18. Sebuah Penolakan

1K 85 4
                                    

Bismillah

Koreksi typo

Selamat membaca :)

***

Langkah kakinya membawa menelusuri jalan setapak. Rerumputan hijau tampak tumbuh terawat, ada deretan pohon kamboja yang menghiasi setiap melewati jalan setapak itu. Ummi, Zahra dan Alisya menghentikan langkah mereka tepat di depan sebuah makam yang nisannya bertuliskan nama sang Abi. Ketiganya berjongkok di samping makan Abi.

"Assalamu'alaikum, Abi. Ummi, Zahra dan Alisya datang." kata Ummi, tangannya bergerak teratur di atas nisan.

Zahra menerima buku yasin dari Alisya dan memberikannya kepada ummi—mulai melantunkan ayat per ayat—mendoakan sang Abi. Setelah selesai, Zahra memberikan keranjang bunga yang dibawanya kepada Ummi. Ummi menyirami makam suaminya dengan air dalam wadah, lalu menaburkan kembang bunga di atas makam suaminya. Dan gantian Zahra juga Alisya yang ikut menaburkan bunga di atas makam sang Abi.

"Abi, anak-anak sudah semakin dewasa, Alisya tahun depan lulus sekolah." Ummi menyusut sudut matanya yang berair. "Abi tahu? InsyaAllah nanti malam akan datang seorang pria ke rumah, berniat meminang putri kesayangan kita Zahra." sambung Ummi menatap sendu nisan sang suami yang telah lama meninggalkannya di dunia.

Zahra merapatkan diri pada Ummi dan memeluk Ummi dari samping, Alisya pun ikut memeluk Zahra. Baik sejak pertama kepergian sang Abi hingga kini, kesedihan itu tidaklah pernah benar-benar menghilang. Setiap harinya mereka merindukan mendiang Abi.

"Ummi berharap Abi merestui pria itu untuk putri kita." tambah Ummi lagi.

Ketiganya tampak berlama-lama di sana tanpa ada niatan untuk beranjak. Mencurahkan segala kerinduan yang terpendam. Ummi dan Alisya sudah beranjak lebih dahulu, sementara Zahra memilih untuk tinggal lebih lama lagi.

"Abi." panggil Zahra yang sudah jelas tak mendapatkan balasan.

Zahra membuka paperbag yang ia bawa dan mengeluarkan selembar foto yang di mana di dalamnya terdapat dirinya, Ummi dan Alisya yang masih kecil serta mendiang sang Abi.

Zahra mengelus lembar foto itu dan melarikan tatapannya pada nisan sang Abi. "Zahra rindu Abi. Sangat." ucap Zahra membiarkan lelehan itu kembali turun.

"Sebenarnya Zahra bingung, Bi. Apa benar Zahra sudah mengambil keputusan yang tepat?" tanya Zahra seorang diri. "Satu sisi Zahra enggak mau bikin Ummi khawatir setiap harinya. Tapi, Zahra belum merasa yakin, Bi." lanjut Zahra—Di landa kebimbangan seperti ini amatlah sulit baginya. Dulu ada sang Abi yang akan membantunya menemukan jawaban atas setiap kebingungan yang ia miliki. Namun sekarang, semua tak lagi sama.

"Zahra harus apa, Bi?" tanya Zahra lagi.

"Percayakan segalanya kepada yang maha kuasa maka kebimbangan itu akan menghilang. Kalau merasa tidak yakin, mungkin itulah jawabannya." ujar Zahra, sedikit senyuman mengembang di sudut bibirnya ketika mengulangi kalimat yang selalu Abi-nya ucapkan.

Zahra mengusap nisan sang Abi,
"Terima kasih, Abi. " ucap Zahra dengan senyuman masih mengembang. Ia telah menemukan jawaban atas segala keraguannya.

"Zahra pamit ya, Bi. InsyaAllah Zahra akan sering-sering datang lagi." kata Zahra beranjak bangkit, "Sampai jumpa Abi." ucap Zahra lantas meninggalkan makam Abi-nya, melangkah menuju tempat di mana Ummi dan Alisya menunggunya.

ZARAMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang