✧3.5✧

1.1K 179 21
                                    

Chenle berniat masuk ke rumahnya, namun langkahnya terhenti mendengar obrolan ayahnya dengan seseorang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chenle berniat masuk ke rumahnya, namun langkahnya terhenti mendengar obrolan ayahnya dengan seseorang.

"Kau pikir aku tidak menyesal? Memiliki seorang anak dari sebuah aib dan menyebabkan pujaan hatiku tiada... aku hidup dalam penyesalan selama ini. Bahkan aku harus hidup dengan berlutut karena kejadian itu. Andai saja aku tidak bertindak bodoh dengan membuatnya hamil."

"Aku mohon jangan lanjutkan itu Baba," gumam Chenle.

"Aku tidak menyesal menikah dengannya, yang aku sesali adalah perjanjian dengan orang tuaku. Mereka berjanji akan memberikan anak perusahaannya asalkan aku menyelamatkan bayi itu. Akhirnya aku memilih menyelamatkan bayi itu dan membiarkan Sooyoung meregang nyawa. Sampai sekarang aku menyesali pilihanku yang lebih memilih harta daripada istriku," ucap Tuan Zhong.

Chenle terdiam.

Jadi selama ini dia hanya hasil dari penyesalan ayahnya. Dia hanya sebuah aib bagi keluarganya, dia penyebab ibunya tiada, dia yang membuat ayahnya hidup dalam penyesalan.

Chenle tertawa, dia menertawakan dirinya.

"Wah, ternyata aku sampai di sungai Han," ucap Chenle. Dia bahkan tidak sadar jika dia berjalan sejauh ini.

"Apa sungai itu dalam?"

Bodoh, Chenle merutuki dirinya. Tentu saja dalam.

"Oh, apakah airnya dingin? Bukankah menyegarkan?"

Chenle terus menatap air sungai dibawahnya. Lalu, dia mengambil telepon di dekat jembatan. Telepon yang biasa digunakan orang-orang untuk pencegaham bunuh diri.

"Dengan pencegahan bunuh diri kota Seoul disini? Ada yang bisa saya bantu?"

"Boleh aku bercerita?"

"Tentu saja, ceritakan apa saja yang membuatmu marah, lelah dan terluka."

Chenle tersenyum kecil.

"Aku mendengar perkataan ayahku malam ini. Dia bilang jika aku adalah sebuah penyesalan terbesar baginya. Tapi itu memang benar, aku hanya sebuah aib," ucap Chenle dengan suara sedikit serak.

"Jika aku pergi atau menghilang, apakah penyesalan ayahku akan menghilang juga?"

"Em... tidak ada yang namanya seorang anak itu aib, karena sejatinya anak itu adalah sebuah anugerah yang indah. Jika penyesalan itu ada, maka bukan menjadi alasan untuk membuat seorang anak itu terluka justru penyesalan itu bisa menjadi pelajaran."

"Terima kasih, aku lupa berkenalan. Namaku, Chenle."

"Salam kenal Chenle. Kau anak yang kuat, kau sosok hebat. Kau harus tetap semangat dan jangan menyerah."

"Boleh aku meminta sesuatu?"

"Tentu saja."

"Aku mungkin meninggalkan tas milikku di dekat telepon ini, jika kau menemukannya berikan tas milikku padanya. Katakan padanya jika ini titipan dariku, katakan juga padanya 'maaf karena aku tidak bisa menjaga pemberiannya'. Nama sahabatku itu Park Jisung, dia tinggi dan matanya sipit.  Itu tidak terlalu merepotkan?"

His SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang