Chapter 32

6.4K 686 84
                                    

Embun pagi yang begitu menyejukkan, menetes jernih dari ujung dedaunan pagi. Dan Kilau surya yang tersenyum mesra dari cakrawala timur sana, menembus tajam celah ranting pada pepohonan rindang. Serta kicauan burung yang terdengar jelas, begitu riang dan mendamaikan. Ya, suasana Ponpes Al-Fatah di pagi hari kini.

Semua santri sudah berbaris rapi di lapangan, menggandeng orang tua masing-masing. Hari jumat, hari penerimaan raport. Acara dimulai sepagi ini karena mengingat ada shalat Jumat nanti, jadi harus secepat mungkin diselesaikan dengan murid yang mencapai puluhan ribu.

Saat ini Kyai Ashari sudah berdiri gagah di podium, memberi sedikit kata pembukaan sebelum nantinya raport segera dibagikan.

Di salah satu barisan paling depan, ada Adwan yang digandeng Ibunya. Ibunya terlihat begitu bersemangat, karena ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan maju bersama Adwan ke depan untuk menerima piala kejuaraan. Namun raut wajah Adwan sedikit pun tak menunjukkan aura semangat, terlihat begitu kusut. Pandangannya sesekali menyelidik ke arah barisan santriwati di sampingnya, kelas 6-A. Tidak ada Saras disitu, yang ada hanya Papanya. Ingin rasanya ia bertanya, tapi takut jika Papa Saras tidak lagi mengenalinya.

"Jika hasil raport sudah dibagikan, maka jadikan lah ini sebagai instrumen intropeksi diri. Yang mendapat juara, berusaha lah untuk mempertahankannya, dan jangan sombong. Dan yang belum mendapat juara, ayo berusaha lebih giat lagi, jangan langsung berkecil hati. Sejatinya, mempertahankan itu lebih sulit dari pada meraih. Dan dengan berat hati Kyai juga menyampaikan bahwa akan ada beberapa santri yang tinggal kelas. Apa pun itu, jangan salahkan Ustadz dan Ustadzah yang telah membuat nilai kalian. Tapi salah kan lah diri sendiri. Berkaca kembali, periksa letak kesalahan kalian dimana."

"Mungkin kita mulai saja acara pembagian raport-nya, mengingat kita sedang berburu dengan waktu. Saya tutup kata pembukaan ini, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh."

Terlihat Ustadz jidan yang mengambil alih mikrofon di hadapannya, sebagai wali kelas dari santri putra kelas 6-A.

"Allahu! Aku deg-degan, Zann." sempat-sempatnya Syaqib berbisik ke Fauzan yang kebetulan ada di belakangnya.

"Sama, Qib. Udah keringat dingin nih." balas Fauzan berbisik juga.

"Lihat tuh Aidan, udah pucat bibirnya." Syaqib malah mengolok.

"Haha," sambar Fauzan dengan tawa yang susah payah ditahan.

"Juara ketiga santri putra kelas 6-A jatuh kepada....Muhammad Arsyad. Kepada Muhammad Arsyad dan orang tua silahkan mengambil barisan ke depan."

Riuh tepuk tangan turut mengiringi langkah Arsyad dan orang tuanya yang maju ke depan.

"Selanjutnya, juara kedua santri putra kelas 6-A jatuh kepada....Alhaq Zaidan Hidayat Ar-Rasyid. Kepada Aidan dan orang tua silahkan mengambil barisan ke depan."

"Hu hu, Aidann, selamat Aidann." teriakan heboh Syaqib dan Fauzan turut mengiringi riuh tepuk tangan dari para santri.

"Dan ini yang paling ditunggu-tunggu, juara pertama santri putra kelas 6-A jatuh kepada....Hadwan Harsha Haryaka Ar-Rasyid. Kepada Adwan dan orang tua silahkan mengambil barisan ke depan."

Riuh tepuk tangan langsung memenuhi lapangan tersebut.

"Tepuk tangann!!" seru Kyai Ashari tiba-tiba, senyum bahagia begitu merekah di wajahnya.

Seketika, gemuruh semarak tepuk tangan bertambah hebat.

"Hu hu, selamat Gus tampanku, selamattt. Aku padamuuu, Huh!" sorakan heboh Syaqib di tengah riuhnya tepukan tangan, sampai-sampai Umi-nya geleng kepala melihat tingkah putranya itu.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang