36. Prosesi Pemakaman

3.3K 187 9
                                        

Jika saja waktu bisa diputar, aku tidak akan melakukan hal gila di luar nalar.

Risky Atma Kuseno—

Guys, untuk mendukung aku, jangan lupa follow aku dulu, ya Mamake_Nyong

Jangan lupa tinggalkan vote terlebih dahulu, dan tinggalkan komentar di setiap paragraf.

Oh, ya, jangan lupa rekomendasikan cerita ini ke teman-teman kalian. Agar mereka merasakan apa yang kalian rasakan saat membaca cerita Lonely ini.

Oke, segitu aja, Terima Park Jimin:)

Happy Reading 🤗

(‘◉⌓◉’)

Proses pemakaman kini berjalan penuh dengan air mata. Suara adzan yang dilantunkan oleh Taufik selaku ayah dari almarhum Nadia mampu menyesakkan hati siapa pun yang ikut menghadiri prosesi pemakaman itu. Fitri selaku sang ibu hanya merintih seraya memeluk figura foto Nadia yang tengah tersenyum manis. Beberapa kali Anggun mencoba memberikan kekuatan untuk wanita paruh baya itu, bahkan tak melepas rangkulannya. Anggun merasa harus berada di sisi orang tua Nadia, karena Suci tak bisa ikut menemani ibunya Nadia untuk memberikan kekuatan.

Tanah demi tanah perlahan mulai menimbun jasad Nadia. Fitri yang melihat itu seakan tidak kuasa. Pandangannya lantas tiba-tiba saja mengabur, hingga wanita paruh baya itu mulai kehilangan kesadarannya. Beruntung, orang-orang di dekatnya mencoba menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Kepanikan mulai melanda, beberapa sanak saudaranya mencoba membopong tubuh Fitri untuk di bawa ke mobil. Mereka sangat tahu bagaimana beratnya Fitri harus kehilangan putri satu-satunya. Terlepas kepergian Nadia yang tak di sangka-sangka itu ada kaitannya dengan amarah Fitri dan Taufik yang sempat ia berikan kepada Nadia.

Taburan bunga kini memenuhi pusara Nadia. Gadis itu kini sudah berpulang ke pangkuan Tuhan. Kepergiannya secara tiba-tiba mampu banyak orang merasakan penyesalan. Termasuk Risky dan Yusuf, teman sekelasnya. Yusuf tak menyangka, bahwa gadis yang sudah ia hakimi memilih mengakhiri hidupnya dengan cara tragis. Laki-laki itu beberapa kali menyeka air matanya yang luruh dalam balutan penyesalan.

Taufik berjongkok mengusap batu nisan yang tertera nama putrinya. Ia menangis tersedu merasa kehilangan. “Nadia ... Papa tidak tahu harus merelakanmu dengan cara apa, Nak. Papa memang kecewa sama kamu, tapi Papa lebih kecewa sama diri Papa sendiri.”

“Maafin Papa, Sayang. Maaf karena sudah menyakiti hati kamu. Papa bersumpah, akan mencari tahu siapa orang yang sudah menyebarkan video itu. Dan Papa bersumpah akan mencari tahu siapa laki-laki yang sudah merenggut kebahagiaan kamu.” Taufik berujar penuh kebencian. Ia akan membalas perbuatan mereka yang sudah menghancurkan hidup putrinya. “Kamu jangan khawatir, Nadia. Segala sakitmu akan Papa bayarkan kepada mereka. Kamu yang tenang di sana, ya, Sayang.”

Risky membisu dengan setitik air mata yang mengalir. Pertuturan ayahnya Nadia mampu membuat Risky merasa bersalah. Ingin sekali ia mengatakan yang jujur siapa laki-laki dibalik hancurnya kebahagiaan Nadia. Namun, Risky tak ingin jika ayahnya Nadia mengamuk kepadanya.

Yusuf menyeka air matanya. “Maafin saya, Om. Saya adalah bagian yang sudah menyakiti, Nadia. Saya menghakimi Nadia atas perbuatannya, karena bentuk rasa kecewa saya. Saya sebagai teman dekatnya sungguh sangat menyesal. Demi Tuhan, saya menyesal ....”

Taufik beranjak. Ia menepuk bahu Yusuf beberapa kali. “Saya memaafkan kamu. Bukan hanya kamu yang menghakimi Nadia, tapi saya sebagai orang tuanya juga menghakimi, Nadia.” Taufik beralih menatap orang-orang di sekitarnya. Banyak siswa-siswi juga pihak guru yang ikut menyaksikan prosesi pemakaman putrinya. “Saya, sebagai wali orang tua Nadia, mohon maaf atas semua kesalahan yang sudah putri saya perbuat, baik disengaja atau pun tidak. Saya harap kalian semua mau memaafkan putri saya. Juga saya meminta doanya untuk almarhum Nadia agar di terima di sisi Tuhan.”

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang