28. Aksi Bejat

2.6K 158 13
                                    

Sebuah komunikasi itu sangat penting. Hubungan tanpa saling memberi kabar, sama saja menaburi duri pada cinta yang sama-sama tumbuh.

—Suci Amara Ayesha—

Absen dulu, yuk?!!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Absen dulu, yuk?!!!!

Siapa aja nih yang mampir???

Oh, ya, Btw cerita Lonely udah sampe mana?

Kira-kira endingnya akan gimana, ya?

Btw, jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca.

Dan budayakan komen di setiap paragraf okey?!

Are you ready???

Ready dong, masa enggak .....

Okey, Happy Reading semua 🤗

“Nad, lo sebenernya ada hubungan apa, sih, sama si Risky? Terus, yang ciuman itu, bisa lo jelasin?” Suci menunut penjelasan. Rasa ingin tahunya begitu membuncah.

Nadia menghela napas panjang. Ia duduk di sebuah kursi panjang yang berada di koridor sekolah. “Gue nggak ada hubungan apa-apa sama dia.”

“Okey ... terus yang ciuman itu gimana?” tanyanya sekali lagi.

“Ci, kayaknya gue harus ke perpustakaan, deh. Ada buku yang harus gue cari. Gue duluan, ya. By!”

“Nadia!!! Kenapa lo kabur!”

Suci mendengus kesal. Ia mengusap wajah, lantas merogoh ponselnya. Jemari lentiknya membuka room chat, namun tak ada satu pesan pun yang masuk dari Restu. Tak biasanya. Bahkan setelah Restu mengantari ia pulang kemarin, laki-laki itu belum mengabari; sudah pulang atau belum.

Suci berinisiatif untuk mengirim pesan kembali. Semoga kali ini pesannya di baca dan dibalas. Jujur, Suci sangat cemas sekali.

Tanpa Suci tahu, bahwa sekarang ini kekasihnya sedang terbaring di rumah sakit. Beruntung, aksi kekerasan kemarin tak membuat nyawanya melayang. Tuhan masih sangat sayang kepada Restu, dan memberikan Restu kesempatan untuk hidup lebih lama lagi agar bisa menjaga dua wanita dalam hidupnya.

Pintu ruangan terbuka, menampakkan sang ayah dengan pakaian rapi. “Putraku ... apa kabar?”

“Mau apa Ayah ke sini? Mau memastikan Restu sudah mati apa belum, begitu?” tanya Restu, ketus.

Burhan tersenyum sinis. Ia duduk menyenderkan punggungnya di sebuah sofa. “Ternyata kamu hebat, Restu. Kamu bisa membaca pikiran Ayah saat ini.”

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang