“Aku terjebak dalam belantara kekerasan yang membuatku terus menjerit tanpa suara.”
—Suci Amara Ayesha—
Dengan perlakuan yang begitu sangat kasar, Yesha menarik tangan Suci untuk memasuki rumah. Ara dan juga Luna yang tengah duduk santai sambil menikmati coklat panas, ia harus dikejutkan dengan sebuah pemandangan yang begitu tak mengenakan.
Tubuh Suci didorong sangat kasar hingga terbentur terkena tembok. Wajah gadis itu tampak begitu kusut, dengan satu tangan yang memegang dadanya yang terasa mencekik. Asmanya saja belum sepenuhnya normal, tetapi ia harus mendapatkan perlakuan kasar dari sang ayah.
Ara menghampiri Suci, dan membantunya untuk bangkit. Wanita paruh baya itu terlihat memasang wajah iba.
"Lihat apa yang sudah anak kamu lakukan?! Masih sekolah, tapi pacaran. Dan ujung-ujungnya apa, anak ini di larikan ke rumah sakit karena asmanya kumat. Ujung-ujungnya siapa yang susah kalau bukan orang tua?" Yesha melampiaskan amarahnya penuh emosi.
"Suci, jadi kamu bohong sama, Bunda? Kamu izin sama Bunda untuk pergi tugas kelompok, tapi ternyata kamu pergi pacaran, iya?!" Ara menjambak rambut Suci cukup kencang. "Mau jadi apa kamu, hah?! Mau jadi lonte?"
Suci terisak pelan, seraya memohon ampun agar ibunya mau melepaskan cengkeraman tangan itu.
Luna mendekati dengan tampang sinis. Kedua tangannya ia lipatkan di bawah dada. Adiknya yang satu ini sungguh tak tahu diri.
"Katanya mau pinter kayak gue, tapi kerjaannya pacaran. Kalau kayak gini terus, masa depan lo bakal suram. Lo nggak akan pernah maju Suci, apalagi nyaingin gue," celetuk Luna sewot.
"Suci nggak bermaksud untuk bohong, tapi tadi Suci emang ada urusan Bu-bunda," isak Suci pelan. "Dan tadi itu temen Suci, bu-bukan pacar," alibi Suci.
Orang tua mana yang tak kecewa jika di bohongi seperti ini? Suci memang salah, tapi ia tak pantas mendapatkan perlakuan kasar seperti ini. Hampir setiap hari, Suci merasa tak pernah mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya. Berbanding terbalik dengan Luna.
Yesha memijit pangkal hidungnya, ia terlalu lelah menghadapi Suci yang selalu membuat ia kesal. Yang Yesha harapkan, Suci bisa mencontoh Luna yang selalu memberikan prestasi yang membanggakan. Bukan menjadi anak tak tahu diri.
"Ayah nggak mau dengerin penjelasan omong kosong kamu, Suci. Sebagai hukumannya, ayah tidak akan memberikanmu uang jajan selama satu minggu," ucap Yesha tak ada bantahan.
"Ta-tapi, Ayah—"
"Pergi sekarang ke kamar! Sebelum Ayah menambah hukuman kamu." Yesha memotong ucapan Suci, hingga Suci langsung mengangguk patuh.
Derita ini cukup menyiksa. Tak ada teman hidup untuk Suci berbagi kesedihan. Lara ini hanya bisa Suci pendam sendirian, meski batinnya kini menjerit begitu sakit. Sunyi rasanya, hidup di antara orang-orang yang tak memiliki empati.
********
Leonard menginjakkan kaki di koridor sekolah. Ia melangkah dengan seragam yang di biarkan acak-acakan, dan menemui teman-temannya yang tengah berdiri di dekat tangga sekolah.
Helaan napas terdengar berat, seperti ada sebuah luka yang cukup lama bersemayam. Rasya dan juga Risky sudah bisa menebak apa yang tengah dialami oleh temannya itu. Ingin bertanya, namun takut akan pertanyaan itu menyinggung Leonard. Leonard terlalu sensitif, apalagi menyangkut soal keretakan keluarganya.
"Kita bolos sekarang. Anter gue ke rumah sakit, jengukin Suci," ucap Leonard tiba-tiba.
"Si Suci sakit apaan? Tuh Ketos bisa sakit juga ternyata. Tapi ngomong-ngomong, sejak kapan lo peduli sama dia? Bukannya lo nggak cinta sama si Suci?" tanya Rasya terheran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely
Teen Fiction[Harap follow sebelum membaca] "Sunyi itu tidak buruk. Hanya saja terlalu sepi." By : Mamake_Nyong. Ini tentang gadis bernama Suci Amara Ayesha. Gadis kesepian, yang terpaksa hidup diantara keramaian di tengah-tengah keluarga bahagia. Sayangnya, Suc...