Chapter 13

7K 685 86
                                    

Bogor kini, 04.15 wib

Ash-shalaatu was-salaamu ‘alaiyk

Yaa imaamal mujaahidiin yaa Rasuulallaah

Ash-shalaatu was-salaamu ‘alaaik

Yaa naashiral hudaa yaa khayra khalqillaah

Sapaan tarhim subuh meliuk merdu di telinga.

"Gus, gak ikut ke masjid?" Syaqib menyentuh pelan bahu Adwan yang tidur menyamping menghadap dinding. Ya, Syaqib, Fauzan, dan Aidan kini sudah rapi hendak sholat berjamaah ke masjid. Padahal di hari-hari sebelumnya Adwan yang selalu membangunkan mereka untuk sholat subuh, tapi kali ini ia kenapa? Apa karena Saras. Hmm, memang benar jika tiga hal penghancur laki-laki adalah Harta, Tahta, Wanita.

"Gus, ikut gak?" tanyanya lagi.

"Kalian saja yang pergi," suara Adwan terdengar parau, bukan berat. Padahal biasanya suara orang bangun tidur adalah berat. Apa iya dia tidak tidur semalaman?

"Yaudah deh Gus, tapi jangan lupa sholat ya. Kami pergi nih."

Adwan mengangguk pelan tanpa menatap. Pun, ketiga sahabatnya langsung beranjak ke masjid.

Setelah tiga sahabatnya berlalu, ia bangun dari tempat tidurnya. Ah yang benar saja! Matanya kian memerah dan menyipit ulah bengkak. Sedalam itukah perasaannya ke Saras?

Berlalu 10 menit, Adwan sudah rapi dengan sarung dan kaos oblongnya. Sudah mandi juga. Kini ia hendak melaksanakan sholat sunah fajar, karena Adzan baru saja selesai dikumandangkan.

Selesai dengan sholat fajarnya. Tepat, iqamah di masjid pun terdengar. Buru-buru ia berdiri untuk melaksanakan sholat subuh.

20 menit setelah itu, ia merapikan kembali sajadahnya, melipat sarungnya. Lalu menjumpai kasurnya lagi. Menutup seluruh tubuh dengan kurungan selimut, seperti enggan hidup.

***
Jamaah subuh sudah selesai, satu-persatu warga ponpes berpulangan dari masjid, masjid khusus ponpes mereka. Di shaf depan ada Kyai Bram Ashari bersama Ustadz Jidan, Ustadz gaul favorit para Kang Santri. Dan di sebelah mereka ada Syaqib, Aidan, dan Fauzan yang juga mengobrol santai.

"Aidan, sepupu kamu mana?" Kyai Ashari alias Ayah Adwan bertanya tiba-tiba. Ternyata sudah sedari tadi ia memperhatikan formasi circle yang tidak lengkap itu, 4 sekawan.

Aidan menoleh sedikit kaget "Oh! Itu, Paman. Adwan lagi gak enak badan."

"Tidak enak badan? Kenapa Aidan tidak memberitahukannya ke Paman?"

"Ah i-itu, Paman. Adwan cuma pusing aja katanya tadi."

"Yasudah. Nanti kalau ada apa-apa, kalian jangan mendiamkannya."

"I-iya Paman, siap."

Kyai Ashari menyudahi selidiknya, dan lanjut mengobrol dengan Ustadz Jidan. Pun, tiga orang itu memutuskan untuk kembali ke asrama.

Aidan dan Fauzan berdiri cepat, melangkah buru-buru.

"Eh Chagi, tunggu!" cegat Syaqib meniru Saras

Srep

Sarung Aidan melorot ulah tangan Syaqib. Ya, niatnya ingin berdiri tadi, tapi tak sengaja tenaga dalamnya men-dzalimi sarung Aidan.

Saranghaeyo, Gus Tampan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang