Chapter 44

5.3K 559 93
                                    

Mentari pagi menyapa riang, kicauan burung bersahut merdu. Sinar tajam arunika menelusup tajam ventilasi jendela, menciptakan suasana hangat di sepengisian ruang kamar. Jarum pendek menunjuk di angka 09.00. Di teras rumah nan megah, terlihat Adwan yang berdiri menyambut beberapa orang di hadapannya. Mereka semua terlihat begitu akrab.

"Pagii Guss, kami cepat kan datangnya?"

"Haha, iya Qib. Aku pikir sekitaran jam 10 tadi. Tapi gak masalah, aku senang. Dan ada juga beberapa hal yang memang mau aku ceritain sama kalian,"

"Hah?! Cerita apa Gus?"

"Kita duduk dulu deh mending, baru aku lanjut cerita."

"Kita duduk di teras ini aja yok Wan, enak buat menikmati suasana pagi," Aidan menimpali, sembari menggendong Ahtar.

"Oh iya, boleh. Yaudah, ayo duduk."

Pun, mereka semua mengambil posisi duduk di bangku teras yang tersedia.

"Emang apa Gus yang terjadi? Sebenarnya aku juga ngerasa aneh dapat ajakan main ke rumah ini di jam 7 pagi tadi. Cuma ya aku abaikan aja, barang kali Gus kangen, pikirku," Syaqib memperdalam topik bahasan.

"Iya Gus, kenapa sih?" susul Fauzan.

"Gini, tadi malam Saras nangis, sampai mau pulang,"

"Hah?!!" reaksi tak terjelaskan dari tiga sahabat Adwan. Ditambah juga Ahtar yang ikut melotot keheranan.

"Kok bisa, kalian berantam?" tanya Aidan langsung menyambar.

"Bukan gitu, tadi malam Kakek berkunjung ke rumah ini, terus dia juga bawa teman-temannya. Yang dimana teman-teman dari Kakek ini bawa cucu perempuan masing-masing, yang kebetulan perempuan-perempuan itu adalah murid mengaji Kakek, dengan status mereka yang juga Ning. Singkat cerita, Kakek nyuruh aku nikah sama salah satu Ning tadi. Katanya buat memperluas garis status keluarga. Ya Saras nangis lah. Kalian tau sendiri kan istri aku gimana orangnya."

"Hah?! Wah parah!! S-saras nangis di depan Kakek, Wan?"

"Bukan, dia permisi mau ke kamar mandi katanya, eh taunya malah menuju gerbang mau pulang. Ya aku was-was dong, terus aku susul langsung. Dan benar, aku dapati dia udah nangis, minta pulang."

"Ya Allah!! Terus...terus?!"

"Aku gendong paksa Saras ke kamar. Terus, aku minta tolong Ibu buat kasih tau Kakek dan temannya kalau aku sama Saras gak bisa ngelanjutin acara malam itu."

"Ya Allah!! Kasihan banget Neng Saras. Pasti dia takut banget tadi malam."

"Iya Qib, aku juga sampai gak bisa tidur semalaman. Rasanya sakit banget lihat matanya yang bengkak gara-gara nangis."

"Saras bilang apa Gus sama kamu?" Fauzan menimpali.

Terlihat Adwan yang menghela napas panjang "Dia minta aku buat jangan nikah lagi, aku cuma punya dia katanya."

"Lawan Kakek Wan, perjuangkan Saras," Aidan buka suara.

"Benar tuh Gus, aku juga gak sudi ada perempuan lain yang menemani Gus selain Saras." susul Syaqib.

"Iya, aku juga mikirnya gitu kok. Sekalipun Kakek marah nantinya, aku siap buat nerima kemarahannya. Aku cuma butuh Saras di samping aku."

"Semangat Gus, kami selalu siap membantu." Syaqib melebarkan senyumnya ke Adwan.

"Oh iya, aku ngundang kalian kesini buat makan loh. Kalian belum makan kan?" Adwan mengalihkan pembicaraan.

"Loh! Gimana ini, aku udah terlanjur makan di jam 8 tadi." tanggap Syaqib.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang