Chapter 49

4.9K 616 162
                                    

Pagi kian menyapa, surya pun turut membentang di cakrawala timur sana. Membuat penduduk bumi semangat memulai hari. Hmm, namun tidak dengan Gus muda ini, serasa dunianya sudah setengah hancur sekarang. Pukul 9 pagi, ini adalah hari kedua Saras berada di rumah sakit. Kondisinya sedikitpun tak ada memperlihatkan tanda-tanda membaik, monitor jantung di ruangannya masih tetap terdeteksi lemah, matanya masih tertutup rapat, dan seluruh badannya kian memucat.

Di ruangan rawat itu terlihat Adwan yang duduk setia menemani istrinya, seraya menidurkan kepalanya di sisa ranjang sebelah istrinya. Dengan setia ia mengusap-usap lembut tangan Saras, disertai pipi basahnya. Terlihat jelas jika ia sangat merindukan istrinya itu.

Semalaman ini Adwan sendirian menjagai Saras di ruangan, sengaja ia meminta hal itu kepada keluarganya. Bukan apa-apa, ia hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu berdua dengan istrinya. Dan di pagi ini seluruh keluarga sedang mengisi perut di kantin rumah sakit, karena mereka sama sekali belum makan apa-apa sedari siang semalam. Mereka sempat mengajak Adwan, dan biar Saras dititip sebentar ke perawat. Dengan mantap Adwan menolak mentah ajakan itu, padahal ia juga belum makan apa-apa sedari siang semalam. Hmm, rasa sakit hatinya benar-benar mengalihkan semuanya. Dan yang lebih parahnya, ia sama sekali belum tahu jika seluruh alat bantu pernapasan Saras akan dilepas siang ini. Sengaja orang tuanya tidak memberitahunya karena mereka berpikir bahwa ia akan memahaminya.

Tap

Adwan bangun dari posisi kepalanya yang ia tidurkan di sebelah Saras. Duduk tegak menatap istrinnya.

"Sayang, subuh tadi kenapa kamu gak bangunin aku. Biasanya kan kamu selalu ribut kalau aku gak bangun."

"Sayang, kamu kenapa gak bangun. Biasanya jam segini udah mandi."

"Hmm, sakit ya Sayang, makanya gak mau bangun. Yaudah, kalau gitu aku lap badan kamu pakai tisu basah aja ya. Aku tau, pasti kamu risih kan karena belum mandi dari semalam."

Dengan langkah yang terlihat rapuh, Adwan berjalan mengambil tisu basah yang memang tersedia di atas meja di ruangan itu.

"Mandinya besok aja ya Sayang kalau udah sembuh, sekarang dilap-lap dulu badan istri aku yang cantik," Adwan bicara sendirian sembari mengusapi tangan Saras dengan tisu basah itu. Ia mengembangkan senyumnya, namun senyum itu benar-benar terlihat getir. Bagaimana tidak getir jika ia tersenyum ditemani air mata yang  berjatuhan.

~ Sekitar 5 menit, Adwan sudah selesai melap seluruh tubuh Saras. Dan lagi-lagi ia memasang senyum getirnya seraya menatap intens wajah yang terbaring tanpa daya itu.

"Cantik banget istri aku, mau cium gak Sayang?"

"Mau? Oke, aku cium di pipi ya Sayang"

"Cup" Adwan mencium lembut pipi itu. Dan pipi Saras basah sepenuhnya ulah air mata suaminya.

"Udah Sayang" ia lanjut berdiri, menyudahi ciumannya. Lalu, menatap istrinya lagi tanpa jeda.

"Eum, kamu mau peluk gak Sayang?"

"Mau dong, iya kan Sayang? Biasanya juga kita peluk hampir seharian."

Adwan langsung memeluk istrinya dengan hati-hati, mengingat seluruh tubuhnya terpasang selang-selang medis.

"Wangi banget istri aku walaupun sakit," jelas terdengr jika suara Adwan bergetar menahan sesak. Setelah itu, ia langsung berdiri kembali. Takut juga jika istrinya merasa terbebani.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang