5. Jadian

2.5K 202 0
                                    

"Cinta adalah kata dasar yang sulit di mengerti."

_Leonard Malvino_

Waktu sudah menunjukkan pukul 14:15 WIB. Seorang gadis berlari tergesa-gesa menyusuri koridor sekolah untuk menuju parkiran. Dari koridor sebelah kanan, Leonard yang melihat Suci berlari tergesa-gesa, membuat ia segera menyusul gadis itu.

Saat sampai di parkiran, Suci langsung memakai helmnya. Namun, ia harus melihat Leonard yang tiba-tiba berdiri di samping sambil menahan tangan Suci.

"Mau ke mana buru-buru? Gue mau ngomong sesuatu sama lo."

"Nanti aja ya, Kak. Gue buru-buru soalnya ada keperluan," ucap Suci.

"Keperluan apa sih? Penting mana keperluan lo sama pernyataan cinta gue?"

Deg!

Seketika aliran darah Suci tiba-tiba terhenti. Ia speechless dengan ucapan yang sudah Leonard katakan. Suci benar-benar tak mengerti maksud ucapan Leonard. Pernyataan cinta? Ah, sungguh ini membuat Suci merasa tak karuan.

"Pe-pernyataan cinta apa? Suci nggak ngerti, Kak," ucap Suci begitu gugup.

"Ya pernyataan cinta kalau gue suka sama ketua OSIS SMA Exa School." Ucapan Leonard malah menambah Suci semakin gugup. "Gue suka sama lo, Ci. Dan itu udah dari lama. Makanya, kenapa gue sempet marah sama lo, saat tahu lo juga suka sama gue secara diem-diem. Marahnya gue, kenapa di antara kita nggak ada yang berani ngungkapin?"

"Jadi selama ini Kak Leo juga suka sama Suci?" tanya Suci, dan diangguki oleh Leonard.

"Dan sekarang, gue mau lo jadi milik gue, Ci. Gue nggak bisa nahan perasaan ini terlalu lama," ungkap Leonard dengan wajah yang memohon.

Suci tersenyum senang. "Iya, Kak. Mulai sekarang, Suci milik Kak Leo. Dan Kak Leo milik Suci."

Leonard tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Karena gadis di hadapannya sudah menerima cintanya. Sulit di percaya bagi Suci, bahwa ternyata orang yang ia suka diam-diam, memiliki perasaan sama sejak lama. Penantian yang cukup lama, sekarang terbayar dengan pernyataan cinta dari Leonard.

"Maaf ya, Ci, kalau gue nggak romantis. Gue malah nembak lo di parkiran kaya gini," ucap Leonard tak enak hati. "Abisnya lo buru-buru banget sih."

"Enggak apa-apa kok, Kak. Lagi pula Suci nggak mempersalahkan itu. Dan oh ya, Suci pergi duluan nggak papa? Soalnya Suci ada urusan penting."

"Ya udah, tapi pake motornya pelan-pelan aja ya, jangan ngebut. Kalau nyampe rumah, jangan lupa kabarin gue," ucap Leonard begitu lembut.

"Siap Kak Pacar," jawab Suci terkekeh.

Suci mengendarai motornya keluar area sekolah. Meninggalkan Leonard yang masih berdiri di parkiran. Leonard tak percaya, bahwa Suci begitu lugu dan mudah di perdaya. Dan sekarang, rencana Leonard kini berjalan dengan sukses. Karena ketua OSIS SMA Exa School telah resmi menjadi pacar dari kapten tim basket Exa School. Dan Suci, tidak bisa menghalangi dirinya untuk melakukan kesalahan apa pun. Berani melaporkan kepada guru, Leonard tak akan segan-segan mengatakan putus pada Suci.

Sementara Suci, ia tengah melajukan motornya cukup kencang. Ia takut jika sang kakak sudah menunggunya terlalu. Tak lama, akhirnya Suci sampai di depan gerbang SMA Dream High. Dan melihat Luna yang baru saja keluar bersama kedua temannya.

"Ci, lo lama banget sih. Gue nungguin lo sampe lumutan tahu nggak," kesal Luna.

Suci membuka helmnya, dan turun dari motornya. "Maafin Suci, Kak. Tadi Suci ada urusan sebentar di sekolah."

"Jadi dia adik lo, Lun? Kok penampilannya kayak gembel, ya," cibir Megi tersenyum miring.

"Gila sih, bukan gembel lagi. Lihat aja, rambutnya kusut banget, seragamnya ajak lecek kayak gitu. Gue heran deh, lo mungut dia di mana sih, Lun?" tutur Farah pada Luna.

Suci merapikan rambutnya segera. "Ma-maaf, tadi di jalan sempet ngebut, jadi rambutnya kusut kayak gini."

"Lo malu-maluin gue aja tahu nggak. Nyesel gue punya adik kaya lo, Ci," tukas Luna begitu kesal. "Udah deh, cepetan kita pergi dari sini, sebelum temen-temen gue yang lain tahu gue punya adik gembel kayak lo."

"Lo hati-hati ya, Lun. Awas, nanti lo ketularan gembel kayak adik lo," ucap Farah.

"Gue duluan!"

Suci melajukan motornya dengan sedikit membunyikan klakson sebagai tanda pamit pada kedua teman kakaknya. Suci hanya bisa menahan tangis saat cacian itu di lempar begitu pedas. Suci tersadar, bahkan bukan hanya keluarganya saja yang begitu tak menyukainya, ternyata orang lain juga sama halnya seperti keluarganya.

Membutuhkan waktu 13 menit, motor itu sampai di pekarangan rumahnya. Luna turun dan menghampiri Pak Oding selaku sopir pribadi sang mama yang tengah mengobrol bersama satpam.

"Pak Oding, tolong Bapak ambil mobil saya di sekolah ya, bannya kempes."

"Baik Non."

Luna memasuki rumahnya bersama Suci yang berjalan dari belakang. Luna memasang wajah begitu masam, dan duduk di samping sang ibu. Ara melirik ke arah Luna, merapikan rambut Luna yang terlihat berantakan.

"Kamu kenapa, Kak? Datang-datang kok cemberut?"

"Luna benci sama Suci. Masa temen-temen Luna pada ngatain Luna sih, gara-gara Luna punya adik gembel kayak Suci?" Luna melipatkan kedua tangannya di bawah dada. "Kalau tadi mobil Luna nggak kempes, Luna nggak akan minta jemput ke Suci."

Ara beranjak, menghampiri Suci yang hanya berdiri dengan kepala yang menunduk. "Kamu bisa nggak, jangan mempermalukan kakak kamu? Kalau bisa, muka kamu itu tutup pakai masker. Setidaknya itu akan sedikit mengurangi kejelekan kamu."

"Emang salah, ya, sama penampilan Suci?" lirih Suci begitu pilu.

"Jelas salah! Lo pernah ngaca nggak sih, kalau penampilan lo itu udik, Suci," sungut Luna.

"Ta-tapi emang dari dulu Suci kaya gini, Kak. Suci rasa nggak ada yang salah deh," omong Suci pada Luna.

"Susah ngasi tahu yang seleranya udik kayak lo mah." Luna berjalan sedikit menyenggol bahu Suci, gadis itu menaiki anak tangganya dan enggan berdebat kembali dengan adiknya.

"Kamu itu harusnya mikir kalau di kasih tahu sama kakak kamu tuh, bukannya melawan. Heran Bunda sama kamu," ucapnya malas.

"Suci permisi ke kamar, Bunda."

Suci memilih untuk menghindar dan pergi ke kamar. Jika Suci berada di sana terus, ia bisa memprediksi bahwa ibunya akan terus marah-marah dan semakin membandingkannya dengan Luna. Padahal, Suci rasa penampilannya tak ada yang salah. Bahkan, laki-laki setampan Leonard saja mencintainya apa adanya, pikir Suci.

----------------------

Malam yang cukup indah dengan pancaran cahaya bulan, Leonard sudah berpakaian rapi dengan kaus putih dengan di balut oleh kemeja kotak-kotak hitam. Leonard menuruni anak tangga kamarnya untuk segera pergi nongkrong bersama Risky dan juga Rasya.

Saat melewati ruang tamu, Leonard menemukan ibunya yang tengah berbincang dengan seorang laki-laki berpakaian jas rapi. Leonard begitu muak melihatnya, hingga sang ibu menghampiri Leonard dengan senyuman manis yang merekah.

"Leo, kamu mau ke mana?"

"Bukan urusan Bunda. Leo mau pergi ke mana pun itu terserah Leo," jawab Leonard ketus. "Dan lebih baik Bunda urus pacar Bunda itu."

"Leo, jaga bicara kamu!" Vina membentak Leonard begitu murka. "Bunda ini ibu kamu, seharusnya kamu bisa jaga sikap kamu ke Bunda."

"Leo juga anak Bunda, seharusnya Bunda jaga sikap Bunda di depan anaknya!" pungkas Leonard tak kalah murka. "Kasihan Ayah, banting tulang buat keluarga tapi malah di khianatin sama istrinya. Pantas aja kalau Ayah nggak pernah pulang ke rumah."

"Leo!!"

Leonard melenggang pergi dan menutup pintu rumah itu sangat kasar. Leonard tak memedulikan teriakan ibunya yang tengah marah. Sementara Vina, ia hanya bisa menghela nafas pelan dan kembali duduk bersama laki-laki itu.

"Vina, apa kamu tidak mau jujur saja sama putra kamu?" tanya Burhan.

"Waktunya belum tepat Burhan. Leo masih di rundung kebencian."

"Baiklah."

Entah, sebenarnya apa yang sedang Vina rahasiakan dari putranya, yang jelas Leonard tak mengetahui hal di balik sikap ibunya. Vina melakukan ini semua karena tak ingin membuat Leonard semakin terluka.

Leonard melampiaskan amarahnya di jalanan dengan mengendarai motornya dengan kecepatan tak main-main. Inilah sebabnya mengapa Leonard menganggap wanita itu layak di sakiti, karena rasa sakitnya yang sudah di berikan oleh sang ibu.

Leonard memberhentikan motornya di salah satu kafe yang biasa ia kunjungi. Ia memasuki kafe itu hingga terdengar bunyi denting bel yang terpasang di atas pintu. Leonard menghampiri Risky dan juga Rasya yang sudah lebih dulu datang dengan wajah masamnya.

"Ya elah, baru juga datang tuh muka udah lecek gitu aja," cibir Rasya, Leonard hanya melirik sinis.

"Minum dulu minum, gue udah pesenin buat lo," tith Risky, hingga Leonard langsung meminum segelas jus mangga yang ada di meja. "Udah seger kan? Sekarang ceritain."

Leonard menyenderkan punggungnya. "Biasalah, nyokap gue. Gue nggak perlu ceritain panjang lebar, kan?"

"Kenapa lo nggak laporin aja ke bokap lo, Le? Nyokap lo itu udah keterlaluan banget tahu nggak," kata Risky yang ikut kesal.

"Ck, orang bokap gue udah tahu sejak lama. Dan itu alasan kenapa bokap gue nggak pernah pulang ke rumah, dan memilih menetap di LA."

Rasya menimpali, "Gue nggak habis pikir deh sama nyokap lo. Kurang bokap lo apa sih? Tajir iya, perusahaan di mana-mana, tapi malah milih selingkuh sama tuh aki-aki tua bangka."

"Ck, itu sebabnya gue nggak percaya sama perempuan, nyokap gue aja berkhianat di belakang bokap gue," tutur Leonard.

Leonard saja tak mempercayai perempuan, lantas bagaimana dengan Suci? Apa Suci mampu membuat Leonard meyakini bahwa tak semua perempuan itu sama? Lalu, bagaimana Leonard memperlakukan Suci sebagai kekasih? Apa rasa sakit pada sang ibu akan di lampiaskan kepada Suci?

"Ngomong-ngomong, soal si Ketos gimana? Apa ada kemajuan?" tanya Rasya menimpali.

Leonard tersenyum sinis. "Tuh cewek terlalu lugu, gue baru aja nembak dia. Dan lo tahu, dia langsung terima gue tanpa pikir panjang. Gila, kan?"

"Sadis ... berarti tuh cewek bener-bener suka sama lo. Dan pastinya, tuh si Suci bakal tunduk sama lo," kata Risky takjub.

"Bener tuh, jadi nggak bakal ada yang berani negur kita kalau bolos, dan datang telat. Berani negur dan lapor ke guru, auto langsung di putusin si Leo, hahaha," ucap Rasya dengan tawa yang pecah.

"Gue pastiin tuh cewek bakal tunduk sama gue," ucap Leonard sangat yakin.

Menjadikan Suci sebagai kekasihnya hanya sebuah alat yang Leonard manfaatkan. Jika seperti ini, Leonard bisa sesuka hati jika ingin bersenang-senang dengan kenakalannya. Karena ketua OSIS SMA Exa School, sudah berhasil Leonard takluki.

Thanks for reading!

Jangan lupa tinggalkan jejak!

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang