22. Bunuh Diri?

3K 207 15
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jam 18:30 WIB. Suci baru saja selesai melaksanakan ibadahnya, dan sudah bersiap-siap untuk kembali ke sekolah, karena masih ada acara live musik yang akan berlangsung.

Malam ini Suci menggunakan blouse hitam panjang, dan juga celana jins yang membuat kaki jenjangnya terlihat begitu ramping. Tak lupa juga dengan surai panjang yang dibiarkan tergerai, membuat kecantikan Suci terpancar dua kali lipat.

 Tak lupa juga dengan surai panjang yang dibiarkan tergerai, membuat kecantikan Suci terpancar dua kali lipat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suci menatap pantulan tubuhnya. Sesekali helaan napas yang terasa lelah mulai menyesakkan sang empu. Suci meraih selembar surat hasil pemeriksaan tentang penyakitnya tadi siang. Ia bimbang untuk menyampaikan hal ini kepada orang tuanya. Takut, jika kedua orang tuanya akan terpukul.

Tak ada pilihan lain, selain Suci menyampaikan tentang kondisi kesehatannya sekarang. Mungkin, jika mereka mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh Suci, rasa peduli dan sayang mereka akan kembali tersalurkan.

Suci meraih slimbagnya. Ia keluar dari kamar, menghampiri kedua orang tuanya yang tengah bercengkerama hangat di ruang tamu.

"Bunda, Ayah. Apa Suci boleh minta waktu kalian? Ada hal yang mau Suci sampaikan," ujar Suci, gugup.

"Apa yang mau kamu sampaikan? Katakan saja sekarang," ujar Yesha mempersilakan.

Suci menggigit bibir bawahnya kecil-kecil. "Su-Suci baru saja di diagnosa oleh dokter, kalau Suci-" Suci menjeda kalimatnya. Ia menelan saliva susah payah, lalu menatap ayah dan ibunya yang menunggu kelanjutan ucapan Suci. Begitu pun dengan Luna yang sangat penasaran. "Suci terkena leukimia stadium dua."

"Apa?!"

Mereka terenyak. Ekspresi keterkejutan terlihat jelas di mimik wajah mereka. Ara, sang ibu beranjak berdiri menghampiri Suci, merebut kertas yang sedang digenggam oleh putri bungsunya. Ara membaca dengan detail hasil itu, dan tertulis bahwa Suci memang mengidap penyakit yang ganas.

"Astaga, Suci ... kok bisa kamu kena penyakit separah ini? Itu artinya kamu akan cepat mati, dong? Sedangkan kamu masih berhutang sangat banyak sama Bunda." Jawaban yang tak pernah disangka itu membuat hati Suci harus diremas semakin hancur. Ia kira ibunya akan ikut sedih, tapi ternyata pikiran Suci salah.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang