Chapter 36

7.4K 743 96
                                    

Masih di malam yang sama, Adwan dan Saras tidur seranjang untuk pertama kalinya. Kini jam menunjukkan pukul 10 malam, di lantai bawah masih berlangsung resepsi, dan akan ditutup jam 12 malam nanti. Namun Adwan dan Saras sudah tidak tahu menahu lagi soal kondisi di bawah, keduanya sudah berada jauh di alam mimpi masing-masing, tiduran sambil berpeluk erat. Tapi Adwan tidak melepas sebelah tangannya dari lehernya, sakit atau bagaimana?

Di menit berikutnya, terlihat Saras yang menarik dirinya dari pelukan Adwan, membuka matanya dengan terang. Tidak tertidur pulas rupanya.

"Hmm, sakit yah Sayang?" lirih Saras sendirian, sembari menatap lekat wajah Adwan yang sedang tertidur.

Dan tampak ia yang bangun dari posisi tidurnya, berbalik menghadap laci nakas yang ada di dekat ranjang. Ternyata mengambil kotak p3k yang memang selalu disediakan oleh hotel disana. Hendak mengobati leher suaminya yang ia gigit rupanya. Ia lanjut menyapukan sedikit alkohol ke lukanya, lalu dilanjut dengan mengoleskan obat merah.

"Udah, gak bakalan infeksi nanti. Maaf yah Sayang," Saras lanjut membereskan kotak p3k itu lagi.

"Loh! Kenapa Ras?" mata Adwan terbuka terang tiba-tiba.

"Eh kebangun, gak ada kok Chagi. Lanjut bobok lagi yok."

"Itu, ngapain pegang-pegang kotak p3k? Ada yang luka?"

"Ada, kamu lah."

"Hah?!"

"Itu, leher kamu pasti sakit kan."

"Loh! Kamu ngobatin ini Sayang?" Adwan menyentuh lehernya yang baru ia sadari ternyata.

"Iya. Kayaknya kamu kesakitan, soalnya dari tadi gak pernah dilepas lehernya."

"Ah, enggak kok Sayang."

Entah kenapa bibir Saras mengerucut tiba-tiba "Bohong, kamu kenapa baik banget sih Sayang. Maafin istri kamu yang bodoh ini."

"Kok ngomong gitu Sayang, benaran gak sakit loh."

"Tau ish, pokoknya aku bodoh. Udah dibilang suaminya sakit tadi, tapi tetap aja digigit. Harusnya orang sebaik kamu berhak dapat wanita yang lemah lembut, bukan malah wanita aneh kayak aku."

"Ngomongnya, ish. Sini...sini, suami kamu peluk. Kenapa istri tercinta ngefitnah dirinya sendiri malam-malam begini sih ah," Adwan menarik Saras ke dalam pelukannya dengan posisinya yang masih tiduran.

"Jangan ngomong gitu Sayang, sakit tau dengarnya," lanjut Adwan sembari mengusap lembut kepala Saras yang sudah bertumpu di dada bidangnya.

"Tapi aku takut, Chagi," suara Saras terdengar bergetar.

"Takut apa sih Sayang?"

"Takut kalau aku bukan yang terbaik buat kamu."

"Ish, tuh kan ngomongnya. Kamu kenapa tiba-tiba gini sih hei?"

"Gak tau. Aku ngerasa gak pantas aja buat kamu, habisnya kamu baik banget orangnya."

Jelas saja Adwan menghela napas berat mendengar lontaran itu.

"Saras" panggilnya tiba-tiba dengan posisi kepala Saras yang masih bertumpu di dadanya.

"Apa?" suara Saras sudah terdengar malas."

"Kamu bahagia gak bisa dapatin aku?"

"Ngapain ditanya Chagi, kan dari kemarin aku yang selalu maksa kamu buat nikahin aku. Jadi, bahagia banget lah. Namanya juga keinginan yang berhasil terwujud, ya jelas bahagia lah pakai banget."

"Nah, bahagia kan. Kalau kamu bahagia, maka aku jauh lebih bahagia. Rasanya beruntung banget bisa jadi orang spesial dalam hidup kamu. Saking bahagianya, aku pengen pamerin kamu terus ke orang-orang. Makanya waktu di Ponpes aku selalu suka dekat-dekat sama kamu, padahal itu gak boleh sebenarnya, sampai-sampai orang-orang banyak gosipin aku kemarin karena posisi aku yang sebagai seorang Gus. Tapi aku gak peduli, karena tujuan aku memang supaya orang-orang tau kalau kita dekat. Dan hari ini aku bahagia banget karena udah bisa membungkam lisan mereka. Ya, hari ini mereka tau kalau aku ngedekatin kamu bukan tanpa tujuan."

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang