Langkahnya terseok membuat tanah basah itu berantakan. Lingkar hitam di bawah matanya terpampang jelas karena memang gadis itu selalu terjaga.
Perlahan gadis itu berlutut, membiarkan celananya kotor terkena tanah. 100 tangkai bunga, cukup banyak jumlahnya untuk diletakkan di atas tanah basah sebagai hiasan.
"Apa kabar?" Suara paraunya begetar hebat. Sebisa mungkin menahan tangisnya yang hendak pecah.
"Ini Jennie, Unniemu." Senyum getir itu Jennie paksakan terbit seraya mengusap sayang batu nisan bertuliskan nama Adik bungsunya itu.
"Maaf karena Unnie terlambat mengetahui rasa sakitmu. Pasti sakit sekali, ya?"
Membayangkan senyuman Lisa, Jennie tidak bisa lagi membendung air matanya. Semuanya lepas bersamaan dengan tubuhnya yang kini jatuh sepenuhnya ke atas tanah.
"Sekarang Lisa sudah tidak sakit lagi,"
"Sekarang Lisa sudah tidak takut lagi,"
"Sekarang Lisa sudah tidak perlu berkorban untuk melindungi kami lagi,"
"Sekarang... Lisa benar-benar bebas."
Rasa sesaknya bukan main. Jennie baru tahu kalau kehilangan bisa sesakit ini. Sangat sakit sampai rasanya ingin mati. Rasa sakit dan penyesalan datang bersamaan juga bergemuruh hebat dalam dirinya sendiri.
"Terima kasih sudah kembaliㅡ Ani, Unnie tidak tahu apa itu adalah sebuah hal yang harus disyukuri atau tidak. Terlalu egois kalau Unnie bilang bahagia atas kehadiranmu padahal ada pengorbanan yang harus dibayar disetiap senyum dan tawa yang ada."
Jennie meremas tanah dan rumput di atas makam Lisa. Ia marah pada dirinya sendiri tapi menyakiti diri sendiri pun rasanya tidak cukup.
Grep!
"Unnie... Geumanhae," pelukan itu menahan pergerakan brutal Jennie yang hendak menghancurkan makam Lisa.
Bersamaan dengan pelukan yang kian mengerat, air mata Rosie jatuh membanjiri wajah cantiknya yang tidak terawat belakangan ini.
"Chaeyoung-ah~" Rosie mengangguk lemah, mengerti perasaan Jennie.
"Arra, aku pun sama."
"Ini salahku, seharusnya aku peka, seharusnya aku tahu kalauㅡ "
"Sudah," potong Rosie. Ia tahu Jennie akan terus menyalahkan dirinya sendiri, sama seperti yang dirinya lakukan.
"Ikhlaskan, ya?" Itu bukan suara Jennie atau Rosie, melainkan Kimbum. Lelaki itu datang bersama Sookyung, Hyeyoung, Jiyong, dan Yangim.
"Ikhlaskan Adik kalian. Ikhlaskan Lisa. Lisa sudah tenang... Lisa sudah sembuh." Berat juga untuk Kimbum. Selama ini ia tidak mempunyai banyak waktu dengan Lisa, bahkan cenderung jauh dengan anaknya sendiri.
Kimbum tidak pernah ada dalam masa pertumbuhan Lisa, Kimbum tidak pernah ada untuk memberikan kasih sayang pada Lisa saat masih kecil sampai dewasa. Namun saat Kimbum hendak melakukan tugasnya sebagai Ayah, dia terlambat.
"Bagaimana bisa?! Adikku pergi! Dia pergi karena kelalaian kita semua!" Raung Jennie tak terkendali.
"Anakku... " Sookyung luruh membentur tanah. Air matanya langsung lolos begitu saja tanpa seijinnya.
"Nak, Eomma rindu, Sayang." Suara lirih itu sangat menyayat hati siapa pun. Layaknya raungan seorang ibu yang baru saja kehilangan anaknya, Sookyung sama seperti itu.
"Lihatlah, begitu banyak yang menyayangimu," tatapan sayu Sookyung mengedar menatap satu per satu wajah sedih di sana, sampai terakhir tatapannya jatuh pada Jennie dan Rosie.
"Unnie yang selalu kau rindukan selama ini, mereka ada di sini. Menunggumu."
"Walaupun mereka tahu, kalau kau tidak akan pernah kembali, Sayang."
Jiyong langsung membawa Sookyung dalam pelukannya. Mendekapnya erat penuh kehangatan, berusaha memberi ketenangan walau dirinya sendiri sedang dilanda rasa sedih luar biasa.
Satu jam, dua jam berlalu. Suasana tidak berubah. Hanya tangis, raungan, dan lirihan memilukan yang terdengar. Semuanya sakit, semuanya kehilangan.
"Pulang, yuk? Istirahat. Lisa tidak akan suka melihat kalian seperti ini."
Walaupun awalnya menolak, akhirnya keluarga besar itu pergi meninggalkan area pemakaman. Mereka terlalu kalut dalam duka sampai tidak sadar ada satu bagian dari mereka yang kurang.
"Hallo Adik kesayangan Unnie, pasti kau kesal melihat Unnie datang." Tidak lain dan tidak bukan itu adalah Jisoo.
Jisoo terkekeh pelan, "Maaf ya karena berkunjung." lanjut Jisoo perih.
"Mungkin kau bosan mendengar kata 'Maaf' tapi Unnie harus katakan ini," dalam-dalam Jisoo menarik napasnya.
"Maaf karena Unnie menyalahkanmu waktu itu. Unnie terlalu bodoh dan termakan emosi sendiri sampai tidak sadar sudah membuatmu terluka." Jisoo memandang lekat nama Lisa. Begitu cantik walau hanya tinggal nama saja.
"Sudah tiga hari, maaf karena ketiga Unniemu yang pengecut ini baru datang. Kami memang pengecut yang berusaha menghindar dari kenyataan kalau kau pergi karena luka yang kami buat sebagian besarnya." Jisoo menunduk, membuat perlahan tetesan bening dari matanya berjatuhan.
"Terima kasih atas segalanya, Sayang. Kau harus tahu kalau Unnie mencintaimu lebih dari apapun."
Dikecupnya lama batu nisan itu. Jisoo tersenyum lebar memandangi foto Lisa yang kini juga sedang tersenyum ke arahnya.
"Ah, benar. Unnie lupa memberitahumu."
Tangan Jisoo bergerak meraih ponselnya lalu menyalakannya. Jisoo membuka gallery dan menekan sebuah foto yang langsung ia arahkan ke batu nisan Lisa, seolah itu adalah kepala adiknya.
"Ini Seo Hyunjae. Salah satu anak yang kau bantu. Kini dia sudah sehat dan bisa bermain bersama teman-temannya dengan tenang berkat organ yang kau berikan," jari Jisoo bergerak ke kiri sembari mengusap layar.
"Kalau ini Jung Jiyun. Gadis kecil yang akhirnya bisa hidup bebas berkat salah satu organmu." Senyuman Jisoo semakin merekah.
"Semua tidak sia-sia, Lisa. Kau menyelamatkan banyak nyawa. Kau membayar kebahagiaan setiap orang dengan nyawamu. Bodoh, sama sepertiku."
"Iya, satu kebahagiaan orang lain, satu batang nyawamu hilang." Sulung Kim itu terkekeh ringan. Ia kembali menyimpan ponselnya lalu menatap lama batu itu.
"Selamat berbahagia di atas sana. Unnie mendoakan semua yang terbaik untukmu," ujar Jisoo tulus.
"Tidak perlu mendoakan Unnie kembali, biarlah Unnie merasakan sakitnya setiap hari bahkan detik. Biarkan Unnie menelan pahitnya sendiri. Biarkan Unnie menyesal sampai sekarat nantinya. Unnie akan menikmati rasa itu." Jisoo tidak bohong saat mengucapkan itu.
Ia sangat serius, lebih baik menyiksa dirinya sendiri dari pada dengan tidak tahu dirinya ia melupakan Lisa yang sudah berkorban untuknya.
"Unnie sangat amat menyayangimu. Jika diberi kesempatan, Unnie akan mendekapmu dan tidak akan melepasmu pergi."
"Waktu terus berjalan, Lisa. Tapi kau masih terus mengisi hari-hari Unnie. Ini sulit untukku."
"Selamat jalan, Anak Baik."
__________________________________
Here's the epilog🥳 tenang masih ada beberapa extra part kok. Kalian masih bisa liat apa yang bakal terjadi sama Suwon dan Kimbum hehe
Extra chaptnya besok di up kalo rame
Follow Bplace
Follow IG @/ bplace_wp
KAMU SEDANG MEMBACA
Different [ E N D ] ✔
FanfictionMereka hidup dengan sebuah perbedaan. Satu pihak berusaha untuk bertahan, dan pihak lain sudah menjerit untuk menyerah. Mereka tidak akan pernah sama, bahkan untuk sebuah kebahagiaan pun terlihat mustahil. "Kita berbeda. Bahkan sejak aku dilahirkan...