44. Selamat Ulang Tahun

1.3K 88 6
                                    

Bismillah

Koreksi typo

Selamat membaca :)

***

Wajah Zahra terlihat memerah disertai peluh membanjiri wajahnya. Tangannya mencengkram erat apa saja yang ada di dekatnya. Ini adalah sekian kalinya Zahra merasa perutnya kesakitan.

"Sakit." ringis Zahra pelan.

Gurat khawatir tidak dapat Rama sembunyikan. Ia tidak dapat melakukan apapun selain mengusap perut besar Zahra setiap kali istrinya mengeluh sakit atau mengurut pinggangnya. Jika bisa Rama saja yang menggantikan posisi Zahra sekarang. Namun, itu bukanlah kodratnya sebagai pria.

Di ruang rawat inap itu tidak hanya ada Rama dan Zahra. Ummi, Bunda dan ayah yang langsung datang begitu mendapatkan kabar jika Zahra dilarikan ke rumah sakit ditengah malam karena mengalami kontraksi.

"Kakinya dingin banget." ucap Bunda saat menyentuh kaki Zahra. Bunda membaluri minyak oles di kaki Zahra lalu memijatnya pelan.

Sedangkan Ummi, melakukan hal yang tak berbeda dengan Bunda. Ummi mencoba meringankan kesakitan putrinya dengan memijat pelan punggung Zahra yang tidur dengan posisi miring dalam pelukan Rama.

"Mau ganti baju nggak? Udah basah banget bajunya. Kerudungnya juga di ganti aja ya." Ummi mengambil sebuah daster berlengan panjang dan kerudung baru dari dalam tas.

Rama membantu Zahra untuk duduk, "Pelan-pelan aja bangunnya." ucap Rama.

Ayah yang tengah membaca Al-Qur’an di sofa segera beranjak dan keluar dari ruangan.

"Ayah mau ke mana?" tanya Bunda melihat Ayah yang akan pergi keluar.

"Keluar sebentar." jawab Ayah singkat.

"Sekalian ke kantin ya, Yah. Nitip teh anget kalau masih buka kantinnya." imbuh Bunda. Ayah mengangguk saja dan berlalu keluar dari ruangan.

"Rambutnya mau di sanggul aja, dek?" tanya Rama yang tengah merapikan surai Zahra.

Zahra mengangguk, membiarkan Rama menyanggul surainya dan setelah itu ia kembali mengenakan kerudungnya. Zahra kembali memeluk Rama, menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya.

"Abang aku haus, laper juga." lirih Zahra pelan.

Rama merunduk melihat wajah Zahra dan mengusap pipi tembabnya lembut. "Tahan dulu ya, habis ini abang kasih adek minum sama makan banyak-banyak." kata Rama, sejak masuk ke rumah sakit Zahra sudah di haruskan untuk tidak makan atau minum hingga nanti selesai melahirkan.

Tidak ada pilihan lain bagi Zahra selain menganggukkan kepala meski harus menahan diri lebih lama lagi. Zahra memilih untuk memejamkan matanya saat lagi-lagi rasa sakit itu menyerangnya dengan intensitas yang semakin sering.

"Puk-puk, ay."

Rama menggerakkan tangannya menepuk-nepuk pelan punggung Zahra. Tangannya yang lain pun tidak tinggal diam mengelus perut Zahra.

Setelah beberapa lama pergi, Ayah kembali ke ruangan bersama dengan seorang perawat menyusul kemudian. Perawat itu tersenyum dan menyapa mereka yang berada di ruangan. Lantas memeriksa kondisi Zahra.

"Ibu Zahra sudah bisa pindah ke ruang bersalin ya. Saya ambilkan kursi rodanya dulu ya bu." setelah mengatakan itu, perawat itu berlalu dan kembali lagi dengan membawa sebuah kursi roda.

Zahra meremas kuat lengan Rama, menatap suaminya dengan pandangan saya. Mengerti akan kerisauan Zahra, Rama tersenyum dan mencium kening istrinya.

"Adek pasti bisa. Ayo semangat cintaku!" ucap Rama menyemangati istrinya.

ZARAMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang