40. Decision

3.1K 546 31
                                    

Semua menyalahkan Lisa tanpa tahu apa yang gadis itu alami. Sekedar informasi, kemarin adalah hari terberat untuk Lisa.

Namun dengan mudahnya Jisoo memarahi dan memojokinya tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Lisa belajar untuk mengerti kalau kakaknya itu kemarin sangat panik.

Lisa menghela napasnya panjang.
"Sial." Umpatnya pelan.

"Kenapa semua tidak ada yang berjalan sesuai rencanaku,"

Kaki jenjangnya melangkah pelan menuju nakas yang ada disebelah ranjang miliknya. Lisa meraih sebuah amplop yang sama seperti kemarin dan membukanya.

Helaan napas kembali terdengar. Namun kali ini diiringi dengan tatapan sendu milik Lisa yang menyorot pada setiap tulisan yang ada di atas kertas putih itu.

"Dasar penyakitan." Diremasnya kertas itu dan Lisa melemparnya asal ke dalam laci mejanya.

Lisa beranjak, mengambil tas dan jaketnya. Gadis itu akan pergi ke rumah sakit dan menjenguk Hyeyoung. Lisa belum sempat melihat Hyeyoung lagi semenjak kemarin ia pergi begitu saja.

Gadis berponi itu kemarin memang ke rumah sakit untuk mengambil hasil pemerikasaan yang dilakukannya tiga hari lalu.

Kontusio paru. Penyakit yang disebabkan karena adanya pukulan pada rongga dada yang menyebabkan kerusakan pada paru-paru.

Hal ini terjadi karena timbulnya memar pada paru-paru hingga terjadi robekan pada paru-paru.

Biasa para penderitanya mengalami batuk darah atau sesak napas. Sama seperti yang Lisa rasakan akhir-akhir ini.

"Hidup ini memang komedi."

****

Rosie sudah mulai disibukkan oleh proyek barunya, dan gadis itu semakin sibuk karena ini proyek terbesar yang ia tangani sepanjang masa karirnya.

"Chanyeol-ah, kau sudah makan?" Tanya Rosie sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa amat kaku.

"Belum. Masih sibuk mengerjakan hal ini, jadi belum sempat." Melihat Rosie mengangguk, Chanyeol memusatkan pandangannya pada gadis itu.

"Wae? Kau lapar? Mau makan bersama atau kubelikan saja?" Seolah peka dan mengerti apa tujuan Rosie bertanya, Chanyeol menawarkan gadis itu makan.

"Makan bersama saja. Sesak karena terus terkurung di ruangan ini."

Chanyeol mengangguk paham. Keduanya memang sudah ada di ruang kerja itu dari pagi tadi hingga kini sudah pukul dua pagi.

"Itu artinya kau akan merasa sesak terus sampai satu tahun ke depan, Chaeyoung-ah." Rosie merotasikan bola matanya malas. Ia baru saja disadarkan oleh realita sepertinya.

"Kajja. Mana kunci mobilmu? Aku saja yang menyetir, sudah pagi."

Dua anak muda itu pergi dari gedung kantor. Chanyeol menyetir menuju tempat makan yang buka selama 24 jam. Sebenarnya ada toserba di sekat kantor mereka, tapi makanan instan tidak baik untuk kesehatan mereka, terlebih mereka sedang bekerja keras.

Dua puluh menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah makan yang dulu sering mereka kunjungi saat belum menghasilkan banyak uang dari pekerjaan mereka.

"Apa kau teringat masa lalu? Saat kita masih miskin karena belum dapat proyek. Kita selalu makan di sini karena murah dan enak."

Rosie tertawa kecil lalu mengangguk bertanda ia ingat.

"Kita sudah bekerja keras sampai titik ini. Tapi belum cukup, karena kita belum bisa membeli barang tanpa melihat harganya."

Sebenarnya Rosie bisa. Ayahnya seoarang pengusaha dan politikus sukses yang kekayaannya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi balik lagi, Rosie tidak mau menggunakan uang ayahnya.

Different [ E N D ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang