Sebenarnya pengen nunggu sepuluh komen di chapter sebelumnya...
😔😔Tapi aku juga ngga mau ngecewain yang sudah nunggu..
Untuk saat ini aku bisa janji dua tau tiga kali seminggu ya..
Plis dukung dengan bintang dan komen ya..
Luv 💜
.
.
.
.
.
.Hana masuk ke ruangan meeting yang kini difungsikan sebagai posko proyek iklan. Dari luar ia sudah menenangkan degupan jantungnya, karena akan bertemu lagi dengan Dika. Ia berharap proyek ini segera berakhir.
Dua hari lagi.
Baiklah dua hari lagi, semua akan berjalan seperti biasa lagi. Ia dengan hidup barunya ditempat ini.Hana membuka pintu dan ketika matanya menangkap sesuatu yang berbeda. Raut wajahnya sedikit heran, mengapa Kedatangannya kali ini dilihat oleh seluruh pasang mata diruangan itu?.
Belum sempat ia membuka mulutnya untuk menyapa tiba tiba sebuah suara memecah keheningan.
"Naah...ini dia yang kita tunggu..." Budi yang terlebih dahulu mengeluarkan suaranya.
Hana menoleh ke arah Budi dengan cengiran khasnya dengqn posisi badan yang membungkuk disebelah Dika yang terlihat sibuk dengan laptopnya.
"Bu Hana...ternyata sunrise dari Rumah Puncak Tujuh itu lebih bagus, saya akan lebih mudah menangkap scene nya.." Lanjut Budi.
Hana terdiam, Rumah Puncak Tujuh?.
Tidak mungkin ini terjadi. Hana meskipun kuatir dengan keberadaan Deasy, tapi pertemuan kedua orang itu bisa dihindari karena rumah puncak Tujuh sangat private dan punya fasilitas lengkap.
"Bagaimana Bu Hana? Kami bisa dapat akses Kesana?" Kali ini Eko yang bertanya.
Hana menelan ludah. Wajahnya ia usahakan sedatar mungkin.
"Hmm..tidak bisa, lokasi itu sudah di booking sampai lusa.." Hana Berusaha tetap tenang.
"Sebentar saja bu, hanya moment sunrise saja...dan hanya beberapa kru saja, tidak full team.." Kini Eko yang berbicara dan Hana bisa menangkap nada memaksa disana.
"Tidak bisa, tamu kami menginginkan privasi..." Tegas Hana tak mau terintimidasi dengan Eko.
Tiba tiba pintu ruangan meeting terbuka. Dan muncul wajah Aldogera disana.
"Halo semua..
Semoga saya tidak menganggu...bagaimana proyeknya sejauh ini? ada kendala?"
Ujarnya ramah. Wajah ceria itu sedikit meredakan suasana yang mendadak tinggi akibat penolakan dari Hana."Kami mau ambil gambar dari Lokasi Rumah Puncak Tujuh Pak...tapi kata Bu Hana lokasi itu sudah booking..."
Jawab Eko dan Hana bisa kembali mendengar nada tidak senang dari pria itu."Oh...iya...sedang ada tamu yang menginap disana, tapi sebentar saya coba hubungi dia, kebetulan itu teman saya..."
"Jangan Pak! Tidak Bisa!" Hana segera tersadar, ia terlalu cepat menolak dan suaranya terdengar panik. Semua mata memandang ke Arahnya.
Bahkan Dika yang sedari tadi berusaha tidak melakukan kontak mata juga ikut melihat ke arahnya.
"Mengapa Bu Hana terlihat ingin mempersulit kami?" Eko terlihat tidak suka. Ia menganggap Hana tidak bisa bekerjasama.
"Sa-saya tidak bermaksud demikian, kami punya aturan yang jelas, tamu memilih lokasi itu karena privasi dan kami akan memenuhi hal itu..." Hana semakin gugup karena nada intimidasi dari Eko. Sial ia merasa seperti maling yang ketangkap basah.
"Sudah...ngga apa apa saya telpon Gading, nah ini..sudah tersambung maaf saya keluar dulu...." Aldo keluar dari ruangan untuk menghubungi Gilang.
Hana memijit pelipisnya yang kini terasa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak yang Tak Hilang (TAMAT)
Romance10 hari menjelang moment paling indah, harus berakhir. Bisa dibayangkan sakitnya? Tentu tidak... Tidak ada yang sanggup Tapi Hana sanggup, meskipun harus mendebu... Cinta adalah bahagia ketika yang kaucinta Bahagia. Itu egois, karena itu hanya b...