Extra Chapter

3.7K 515 37
                                    

Hentakkan antara lantai dan sepatu itu menimbulkan suara yang amat keras. Sosok Jiyong berjalan cepat dengan wajah yang siap membunuh siapa saja yang akan menghalanginya. Jiyong memasuki rumah besar keluarga Kim diikuti dengan Sookyung dan Yangim dibelakangnya.

"Suwon bajingan, kemari kau!" Teriaknya marah. Suara kerasnya membuat seluruh penghuni rumah itu berkumpul dengan wajah terkejut.

"A-abeoji, ada apa?" Tanya Kimbum takut.

"Di mana ayahmu? Beritahu di mana bajingan yang sudah membunuh cucuku!" Jiyong menarik kasar kerah baju Kimbum hingga lusuh.

"A-appa pergi. Baru beberapa menit yang lalu Appa dan Eomma pergi membawa banyak koper."

Napas Jiyong memburu. "Dan kau membiarkannya? Bahkan setelah kau tahu apa yang mereka lakukan pada Lisa? Ayah macam apa kau?"

"A-akuㅡ"

"Setelah aku menjebloskan Suwon ke dalam penjara, siap-siap kau yang berikutnya, Kimbum."

Jiyong membalik tubuhnya dan bersiap untuk pergi. Ia akan mencari Suwon dan menangkapnya, sebelumnya juga Jiyong sudah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Suwon.

"Teruslah bersembunyi, Suwon. Akan kukejar kau sampai ujung dunia dan kubalas semua perbuatanmu pada cucuku."

****

Ketiga gadis Kim itu menyaksikan kemarahan Jiyong dengan wajah datar. Wajah mereka tidak lagi baik-baik saja setelah kepergian Lisa. Wajah yang selalu dipenuhi air mata dan mata yang sembab karena menangis semalaman.

Setelah kepergian Jiyong, Yangim, dan Sookyung, ketiga gadis itu kembali ke kamar masing-masing kecuali Jennie. Putri kedua Kim itu memilih memasuki kamar Lisa. Kamar yang belum tersentuh setelah kepergian Lisa, bahkan aroma dan barang-barang gadis itu masih lengkap.

Air mata Jennie kembali berjatuhan menatap sekeliling kamar Lisa. Semua barang yang ada di sana kembali mengingatkannya akan adik bungsunya itu. Kaki Jennie lemas, tubuhnya berakhir terduduk di atas ranjang sang adik.

"Lisa-ya, barangmu masih lengkap. Tidak ada yang membereskan semua barangmu padahal kau sudah tidak akan menempati kamar ini lagi." 

Tangan Jennie meraba kasur Lisa. Air matanya berjatuhan tanpa henti, hatinya sangat sakit seperti ada pedang tak kasat mata yang menghunus jantungnya. Sakit, sangat sakit. Hingga ia merasakan ada sesuatu di bawah bantal, tangan Jennie berhenti dan mengambil apa yang ia temukan.

"Amplop rumah sakit?" Jennie menghapus kasar air matanya. Dengan tergesa ia membuka amplop itu dan mambaca isinya.

Mata Jennie bergetar. Air matanya kembali tumpah tanpa seijinnya. Itu hasil rekam medis Lisa benerapa bulan lalu. Semuanya tercatat di dalam sana, dari pertama kali mendapat diagnosa, sampai saat di mana Lisa memilih untuk menghentikan semua pengobatan yang menyiksanya.

"Mianhae, Lisa-ya. U-unnie seharusnya sadar saat kau kesakitan di mobil itu. Unnie seharusnya mencari tahu lebih jauh tentang keberadaanmu yang rutin ke rumah sakit untuk menemui dokter spesialis paru-paru. Hukum Unniemu yang bodoh ini, Sayang."

Sebenarnya tidak ada lagi hukuman yang lebih menyiksa setelah kehilangan adiknya untuk selama-lamanya. Itu adalah hukuman paling menyakitkan yang pernah Jennie rasakan seumur hidupnya.

"Sampai bertemu di lain waktu, Sayang. Beristirahatlah dengan tenang di atas sana. Semoga kau menyukai dunia yang lain tanpa rasa sakit dan takut di dalamnya. Berbahagialah, Lisa."

****

Seluruh akses jalanan mendadak ditutup. Situasi darurat diberlakukan dalam hitungan menit. Suwon dan Yura yang sedang berada di dalam taksi bergerak gelisah karena mereka terjebak dalam kemacetan.

Different [ E N D ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang