Chapter 25

7.2K 704 100
                                    

Bogor, kini.

Senin, 25 April 2022.

Hari ini merupakan momen krusial bagi seluruh santri ponpes Al-Fatah. Ya, ini adalah hari pertama dimana mereka akan melaksanakan ujian akhir semester yang berlangsung selama satu minggu. Lalu minggu berikutnya, tepatnya di hari jum'at, akan disusul dengan pembagian raport santri. Kemudian di hari sabtunya akan berlangsung acara perayaan perpisahan santri kelas 7 yang sudah selesai melaksanakan ujian akhir sekolah di minggu lalu. Setelah semua acara itu terlaksana, barulah santri kelas 1 sampai kelas 6 mendapat istirahat berupa libur panjang semester. Dan bagi santri kelas 7, saatnya mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Saat ujian semester berlangsung, sudah menjadi aturan mendarah-daging bagi ponpes Al-Fatah untuk menggabung santri putra dan santri putri dalam satu kelas, dimana di setiap mejanya hanya ditempati oleh satu orang saja. Penggabungan kelas ini bertujuan untuk menumbuhkan sikap malu para santri yang hendak mencontek. Karena pada umumnya, santri putra dan santri putri sangat canggung untuk menyapa satu sama lain. Sehingga cara ini dinilai efektif untuk menjamin ketertiban saat berlangsungnya ujian.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, dan ujian akan berlangsung di jam setengah delapan pagi. Para santri berbondong-bondong memasuki ruang kelas yang sudah diacak menggunakan nomor absen kelas mereka masing-masing. Di antara kerumunan itu, tampak Adwan dan tiga sahabatnya yang memasuki ruang II dengan santai, dimana ruang II tersebut adalah gabungan dari santri kelas 6-A dan santri kelas 5-D, baik santri putra maupun santri putri.

Di depan kelas ruang II itu, ada beberapa santri putri kelas 5-D yang berkumpul dengan sorak riang. Sengaja mereka belum masuk ke dalam kelas karena masih asik membaca selebaran kertas yang di tempel rapi di dinding, berisi nama-nama santri yang termasuk ke dalam ruang II tersebut.

"Aaa...mimpi apa aku semalam, sampai-sampai bisa satu kelas sama Gus Adwan."

"Di antara kalian semua, kayaknya aku deh yang paling beruntung, huwaa aku duduk bersebelahan sama Gus Adwan donggg. Ya walaupun jaraknya gak dekat-dekat amat sih, tapi tetap aja bersebelahan...aaa!!"

"Aku juga beruntung tauuu, duduk di belakangnya Gus Adwan donggg."

"Nanti mau caper ah, pura-pura gak ngerti soalnya. Uhh, nanya sama calon imam dongg!!"

"Duh, gak kebayang nanti kalau Gus Adwan sampai ngajarin soal ujian aku."

Itu lah kehebohan yang diperdengarkan oleh santri putri kelas 5-D itu, sampai-sampai mereka enggan masuk kelas karena kesenangan. Lalu, dari belakang mereka terlihat sosok Vanya dan Tania yang juga memasuki ruang II itu. Ya, sebagai santri putri kelas 6-A. Dan ternyata di belakang mereka menyusul Saras dengan wajahnya yang sangat malas, bahkan di tanganya hanya ada selembar kertas dan satu pulpen, itu pun Vanya yang memberikannya tadi. Pun sebenarnya ia bersedia masuk kelas karena mendapat perintah dari Papanya, sehingga mau tak mau ia harus mengikuti ujian.

Vanya dan Tania mengambil tempat duduk sesuai nomor meja yang dibagikan pada mereka sabtu semalam. Sungguh, Syaqib tidak bisa melapas pandangannya dari Vanya. Namun Vanya sedikit pun tak menggubrisnya, bahkan auranya terlihat dingin. Ya, sampai sekarang hubungan mereka belum membaik.

"Vanyaaaa, Taniaaaa, aku duduk dimanaaa? Gak ngertiiiii," suara Saras memenuhi ruang II itu, memecah suasan hening sedari tadi.

Seketika semua pandangan mengarah ke Saras.

"Saras," lirih Adwan tak menyangka, dan langsung disusul senyum tak karuannya.

"Haha!!" tawa serentak Syaqib, Aidan, dan Fauzan yang duduk di belakang. Jelas saja mereka merasa lucu dengan teriakan Saras.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang