4. Tak Adil

2.7K 211 1
                                    

"Katanya, kasih sayang seorang ibu itu sama rata. Nyatanya, perpaduannya tak seimbang."

-Suci Amara Ayehsa-

Teguran kemarin yang cukup mengancam Suci, pagi kali ini ia tak ingin melakukan kesalahan. Gadis itu melangkah menuju ruang makan, dan ikut duduk bergabung bersama keluarganya. Ia mengambil nasi goreng buatan sang ibu, dan melahap dengan penuh ragu.

Luna meminum susunya, sarapan pagi ini sudah sangat cukup. Ia beranjak, menghampiri sang ibu untuk berpamitan pergi sekolah dan meminta uang saku.

Ara memberikan uang saku kepada Luna seperti biasa, dua lembar berwarna merah. Luna menerimanya dengan senang hati, ia mencium tangan Ara dan juga Yesha. "Luna sekolah dulu, Yah, Bun. Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam, hati-hati, Kak. Jangan ngebut," ucap Ara dan di angguki oleh Luna.

Melihat Luna yang sudah berangkat, Ara melirik ke arah Suci yang masih tengah sarapan. "Cepetan sarapannya, nanti sekolah kamu telat, Suci."

"Iya, Bunda."

Suci melahap sarapannya tergesa-gesa. Gadis itu langsung meminum air putihnya terlebih dahulu, dan beranjak dari tempatnya untuk pergi sekolah. Ia menghampiri ibunya, meminta uang saku seperti Luna.

"Bunda, uang saku Suci bisa di tambahin? Soalnya ada keperluan yang harus Suci beli."

"Boleh. Nih, dua ratus ribu. Tapi kamu harus inget, seratus ribu itu jadi utang. Bunda akan tulis pengeluaran kamu, dan kalau kamu sudah lulus, jangan lupa ganti, ya," tutur Ara dan memberikan dua lembar uang.

Suci mengangguk. "Baik, Bunda, makasih. Kalau gitu, Suci pamit sekolah dulu. Assalamualaikum."

Suci melenggang pergi dengan wajah yang menahan sedih. Sungguh Suci sangat iri dengan kakaknya. Ibunya selalu membeda-bedakan ia dan juga Luna, hanya karena dalam prestasi Suci yang kurang. Sering kali Suci merasakan sakit hati, namun ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kamu tidak keterlaluan sama Suci?" tanya Yesha pada istrinya.

"Loh, kan dari dulu juga gitu, Mas. Lagi pula biarinlah, biar anak itu mikir dan nggak boros. Kalau Luna sih wajar. Mas tahu kan, kebutuhan sekolah Luna banyak. Meski banyak, anak kita berprestasi, Mas," ucap Ara.

"Ya sudah, kamu atur saja bagaimana baiknya. Kalau gitu aku pergi kerja dulu."

Lagi dan lagi, Luna yang harus diunggulkan. Gadis cantik itu seperti sudah merebut hak milik Suci, adiknya sendiri. Kasih sayang kedua orang tuanya kini di berikan kepada Luna. Bahkan, Suci hanya seperti orang asing yang numpang di rumah itu.

----------

Sesampainya di SMA Exa School, Suci langsung bergegas berjalan menyusuri koridor sekolah. Langkahnya tak sengaja berpapasan dengan Leonard. Leonard memberhentikan langkah Suci, membuat gadis itu merasa gugup bukan main.

"Chat gue kenapa nggak lo bales? Gue ganggu waktu lo, ya?"

"Anu, kemarin ada acara keluarga, jadi gue sibuk. Dan gue lupa bales chat lo, sorry ya, Kak," jawab Suci sedikit gugup.

"It's okey, nggak masalah. Gimana istirahat nanti kita ke kantin bareng, mau?" tawar Leonard.

Suci mengangguk pelan. "Mau, Kak."

"Ya udah, nanti istirahat gue jemput lo ke kelas. Kalau gitu gue duluan."

Leonard melenggang pergi, membuat Suci memejamkan kedua matanya dan menahan diri agar tidak salah tingkah. Gadis itu langsung melanjutkan langkahnya untuk segera ke kelas. Dan kabar ini, harus Suci berikan kepada Nadia. Sahabatnya itu harus tahu tentang ini.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang