12. Pertandingan Basket

2.3K 183 1
                                    

Jangan pernah diperbudak oleh cinta. Berpikir logis, bahwa cinta tak semanis rayuan gombal belaka.

Restu Rafisqy Fathaan—

“Kak Leo?!”

Leonard tersenyum kecut, ia sudah mendengarkan semuanya dari mulut Suci dan juga Nadia. Suci dan Nadia saling pandang satu sama lain, mencoba sedikit menerawang tentang obrolannya barusan. Apa Leonard mendengarnya? Ah, bagaimana jika Leonard salah paham?

“Kenapa? Kaget?! Jadi ini, tingkah lo di belakang gue?” Leonard bertanya santai, tapi tak sesantai Suci yang tengah gemetaran. “Kenapa diem aja?! Jawab! Punya mulut, kan?”

“A-aku ... aku tidak melakukan apa pun. Memangnya apa yang aku lakukan di belakang Kak Leo?” tanya Suci sedikit gugup.

Rasya menyahut, “Kita semua denger kali, Ci, obrolan lo sama Nadia. Jadi, lo ada cowok baru di belakang si Leo? Hmm ... siapa? Lebih tampan dan tajir, kah?” Sungguh picik pertanyaan itu, hingga mampu menyudutkan Suci di tempat.

“Oh, gue tahu, kayaknya lebih tajir dari si Leo sih. Biar gampang lo porotin ya, Ci? Enggak sekalian jual diri aja, Ci?” imbuh Risky dengan lidah yang begitu tajam.

Pernyataan itu seperti merendahkan harga diri Suci. Suci seperti seorang wanita materialistis dan gampangan di mata ketiga laki-laki itu. Mereka semua kini salah paham, bahkan untuk memastikannya saja mereka tak menyaring terlebih dahulu setiap katanya.

Nadia mengepalkan tangannya begitu kuat. Sebagai sahabat, ia tak terima dengan pertanyaan itu. Meski Nadia menyukai sosok tampan seperti Risky, namun ia begitu jijik dengan mulut kotornya yang asal berucap dengan mudah. Harus dikategorikan sosok laki-laki seperti apa mereka? Pantaskah mereka di sebut sebagai seorang pria?

“Lo bisa nggak, jaga bacotan kalian?! Kalian kalau nggak tahu apa-apa tanya baik-baik, jangan asal ngebacot gitu aja. Pikiran kalian itu salah besar, dan kalian hanya mendengar tanpa keseluruhan!” jelas Nadia emosi.

Suci menggigit bibir bawahnya sangat kencang, menahan isak tangisnya agar tidak keluar. Hatinya sangat terluka, namun ia enggan menangis untuk ke sekian kalinya. Katakan saja jika Suci terlalu lelah.

“Loh, apa salahnya sama omongan kita? Kita juga udah tanya baik-baik kok, tanpa emosi,” jawab Risky tersenyum miring.

Leonard meraih tangan Suci, dan menggenggamnya begitu kuat. “Ikut gue sekarang!”

“Woi! Lo mau bawa sahabat gue ke mana?!” Nadia mengentakkan kakinya kesal. “Ini semua gara-gara lo berdua!” tuding Nadia pada Risky dan juga Rasya.

“Dih, nyalahin kita. Jelas-jelas temen lo yang salah. Dasar cewek aneh,” ucap Rasya dan melenggang pergi meninggalkan Nadia sendirian.

Nadia benar-benar gelisah, ia tak tahu Leonard membawa Suci ke mana. Apalagi, Leonard begitu kasar menarik Suci secara paksa untuk ikut dengannya. Praduga kini semakin memuncak, beberapa ketakutan kini mulai bertanya-tanya. Akan ada kejadian apa antara Suci dan Leonard nantinya?

Sementara itu, Leonard membawa Suci ke sebuah gudang yang kotor, kumuh, dan banyak sekali sarang laba-laba. Suci terbatuk, ia merasa pengap berada di dalam gudang ini. Apalagi atmosfer di sekitar begitu menipis.

“Kak Leo kenapa bawa aku ke sini, Kak?” Suci ketakutan, melihat ke sekitar area gudang.

“Jangan banyak tanya. Sekarang, jawab pertanyaan gue. Lo bermain di belakang sama siapa, hah?! Lo udah mulai berani, ngeduain gue sama laki-laki lain, iya?!” Suara bariton itu begitu menggelegar. Membuat suasana semakin mencengkam.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang