Chapter 6

8.1K 707 38
                                    

Jam 10 pagi kini.

Ini hari pertama Saras berada di Pondok Pesantren Al-fatah. Dari semalam ia benar-benar mengeluh ingin pulang. Rasanya kehidupan di ponpes terlalu hambar, sangat tidak cocok dengan life style-nya. Pun, semalaman ini Vanya dan Tania sibuk membujuknya agar jangan meminta hal aneh-aneh.

Kelas pagi sedang berlangsung bagi santri kelas 6, kelas Saras sendiri. Namun baru di hari pertama masuk, ia sudah membolos. Sebenarnya tidak membolos, karena ia sempat hadir sebentar tadi di kelas, sekedar perkenalan. Lalu menyusul beberapa menit, ia permisi keluar, ke toilet katanya. Sudah berlalu 15 menit sejak ia permisi, dan belum kembali juga sampai sekarang.

Berjalan santai di koridor ponpes. Menatap antusias setiap desain islami yang mempermegah sudut ponpes, tempatnya menimba ilmu kini.

Brugh

Saras menabrak keras seseorang yang ada di hadapannya sampai terjatuh ke lantai.

"Ebuset, jatuh anak orang!!!" panik Saras dari tempatnya berdiri. Namun sedikitpun tidak menghampiri orang yang ia tabrak.

"Aww," ringis orang yang terjatuh itu, yang ternyata adalah Aidan.

"Duh! Sakit ya? Jangan sakit dong. Aku beliin makan ya, biar gak sakit. Atau kamu mau aku tiup lukanya? Atau mau aku antarin berobat?"

"Udah, gak apa-apa kok. Santai aja." Aidan berdiri dari lantai. Sedikitpun wajahnya tak menunjukkan kemarahan.

Srep

Pandangannya menatap sekilas ke Saras. Tentu saja wajah itu tak asing baginya. Dan sekarang bertambah cantik dua kali lipat dengan seragam santriwati yang membalut tubuhnya.

"Loh! Ini kan perempuan yang kemarin," batin Aidan.

"Hei, kenapa bengong? Jadi gak kita makannya?" cerocos Saras asal.

"Hah? Makan? Kapan kita ada janji makan?"

"Gak ada, tapi ayo temani aku makan. Aku belum makan dari pagi tadi."

"Duh, maaf. Bukan bermaksud menolak, tapi disini dilarang berduaan antara laki-laki dan perempuan."

"Eum, iya juga sih. Tapi aku gak tau dimana disini tempat makan. Apa minta tolong antarin juga gak boleh?"

"Duh, gimana ya. Kalau jalan ke kantin depan pasti dilihat banyak santri nanti, belum lagi kalau ada Ustadz sama Ustadzah yang lewat." bimbang Aidan dalam hatinya.

"Payah banget! Masa mau nolong orang aja pake mikir lama," semprot Saras.

"Oh, iya iya. Aku tau! Kita ke dapur asrama aja kalau gitu. Itu dapur gabungan santri puta sama santriwati."

"Hah! Emang boleh digabung?"

"Bukan, gabungnya itu cuma sebatas ngambil makanan doang. Makannya gak boleh bareng. Dan disana banyak Umi koki yang masak, sekaligus mengawas aktivitas santri.

"Oh begitu. Oke, kita kesana."

"Oke, ikuti aku. Kamu jalan di belakang ya."

Namun ucapan Aidan hanyalah sia-sia belaka, Saras kini sudah mepet di sampingnya "Gak mau! Beriiringan lebih sweet."

Blug

Mata Aidan membelalak. Dan sekarang suhu badannya terasa panas dingin.

"Y-yaudah d-deh."

Berjalan sekitar 5 menit, mereka sampai di dapur asrama. Ada banyak santri yang sedang makan disitu.

Mata Aidan sibuk celingukan mencari tempat yang kosong.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang