31. Rindu Menjadi Temu

1.8K 142 3
                                    

Aku tahu hadirmu tidak akan pernah hilang layaknya bom waktu. Kamu akan selalu berdiri, di sampingku, dan menggenggam tanganku hingga di penghujung senja.

—Suci Amara Ayesha—

Hari ke hari tidak ada perubahan sama sekali bagi seorang Suci

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ke hari tidak ada perubahan sama sekali bagi seorang Suci. Penyakit yang menggerogoti tubuhnya pun tak membuat kedua orang tuanya bersimpatik atau sekedar peduli kepadanya. Suci harus melewati segala lara itu dengan seorang diri dengan dekapan kesunyian yang tak pernah menepi. Seperti contoh malam-malam yang sudah ia lewati, tubuh yang ringkih itu harus mendapatkan hujaman rasa sakit dari efek-efek penyakitnya. Suci kerap kali tidak bisa tidur terlelap, pun sekalinya memejamkan mata ia sering kali berpikir bahwa ia tak akan pernah bangun lagi.

Setiap hari tubuhnya semakin kurus, wajahnya yang kerap kali pucat, juga aktivitasnya yang kerap kali terasa lebih mudah lelah. Suci menghela napas kasar, mencoba menerima takdir yang sudah Tuhan gariskan. Ia berjalan tertatih ke ruang makan yang ternyata tidak ada satu orang pun di sana. Suci melirik arloji di tangan sebelah kiri, waktu sudah menunjukkan waktu 07:15 WIB. Sudah dipastikan bahwa kedua orang tuanya sudah berangkat memulai aktivitasnya seperti bekerja, juga Luna yang sudah berangkat sekolah lebih dahulu. Lagi-lagi Suci harus menghela napas panjang. Kenapa orang rumah tidak ada yang membangunkannya? Astaga ... Memangnya dirinya siapa?

Suci berjalan lunglai membuka knop pintu rumahnya, ia dibuat tercengang di saat melihat orang pertama yang menyambutnya dengan seulas senyuman yang begitu manis. Senyuman yang beberapa hari ini hilang, kini kembali lagi penuh pesona. Apalagi netra mata berwarna hitam kelam itu memancarkan sebuah kerinduan. Segera, Suci langsung saja menghamburkan pelukannya ke dalam dekapan hangat itu. Ia cium dalam-dalam aroma maskulin khas kekasihnya yang menjadi favorit dirinya sejak mengenal laki-laki itu. Pelukan itu pun di balas tak kalah erat. Sesekali kecupan manja mendarat di puncak rambut gadis itu. Wangi aroma strawbery pun tercium menyeruak di indra penciumannya. Restu sangat merindukan wangi gadis itu.

“Suci kangen sama Kak Restu. Suci kangen, Kak ...,” lirih Suci begitu sendu. “Kak Restu ke mana aja? Kenapa Kak Restu seolah-olah hilang di telan waktu?”

Tangan kekar itu mengulas rambut Suci begitu lembut. “Maafin Kak Restu. Kak Restu nggak bermaksud buat bikin kamu khawatir.” Restu meleraikan pelukannya. Kedua mata mereka bertumbuk begitu dalam. “Kak Restu bisa jelasin semuanya sama kamu, Sayang.”

Suci mencebik bibir mungilnya. Kedua tangannya ikut ia lipatkan di bawah dada. “Ayok, coba jelasin sekarang. Kenapa? Kenapa Kak Restu menghilang? Udah nggak sayang lagi sama Suci, ya?”

Restu terkekeh melihat Suci yang merajuk seperti itu. Gadis itu terlihat seperti seorang anak kecil yang marah karena tidak di ajak bermain. “Ya, nanti akan aku jelasin, tapi tidak sekarang. Lebih baik aku antar kamu sekolah dulu, setelah pulang sekolah baru aku jelasin sama kamu.”

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang