Siapkan tisyu sebanyak-banyaknya!
Tarik napas ....
Buang ....
Keluarkan ....
Happy Reading ❤️
Jika nyawa bisa di tukar, maka akan banyak orang untuk menukarkan nyawanya demi orang yang kita cinta untuk tetap hidup. Sebuah penyesalan kini terbalut menjadi apik di lubuk hati yang paling dalam. Kejahatan demi kejahatan semakin diputar dengan jelas di otak mereka. Mempertontonkan betapa jahatnya mereka yang pernah menjadi iblis berkedok manusia. Sekarang, di ruang yang cukup lembab dengan cahaya sedikit temaram, mereka di antarkan oleh salah satu perawat menuju ruang jenazah dan menunjukkan salah satu jenazah yang terbujur kaku dengan diselimuti oleh kain.
Mereka semua membeku dengan tangisnya yang masih terdengar lirih. Mereka berharap kalau itu bukanlah Suci, melainkan orang lain. Dengan perlahan, Restu berusaha memberanikan diri membuka kain itu, hingga wajah pucat dengan bibir pias itu terlihat jelas, di mana Suci sudah memejamkan mata erat.
“Suci!” Jerit histeris dari kedua orang tua Suci terdengar sangat memilukan. Arra melepaskan dekapan suaminya dan langsung menghamburkan diri memeluk tubuh putri bungsunya.
Tangis duka kini sangat terdengar begitu memprihatinkan. Semuanya terpukul saat melihat dengan mata kepala mereka sendiri kalau Suci telah benar-benar pergi. Kini, untuk mengutarakan kata maaf saja mereka tidak bisa. Suci telah pergi, membiarkan mereka dengan sebuah rasa penyesalannya yang selamanya akan terus abadi di hati mereka masing-masing.
Tubuh Restu bahkan sudah mundur ke belakang, kakinya melemas dan membuat dirinya ambruk dengan tangis yang tergugu di sana. Untuk ke sekian kalinya, di hari yang sama, Restu telah kehilangan dua wanita yang ia cintai sekaligus.
“Suci, bangun Sayang, bangun. Ini Bunda, Suci. Tolong bangun, jangan tinggalin Bunda dalam rasa penyesalan. Tolong, Nak ... bangun untuk Bunda.” Arra terus mengguncangkan tubuh Suci, berharap putrinya membukakan mata. “Bunda tegasin sekali lagi sama kamu, BANGUN SEKARANG! Bunda bilang bangun, bangun!”
Yesha berusaha mendekat ke jenazah putrinya. Tangis sesak terdengar sangat memilukan. Yesha menatap wajah putrinya yang sangat begitu tenang. Kilasan bayangan masa lalu seketika terputar, menunjukkan wajah Suci yang mengharapkan pembelaan dari dirinya, tapi justru Yesha abaikan.
“Nak ... kamu denger, kan, apa yang bunda kamu bilang? Sekarang bangun, ya, Ayah udah di sini. Ayah di sini untuk Suci. Bangun, yuk, bangun untuk Ayah.” Yesha menyeka air matanya dengan kasar. “Suci, mau di sayang sama Ayah, kan? Ayo, makanya Suci sekarang bangun. Lihat Ayah, Ayah udah sayang sama Suci. Suci juga putri kesayangan Ayah.”
“Kamu mau sampai kapan tidur, Nak? Bunda sama Ayah di sini nungguin Suci. Bangun, Nak, bangun. Jangan tinggalin Bunda. Bunda nggak mau ditinggal sama anak-anak, Bunda. Bunda pengen kita hidup bahagia. Itu harapan Suci selama ini, kan? Jadi Bunda mohon, tolong pulang sama Bunda dan Ayah. Bu-bunda ....” Arra tidak sanggup meneruskan kalimatnya. Menyisakan isak tangis yang kini menjadi penyesalan terbesarnya.
Suci sama sekali tak membuka mata. Ia sudah tenang di pangkuan Tuhan, dan memilih untuk meninggalkan segala dunianya yang terasa amat menyakitkan. Dahulu, impiannya hanya satu; dicintai oleh kedua orang tuanya. Sekarang, Suci baru saja merasakan dicintai setelah nyawanya telah pergi.
Yesha menoleh ke belakang, menatap ke arah Restu yang hanya menangis secara diam. “Restu! Kenapa kamu hanya diam di sana bodoh?! Bangunkan kekasih kamu! Bangunkan Suci! Tolong bangunkan putri saya, tolong ....”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely
Novela Juvenil[Harap follow sebelum membaca] "Sunyi itu tidak buruk. Hanya saja terlalu sepi." By : Mamake_Nyong. Ini tentang gadis bernama Suci Amara Ayesha. Gadis kesepian, yang terpaksa hidup diantara keramaian di tengah-tengah keluarga bahagia. Sayangnya, Suc...