✧3.6✧

1.1K 166 7
                                    

Sudah seminggu berlalu, tapi Jisung masih setia bolak-balik ke makam Chenle

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah seminggu berlalu, tapi Jisung masih setia bolak-balik ke makam Chenle. Meski dirinya lelah atau sakit, dia tetap menemui sahabatnya itu.

Sudah seminggu pula, Tuan Zhong belum mengunjungi makam putranya.

Semua temannya di sekolah, tidak ada yang merundungnya. Mungkin semua masih diselimuti rasa kehilangan.

Chenle, pemuda dengan suaranya yang akan membuat heboh. Chenle, dengan semua tingkahnya yang ternyata hanya topeng. Chenle, sikapnya yang berani ternyata hanya karena menutupi ketakutannya. Lembar kehidupannya sudah berakhir, tapi kenangannya tetap tersimpan rapih dalam ingatan.

Setelah kepergian Chenle, Jisung sering mengunjungi rumah sakit jiwa itu. Dengan alasan dia merindukan anak-anak, padahal itu hanya pengalihan karena dia merindukan Chenle.

Seperti saat ini, dia bermain dengan anak-anak tapi tatapannya kosong.

"Oppa! Kata suster ini adalah hari persahabatan di dunia. Jadi suster memberikan gelang ini untukku dan anak lain," Ji-ah menunjukkan gelang berwarna putih dengan gantungan kupu-kupu.

"Aku juga memilikinya," ujar salah satu anak lelaki, bedanya anak lelaki itu memiliki gantungan berbentuk kunci.

"Gelang yang indah," ucap Jisung dengan senyuman.

"Kami juga memilikinya untukmu," salah satu suster memberikannya pada Jisung.

"Kau lupa? Dulu kau mendapatkannya, dulu kau mendapatkan bentuk kunci juga."

Jisung mengangguk, dia masih ingat itu. Gelang itu juga masih ada pada dirinya.

"Bintang?"

Suster itu mengangguk.

"Kau merindukan sahabatmu kan? Kata orang, seseorang yang sudah tiada menjadi bintang diatas sana. Tapi terkadang bintang itu hilang atau bersembunyi kan? Jadi aku memberikan itu, agar bintangmu tidak hilang. Kau bisa menganggapnya seperti itu," jelas suster itu.

"Terima kasih," ucap Jisung.

"Sama-sama," balas suster itu.

Jisung menggunakan gelang itu di tangan kirinya.

"Sebenarnya aku penasaran kenapa kau memberikan gelang bergantungan kupu-kupu pada anak perempuan, sedangkan bergantungan kunci pada anak lelaki?"

"Sepertinya kau bisa tanyakan itu langsung pada Dokter Wendy, dia yang mengusulkan itu," ucap suster itu.

"Aku mendengarkan kalian," ujar Wendy.

Jisung menoleh pada Wendy dan tersenyum.

Wendy mendudukkan dirinya di samping Jisung. Mereka duduk di hamparan rumput di taman.

"Kau ingin tau?"

Jisung mengangguk.

"Kau tau, kupu-kupu itu adalah puncak keindahan dari berbagai perjuangan. Kupu-kupu berasal dari ulat yang harus berubah menjadi kepompong dan menunggu waktu menjadi kupu-kupu. Jadi itu adalah ibarat dari perjuangan anak-anak disini, yang berjuang dari titik terendahnya sampai mereka menemukan titik terang dan bahagia. Sampai akhirnya mereka bisa tersenyum tanpa berpura-pura dan tertawa lepas tanpa beban."

His SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang