Chapter 51

5.1K 553 57
                                    

1 Hari setelah Saras sadarkan diri dari komanya. Kondisi vital tubuhnya terus menunjukkan kemajuan, bahkan seluruh selang-selang medis di tubuhnya sudah dilepas, dan tersisa selang infus saja.

Jarum pendek menunjuk di angka 16.00 WIB. Adzan Ashar terlewat sedari satu jam tadi. Di ruang rawat Saras terlihat amat sepi, tentu saja, karena disitu hanya ada Saras dan Adwan. Iya, Adwan yang sedari tadi malam tidak pernah berhenti menangis, seraya menidurkan kepalanya di sisa ranjang sebelah Saras, memeluknya dengan erat. Hmm, terlihat seperti anak kecil yang tidak mau lepas dari ibunya. Bahkan seluruh anggota keluarga merasa tak enak berada di ruangan itu ulah Adwan yang bersikap lebih ke manja, bukan sedih.

"Chagi, udah dong nangisnya, nanti kamu sakit loh" ucap Saras dengan suara yang terdengar masih lemah, sambil mengusap pelan kepala Adwan yang ada di sebelah ranjangnya.

"Aku gak nangis kok Sayang, ini cuma ungkapan rasa bahagia aku aja."

"Gak nangis gimana coba maksudnya, udah dari tadi malam loh Chagi."

"Aku takut, Sayang," suara Adwan terdengar parau, sambil tetap menidurkan kepalanya di sebelah Saras.

"Aku juga takut Chagi, takut banget. Aku takut kalau aku gak bisa peluk kamu lagi, aku takut kalau aku gak bisa cium kamu lagi. Dan yang lebih aku takutkan adalah kalau ada orang yang bakalan gantikan posisi aku buat peluk sama cium kamu tiap hari."

"Gak ada!" semprot Adwan dengan bibir mengerucutnya, seketika langsung bangun menatap Saras.

"Aku gak sudi disentuh wanita lain selain ibu sama istri aku yang paling cantik sedunia ini." tambah Adwan.

Kekehan senyum di wajah Saras datang menyapa "Aku gak yakin Chagi. Semisal aku pergi, kamu kan masih muda. Mana mungkin tahan sendirian seumur hidup."

"Ish, Sayang. Jangan ngomong gitu kenapa!" Adwan menggerutu dengan rengekannya. Istrinya yang sakit, tapi kenapa malah ia yang harus diperhatikan lebih.

"Kamu gak tau seberapa takutnya aku ditinggalin kamu. Aku bahkan merasa seperti gak hidup selama kamu gak sadarkan diri kemarin." sambung Adwan dengan wajahnya yang mulai serius.

"Aku tau kok Chagi, makanya aku berjuang buat bangun lagi, buat peluk kamu lagi, buat cium kamu lagi."

"Aku sayang banget Ras sama kamu, lebih dari apapun."

"Mau cium gak Sayang? Kan dari tadi malam belum cium." tambah Adwan.

"Mau Chagi, tapi ciumnya di mata aku ya biar aku pejamin nanti."

"Kok di mata Sayang? Biasanya kan di pipi atau nggak kening."

"Biar dia gak pejam-pejam lagi Chagi, aku gak mau dia buat kamu sedih lagi gara-gara gak mau kebuka kayak kemarin."

Sungguh, Adwan tak tahu lagi harus membalas apa jika Saras berlontar demikian.

"Oke Sayang, kalau gitu aku cium ya biar dia gak jahat lagi sama istri aku."

Cup

Ciuman Adwan mendarat di sebelah kanan kelopak mata Saras.

"Satu lagi Chagi."

"Oke Sayang."

Cup

Ciuman Adwan mendarat di kelopak mata Saras yang sebelahnya lagi.

Ceklek

Suara pintu yang terbuka pelan.

"Bisa-bisanya anak itu belum makan dari semal....."

Srep

Dumelan ibu Adwan langsung berhenti, dan matanya kian membulat tatkala melihat Adwan yang sedang mencium Saras, padahal hanya cium di matanya saja.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang