11. Pelukan Penyembuh

1.2K 108 6
                                    

Bismillah

Koreksi typo

Selamat membaca :)

***

Rama mengejap-ngerjapkan matanya perlahan menyesuaikan dengan pencahayaan di ruangan. Rama meringis pelan memegangi kepalanya yang terasa pening. Netranya mengedar ke seluruh ruangan yang sangat asing baginya, dinding ruangannya bercatkan warna putih. Melihat tangannya yang terpasang jarum infus membuat Rama yakin jika ruangan ini adalah ruang inap rumah sakit.

Rama mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum dia berada di sini. Yang dia ingat saat itu adalah ketika dia dalam perjalanan pulang ke rumah, melewati jalanan yang sepi dan gelap juga bertarung dengan dua orang begal.

Rama meringis mengingat kejadian sebelum dia pingsan, "Ck ck ck, mau nolongin orang eh malah di tolongin balik." decak Rama.

Fyi ... Rama ini memiliki fobia darah. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika Rama pingsan ketika ia mendapati lumuran darah di telapak tangannya.

Rama melihat ke arah sebuah pintu di dalam ruangan terbuka dan keluarlah Bunda dari dalam sana.

"Abang Rama udah bangun?" Bunda bertanya lembut.

"Abang masih di alam mimpi, bun." jawab Rama yang tentu saja memancing kekesalan Bunda.

Bunda terkekeh, kali ini tidak terpancing oleh gurauan putranya. Bunda mendekati brankar yang di tiduri Rama dan duduk di kursi samping brankar.

Bunda menatap lekat wajah Rama, tangannya terulur menyentuh wajah sang putra yang sudah tidak mulus lagi—sebab terdapat luka dan lebam di sana.

"Gimana perasaan abang? Ada yang sakit, hm? Atau abang butuh sesuatu?" tanya Bunda lembut, sorot netranya menunjukkan kekhawatiran.

Rama menyunggingkan senyuman tipis, meski acap kali di omeli oleh Bunda. Namun, tak menapik jika sang Bunda begitu menyayangi anak-anaknya.

"Cieeeeee ... Yang perhatian." ucap Rama cengengesan.

Tentu saja jawaban Rama sama sekali tidak dapat membuat perasaan Bunda membaik. Dan langsung saja di hadiahi jeweran maut oleh Bunda di telinga.

"Aduh duh ... Bunda sayaaaaaang! Ya Allah bunda tega banget nyiksa abang yang lagi sakit gini."

Bunda mendelik menatap putranya, "Abang sih!? Abang baru bangun langsung bikin bunda kesel." hardik Bunda. Baru juga di sayang-sayang tapi sudah minta di omeli. Salah Rama sendiri siapa suruh bikin Bunda kesal.

Rama mengusap telinganya yang kepanasan akibat di jewer Bunda. "Iya bun iya, abang yang selalu salah." ucap Rama seraya merebahkan tubuh.

"Lengannya sakit bang?" tanya bunda mengelus lengan Rama yang terbalut perban.

Rama mengangguk, "Cenat-cenut." jawab Rama, rasanya nyeri juga nyut-nyutan.

"Gimana sih ceritanya abang bisa sampai kayak gini, bikin bunda dan ayah khawatir aja. Seringan abang dulu berantem tapi gak sampai masuk rumah sakit."

"Takdir bun."

Bunda menghela napas lelah menatap sendu putranya. Bunda sangat bersyukur melihat Rama yang tampak baik-baik saja meskipun sebenarnya tidak.

"Abang bikin bunda parno malam-malam di hubungin eh malah katanya abang di rumah sakit."

Netra Bunda sudah kembali berkaca-kaca saat mendengar alur cerita tentang insiden yang di alami Rama semalam.

ZARAMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang