Ini merupakan hari pertama setelah kehamilan Saras diketahui oleh pihak keluarga besar mereka. Dan Adwan lah yang paling repot dibuatnya. Ya mau bagaimana lagi, kan memang dia yang membuatnya. Sekarang pun ia sudah pergi keluar mencari buah melon untuk istrinya itu, padahal jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi.
Sepeninggalan Adwan, Saras masih tertidur pulas. Entah kenapa sekarang istrinya itu sangat hobi ketiduran selepas sholat subuh. Sepertinya itu memang bawaan hamil.
Sementara di tempat lain, terlihat sosok yang tak asing di mata, ia bersama dengan seorang wanita paruh baya, tengah duduk di sofa ruang tengah, rona wajah keduanya tampak menegang. Rupanya itu Syaqib bersama Uminya.
"Syaqib, kali ini kamu harus menuruti kemauan Umi sama Abi. Tolong lah, Nak. Selia itu anak yang cantik, baik, dan sopan juga. Umi yakin, kamu pasti langsung suka kalau sudah ketemu dia nanti."
"Umi, Syaqib benar-benar gak bisa ninggalin teman Syaqib yang sekarang. Syaqib udah pernah pelukan sama dia, gandengan sama dia. Jadi gak mungkin Syaqib pergi gitu aja sama yang lain."
"Tapi dia belum rusak kan?"
"Ya enggak lah, Mi! Syaqib masih tau batasan, dan Syaqib sayang dia. Jadi gak mungkin sampai berani ngerusak dia."
"Kalau begitu gak ada yang jadi masalah selagi dia belum rusak. Mulai sekarang putuskan hubungan kalian, minta maaf secara baik-baik sebelum kamu pergi. Tiga bulan lagi kamu sudah lulus pondok, saatnya kamu mulai fokus dengan pendamping masa depan kamu. Jauhi yang namanya pacar-pacaran itu, Umi gak suka dengarnya!"
"Loh, gak bisa gitu dong, Mi!"
"Apanya yang gak bisa, Syaqib?! Lihat Adwan, dia bahkan menikah di usia yang masih sekolah. Dan yang bikin Umi tambah iri, tadi malam Ibunya pamer di grup sosialita, katanya menantunya sedang hamil, itu artinya sebentar lagi dia bakalan punya cucu!"
"Apa?! Neng Saras hamil?!"
Syaqib malah membatin dengan terkejut di tengah-tengah persiteruannya dengan uminya.
"Kamu mau kan menikah secepatnya dengan Selia, tiga bulan yang akan datang maksud Umi. Untuk bulan ini kalian tunangan dulu, gimana? Kamu bersedia kan, Nak?" lanjut uminya melihat Syaqib yang tak menanggapi.
"Syaqib gak bisa, Mi. Syaqib udah janji sama Vanya bakalan nikahin dia. Lagian Syaqib sayang banget sama dia, kami berteman udah dari kelas satu, berarti hampir 7 tahun sekarang. Jadi gak akan semudah itu bagi Syaqib buat nerima orang lain."
Bersamaan dengan itu, tampak Umi Syaqib yang menghela napas berat. Kecewa bercampur prustasi sepertinya.
"Ya Allah, Syaqib! Padahal baru kali ini Umi minta sesuatu dari kamu, dan ini pun demi kebaikan kamu. Selama ini, kamu minta mobil, Umi belikan. Kamu minta motor, Umi belikan. Kamu minta ini-itu, Umi turuti. Tapi apa balasan kamu sama Umi!"
"Mi, perihal pasangan itu hal yang beda, apalagi ini pasangan seumur hidup. Apa Umi tega lihat batin anak Umi sendiri tersiksa seumur hid....."
"Umi gak mau tau, Syaqib! Kali ini Umi benar-benar harus egois sama kamu, cuma kamu satu-satunya anak Umi, tentu Umi menginginkan yang terbaik buat kamu. Dan Selia lah yang yang akan menjadi pelengkap hidup kamu itu."
"Malam ini kamu harus siap-siap, Selia dan keluarganya akan datang berkunjung ke rumah ini, sekaligus membahas soal perjodohan kalian. Umi berharap besar, kamu tidak akan mengecewakan Umi sama Abi."
Srep
Syaqib berlalu begitu saja dari hadapan Uminya tanpa sepatah kata pun, tanpa menanggapi lontaran terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]
Teen FictionTidak Follow, tidak usah Baca!!! Bagaimana jadinya ketika cewek penggila cowok korea (Oppa korea) tiba-tiba terpikat ketampanan anak Kyai? Dari yang kesehariannya meneriakkan "Oppa", berubah menjadi teriakan "Gus" Sebenarnya mustahil terdengar, dari...