10. Pukulan

2.6K 185 5
                                    

Simbol dalam setiap luka hanya ditunjukkan dalam senyuman palsu yang selalu tersematkan di setiap garis yang berbentuk bulan sabit.

—Suci Amara Ayesha—

Mohon maaf, ada perubahan judul dalam cerita.

"Judul lama, Sunyi. Sekarang di ganti menjadi Lonely"

ლ(´ ❥ 'ლ)

Matahari menyorot begitu panas. Terasa membakar kulit yang kini sedang terpapar. Dengan terburu-buru, Anggun memasuki sebuah kafe yang sudah kekasihnya sharelok. Gadis itu menghampiri meja yang sudah ada tiga laki-laki yang duduk santai sambil menikmati segelas minuman yang mereka pesan.

Anggun duduk di samping Rasya, spontan ia merebut minuman yang berada di tangan milik kekasihnya. Dengan haus, Anggun menghabisi minuman itu dengan sekali tenggak. Tak memedulikan kekasihnya yang tengah menganga melihat kelakuan Anggun.

“Kamu dehidrasi, Sayang?” tanya Rasya tak percaya.

Anggun mengangguk pelan. “Di luar panas banget. Tenggorokan aku sampai kering.”

“Gun, tadi di sekolah ada tugas, kagak?” tanya Risky.

“Enggak. Jam pelajaran terakhir free class, gurunya nggak dateng. Oh ya, besok SMA Dream High ngajakin tanding basket. Tadi anak-anak team cheer bilang pas latihan,” tutur Anggun memberitahu. “Gimana? Keputusan ada di tangan kalian.”

“Gue mau, udah lama juga kita nggak tanding basket sama tuh sekolahan,” jawab Leonard menyetujui.

“Good job! Sepulang sekolah kita langsung ke SMA HS.”

“Oh ya, Sayang. Kamu ketemu lagi nggak sama Suci? Gimana keadaan dia?” Pertanyaan dari Rasya membuat Anggun membulatkan matanya. Ia baru saja tersadar dengan satu kesalahan yang sangat fatal yang baru saja di dapatkan oleh Suci dari Leonard.

Anggun menggebrak meja. Ketiga laki-laki itu terperanjat kaget, bahkan dengan penghuni kafe yang lainnya. Persetan dengan orang-orang yang tengah menatap ke arah Anggun, Anggun sama sekali tak begitu peduli. Urusannya sekarang, hanya dengan sosok laki-laki yang ada di depannya. Siapa lagi kalau bukan Leonard.

“Lo kenapa sih, Gun? Bikin orang jantungan tahu nggak,” tegur Risky yang tengah memegang dadanya.

“Lo diem!” bentak Anggun, dan melirik ke arah Leonard tajam. Leonard menelan salivanya kalut. “Dan lo, Le. Lo kenapa bisa main fisik sama si Suci, hah?! Kalau soal lo manfaat in dia, it’s okey. No problem. Tapi lo jangan pernah main kasar atau pun fisik sama dia. Lo harus inget, dia itu cewek. Bukan musuh lo! Kalau lo nggak suka sama perilaku dia, lo cukup tegur dia. Bisa, kan?!” Anggun marah.

“Dia itu cewek yang paling nyebelin buat gue. Berulang kali gue udah bilang, stop ikut campur sama urusan gue! Gue tahu dia OSIS, tapi jangan sok buat jadi ancaman untuk gue,” sungut Leonard tak kalah emosi.

“Dia kayak gitu karena udah tugas dia! Dan dia ngelarang lo ini itu, karena dia peduli sama hidup lo. Demi masa depan lo nantinya,” papar Anggun menjelaskan.

“Stop! Kalian apa-apaan, sih?! Kenapa pada ribut di sini sih, hah?! Malu, di lihatin sama yang lain,” lerai Risky pada Anggun dan juga Leonard. “Gue tahu Gun, niat lo baik sama Suci. Tapi ya udahlah, Suci aja nggak komplain apa pun tentang sikap Leonard.”

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang