Bab 52

44.5K 6.9K 448
                                    

Nggak tau gimana, wp yang aku nggak bisa ngebaca komenan...kalian gitu nggak si? Apa cuman yang aku doang ni...Buat kalian juga, maaf aku nggak bisa dulu buat balas Komentar kalian.. soalnya ya itu alasannya di atas. hehe

➷Happy Reading➹

❀❀❀

Membuka mata perlahan, gadis itu memijat pelipisnya yang terasa sedikit pusing. Kemudian merentangkan kedua tangannya sambil menguap lebar.

"Novel siapa ini?"

Menepuk keningnya ketika mengingat sesuatu," Ini 'kan novel kemaren yang gue temuin di jalan itu."

Tidak lama dahi dia berkerut ketika menemukan dua novel sekaligus, bukannya waktu kemaren dia hanya menemukan satu. Namun, kenapa menjadi ada dua. Sangat aneh sekali.

Luna mengambil novel yang tidak dia kenali itu. Lagi-lagi dahi dia berkerut ketika membaca judul buku itu.

"Aluna? Ananta dan Luna." Luna mengedikkan bahunya, segera dia membaca blurb novel itu.

"Kenapa nama ceweknya persis kayak nama gue banget ya? Mana ini novel cerita transmigrasi lagi. "

Karena penasaran, Luna membaca sedikit dibagian belakang novel itu.

"Lho, ceweknya meninggal?" Ketika Luna membaca bagian dimana pemeran cewek yang mirip sekali nama dengannya meninggal akibat tertembak.

"Parah banget tuh si Arga sampe nembak segala. Mana kasian lagi pas mau nikah banget."

Luna kembali melanjutkan membacanya, karena penasaran apa yang terjadi setelah itu. Mata dia mulai berkaca-kaca ketika membaca cerita itu, ketika kedua pemeran utamanya yang akan menikah gagal karena salah satu pengantinnya meninggal.

"Kasian banget si Ezriel ditinggal mati sama tu cewek di hari pernikahannya. Gue tebak pasti cowok itu depresi."

Luna membulatkan kedua matanya ketika matanya tidak sengaja melihat jam dinding.

"Sialan! Gue telat sekolah!"

Luna melempar buku novel itu asal, lalu tergesa-gesa untuk turun dan berjalan kearah kamar mandi. Dia sepertinya akan melanjutkan membaca novel itu ketika sudah pulang bekerja saja. Memang dia setelah pulang sekolah itu langsung bekerja di cafe.

🐬🐬🐬

Ezriel datang berpakaian serba hitam sambil membawa bucket bunga. Dia berjongkok dan menatap sebuah gundukan tanah baru itu dengan wajah tanpa ekpresi. Dia memang sengaja datang terakhir.

"Aku lagi-lagi gagal jagain kamu."

Ezriel menatap lamat-lamat batu nisan yang tertera nama 'Ananta Sky Fernandez'. Nafas dia tercekat ketika mengingat tubuh Ananta yang dingin dan sudah tidak bernyawa.

"Kamu adalah orang pertama yang membuat aku jatuh cinta, dan kamu orang pertama juga yang membuat hati aku sakit dan hancur sekaligus."

"Kehadiran kamu itu adalah anugerah buat aku, sekarang kamu pergi buat selamanya. Hati aku sesak, sakit dan hancur." Ezriel memegang dadanya yang sakit. Bahkan bernafas saja rasanya sangat sesak dan menyakitkan.

"Baru ditinggalkan satu hari aja rasanya sakit sekali, apalagi kalo hari-hari selanjutnya tanpa kamu." Ezriel terkekeh kecil, namun matanya sudah mulai berkaca-kaca.

Setetes demi tetes air mata berjatuhan, "Kamu bahkan pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu." Ujarnya sambil tersenyum miris.

"Aku bahkan juga nggak tahu harus mengucapkan kata perpisahan seperti apa. Ini semuanya terlalu mendadak. " Air mata mengalir dari pelupuk mata Ezriel. Dia hancur dan sedih. Bahkan setelah ini dia tidak tahu harus melakukan apa lagi.

Ezriel terisak pelan, dia menghapus sudut mata ketika air mata yang terus mengalir.

"Aku masih nggak nyangka kamu pergi secepat ini. Padahal rasanya kita baru bertemu kemarin, namun sekarang kamu sudah pergi..."

"...Pergi jauh. Pergi ke tempat yang nggak akan pernah bisa aku gapai dan raih." Lirih Ezriel dengan pelan.

Ezriel memeluk batu nisan sambil terisak. Dia masih tidak menyangka Ananta sudah pergi. Padahal kemarin dia masih melihat wajah, senyum, tawa dan juga tingkah Ananta.

Dia masih ingat ketika Ananta yang selalu bertingkah di luar nalar, dan dia bahkan masih ingat ketika Ananta menggombal receh kepadanya. Semua kenangan bersama Ananta berputar bagaikan kaset di kepalanya.

"Aku nggak tahu harus ngapain lagi."

Ezriel memejamkan mata sebentar dan memeluk batu nisan itu erat, "Kamu adalah separuh jiwaku dan sekarang bagaimana aku bisa hidup tanpa kamu."

Ezriel menangis sesenggukan, dia tidak tahu sudah berapa kali menangis karena Ananta. Dia selama ini memang menangis hanya karena Ananta, gadisnya. Kalau masa kecil jangan ditanya.

Ezriel terkekeh kecil ketika melupakan bucket bunga yang masih dia pegang. Dia menyimpan bucket bunga itu di gundukan tanah.

"Kamu ingat? Kamu pernah bilang jangan pernah lupain aku. Dan sekarang giliran aku yang harus mengatakan itu."

"Bunga ini sebagai lambang bahwa aku janji nggak akan pernah lupain kamu, dan sebagai lambang bahwa kenangan yang pernah kita buat berdua tidak akan pernah aku lupakan selamanya."

Bunga yang dibawa oleh Ezriel adalah bunga forget-me-not. Persis seperti nama bunga itu, maka bunga itu memiliki arti 'jangan lupakan aku' atau bisa dibilang 'kenangan cinta sejati'.

"Dan ini..." Ezriel mengeluarkan cincin pernikahan yang bahkan belum dia sematkan di jari Ananta.

"...Ini cincin pernikahan kita." Ezriel menyimpan cincin pernikahan mereka di atas gundukan tanah.

"Semua rencana yang kita inginkan sudah hancur terlebih dahulu. Kamu beneran ninggalin aku buat selama nya."

"Semoga, kita bisa bertemu lagi. Baik di kehidupan selanjutnya ataupun bukan. Maka dari itu, tolong jangan pernah lupain aku bagaimanapun caranya. Seperti makna bunga barusan yang aku bawa."

Ezriel menatap lamat batu nisan sambil mengelusnya, "Aku akan tetap mencintaimu walau kita beda dunia sekalipun."

"Semoga kamu bahagia dan tunggulah aku disana juga."

Ezriel kembali memejamkan mata sebentar dan memeluk erat batu nisan itu.

"Selamat jalan, dan selamat tinggal..."

"...Laluna."

Figuran Novel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang