Chapter 28

6.6K 710 120
                                    

Pekat malam menyelimuti lagi, menyertakan rembulan dan taburan bintang di angkasa hitam sana. Kumandang Adzan isya sudah terlewat sedari satu jam tadi, sekarang jam menunjukkan pukul delapan.

Erfan masih setia berbaring di ranjang kamar mereka, tapi keadaannya sudah tampak jauh lebih baik, tidak lagi kesakitan seperti tadi siang. Sekarang ia hanya sedikit lemas, sehingga memilih tiduran saja dulu.

Ceklek

Pintu kamar terbuka, menampakkan Wulan dan nampan yang ada di tangannya.

"Makan dulu," Wulan menghampiri Erfan ke kasur.

Buru-buru Erfan berusaha bangun dari posisi tidurannya, tapi ia terlihat kesulitan, mungkin karena masih lemas.

"Gak usah bangun, biar aku suapin."

"Bisa kok Lan, kan cuma pusing," Erfan kini sudah duduk menyender di kepala ranjang dengan segala usaha susah payahnya tadi.

"Sini Lan makanannya," sambung Erfan.

"Kamu disuapin aja, aku tau kamu maksain diri buat kelihatan kuat."

Seutas senyum lembut mengukir indah di sudut bibir Erfan.

"Kita gak ke rumah sakit aja?" ucap Wulan sembari menyuapi makanan ke Erfan.

"Gak usah Lan, palingan cuma pusing biasa, mungkin karena masuk angin juga."

"Yaudah, mulai malam ini kamu gak usah tidur di luar lagi."

"Loh, t-tapi."

"Di kamar ini aja."

"Jadi, kamu gimana Lan?"

"Aku juga di kamar ini, tapi di lantai aja pakai kasur."

"Gak mungkin lah Lan aku tega lihatnya. Udah, aku aja yang tidur di bawah nanti."

"Mau sakit lagi?"

"Yah tapi mana mungkin Lan aku bisa lihat kamu tidur di bawah. Kita tidur berdua di kasur ini kenapa? Aku gak akan sentuh kamu, kamu gak usah takut."

"Yaudah, lihat nanti aja," wajah Wulan terlihat tak karuan.

"Lan," panggil Erfan tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Makasih ya udah mau ngerawat aku yang lagi sakit gini."

"Ini emang tugas aku."

"Aku juga minta maaf Lan karena udah jadi penghalang atas semua mimpi masa depan kamu. Gara-gara aku, kamu turun kelas. Gara-gara aku, kamu kehilangan calon suami idaman kamu. Dan gara-gara aku juga, keluarga kamu jadi menjauhi kamu."

"Udah lah, gak usah dibahas, semuanya udah terjadi. Dan sepenunya salah aku, bukan kamu. Jauh-jauh hari kemarin kamu udah menghindar dari aku, tapi aku tetap aja ngedatangin kamu. Sampai akhirnya kamu harus bertanggung jawab atas hidup aku. Makanya dari awal aku selalu nyuruh kamu pergi, karena aku merasa kamu hanya korban.

"Kalau aku pergi, siapa lagi yang bakal jagain kamu. Keluarga kamu juga udah gak bisa kamu jadiin tempat pulang."

Tanpa Wulan kehendaki, air matanya mengalir begitu saja. Ada dua hal yang menyayat tajam hatinya. Pertama, ia yang kehilangan dekapan sayang dari keluarganya. Kedua, suaminya yang selalu ia caci maki sedari awal pernikahan mereka, namun ternyata berhati lembut dan terlihat begitu tulus menyayanginya.

Erfan mengambil piring yang ada di tangan Wulan, meletakkannya ke nakas, lalu beralih membawa Wulan ke dalam dekapannya "Jangan nangis, kamu masih punya aku. Kita berdua keluarga, keluarga kecil. Dan keluarga besar aku juga nerima kamu, jadi gak ada yang perlu kamu takuti. Keluarga aku, keluarga kamu juga."

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang