24. Putus

3K 188 14
                                    

Hi, Tuan. Sudahkah kau puas merusak hatiku yang tak bersalah?
Saya di sini terluka.
Kau di sana berbahagia.
Lantas, apa saya harus terus memuja asmamu di setiap doa?
Katakan Tuan, saya harus apa?

—Mamake_Nyong

Hi, sudah siap berkomentar di setiap paragraf?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi, sudah siap berkomentar di setiap paragraf?

Siap berlapang dada mengenai kapal yang karam?

Siap patah hati?

Siap untuk ikhlas?

Jika sudah siap, mari kita baca!

Eits tunggu, tinggalkan jejak terlebih dahulu, okey!

Happy Reading 🤗

Bolehkah Suci menyerah sekarang?  Menyerah untuk hati yang patah. Aktivitas yang biasa ia lakukan pun terasa tidak berguna. Suci hilang semangat, langkahnya sekarang tak memiliki arah tujuan. Bahkan kompas yang ia punya sengaja dirusak oleh sang penipu Handal.

Suci ingin belajar menjadi abai, setelah ia berhasil menghindar dari beberapa panggilan dan notif pesan yang menanyakan kabar. Sekarang, Suci lebih baik fokus pada sekolahnya. Meski Suci sendiri tidak yakin ia akan bisa menjalankannya.

Suci sudah siap dengan sergam putih abu-abu yang ia kenakan, dengan sedikit dibalut almamater berwarna merah maron khas seragam milik SMA Exa School. Suci menghembuskan napas, kasar. Ia melangkah keluar kamar, mencoba berpamitan kepada kedua orang tuanya. Namun, yang Suci lihat hanya ada Luna yang tengah duduk sarapan.

“Kak, bunda sama ayah ke mana?”

“Udah pergi dari tadi. Ada urusan katanya. Emang kenapa? Mau minta duit jajan lo?”

“Enggak, Kak. Tadinya Suci Cuma mau pamitan aja. Kalau gitu Suci berangkat duluan, ya, Kak,” ucapnya, namun Luna sama sekali tidak menimpali.

Suci melangkah keluar dengan wajahnya yang sedikit pucat. Di luar, tepatnya di depan gerbang, sudah ada Restu yang stay sambil tersenyum ke arah Suci. Senyuman yang biasanya menjadi favorite Suci, sekarang senyuman itu menjadi luka yang paling jahat yang disunggingkan ke arahnya.

Dari jauh Suci sudah bisa melihat wajah Restu yang tercetak beberapa luka di sana. Satu kekhawatiran kini terbesit dibenaknya, namun pikirannya mencoba menepis segala rasa khawatir itu.

“Ada apa Kak Restu ke sini? Mau ketemu kak Luna? Dia ada tuh di dalam. Ke sana aja,” ujar Suci yang mencoba menghampiri kekasihnya.

“Loh, aku mau ketemu kamu, Ci. Aku mau jemput kamu buat berangkat bareng. Kamu kenapa, sih? Aku ada salah, ya, sama kamu?” tanya Restu kebingungan.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang