah ia kembali ke rumah, Restu sudah melihat ibunya kembali disiksa oleh sang ayah.

“Ayah, hentikan!” Restu memeluk tubuh sang ibu dengan erat. Membiarkan tendangan itu menghantam tubuhnya. “Tolong jangan sakiti, Bunda!”

Burhan menarik tangan Restu agar menyingkir. Tubuh Restu di seret, dan mendapatkan dorongan di akhir sampai terbentur meja. Bik Lastri spontan langsung membangunkan Restu agar berdiri.

“Aaaa ... sakit, Mas!!!” Mayang berteriak. Rambutnya dijambak dengan kasar hingga wajahnya mendongak ke atas. Satu tangannya lagi menampar wajah Mayang dengan kencang.

Dughh! Plak!!

“Berhenti menyakiti ibu saya, sialan!” Restu mendorong tubuh sang ayah dengan sekuat tenaga.

“Dasar anak durhaka!”

“Yang durhaka itu Restu atau Ayah?! Ayah sudah gagal menjadi imam yang baik untuk Bunda dan Restu! Ayah Cuma bisanya nyakitin Bunda dengan tenaga Ayah!” bentak Restu, emosi.

“Kalau Ayah nggak sayang sama Bunda, ceraikan! Jangan siksa Bunda!”

“Beraninya kamu mengatakan itu bocah ingusan!”

Bugghh!!

Prangg!!!

Tubuh Restu kembali ditendang dan menghantam sebuah guci hingga menimbulkan suara bising. Burhan dengan amarah yang berapi-api menginjak tangan Restu, hingga laki-laki itu mengerang kesakitan. Wajahnya pun ikut ditendang, hingga hidungnya mengeluarkan carian kental.

“Mas, hentikan! Jangan sakiti Restu, dia anak kamu, Mas!”

“Restu, pergi dari sini, Nak. Bunda mohon pergi ....”

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang