BAB 10 : Horor

74.2K 8.6K 440
                                    

Jangan lupa follow, vote, komen dan share😘

***

Setelah perbincangan di balkon yang menghabiskan waktu cukup lama, bukannya langsung tidur karena besok sudah hari senin Mahasa malah meminta Kinanti untuk menemaninya makan malam. Mau tidak mau Kinanti mengikuti permintaan suaminya.

“Dulu aku pas jaman-jaman masih ngekos sering banget beli soto ini. Harganya murah terus rasanya juga enak banget,” ujar Kinanti setelah memanaskan soto untuk disantap oleh Mahasa.

Di ruangan yang luas ini hanya ada mereka berdua saja mungkin seluruh asisten rumah tangganya sudah beristirahat kecuali security yang berjaga di depan.

Kalau saja Kinanti tidak bersuara ruangan ini akan terasa sangat hening seolah tidak ada penghuni sama sekali apalagi lampu di beberapa ruangan dibiarkan temaram. Kesan mistis rumah yang megah ini benar-benar sangat terasa seperti rumah-rumah yang ada di film horor. Kadang kala ada saat dimana Kinanti tidak berani menginjakkan kakinya ke lantai satu ini ketika dipertengahan malam. Dia takut menjumpai hal-hal yang tidak sepatutnya dilihat oleh mata.

“Mas?” panggil Kinanti.

Mahasa yang tengah mengunyah makanannya tentu saja tidak menjawab.

Kinanti yang duduk di samping Mahasa lantas sedikit mengguncang bahu suaminya.

“Mas Maha, suamiku, ATM berjalanku,” panggilnya dengan lembut disertai guyonan.

Seharusnya Mahasa tertawa atau menanggapi panggilan itu dengan candaan. Tapi ayah satu anak itu malah menatap Kinanti dengan sorot mata tajamnya. Sepertinya Mahasa tidak menyukai julukan yang diberikan istrinya.

Kinanti menyengir seraya mengusap-usap punggung Mahasa dengan maksud supaya suaminya sedikit sabar tidak marah-marah terus. Dan terbukti, Mahasa kembali melanjutkan kegiatannya.

“Mas, kali ini aku serius,”

Mahasa tetap tidak menyahut.

“Aku kayaknya kurang nyaman deh sama lukisan itu,” tunjuk Kinanti ke arah lukisan ratu pantai selatan yang berukuran cukup besar terpampang di ruang makan. Entah kenapa dia selalu merasakan kalau lukisan itu hidup dan selalu menatapnya.

Bahkan selama makan di tempat ini dia selalu memilih tempat duduk yang membelakangi lukisan itu.

Kinanti sendiri tidak tau siapa yang memiliki ide untuk menaruh banyak lukisan dan guci-guci besar di rumah ini sehingga semakin memberikan kesan yang sangat mistis tidak hanya dari tampilan luarnya saja. Apakah ide mantan istri Mahasa?

“Boleh gak sih aku nyingkirin lukisan itu atau ngubah isi rumah ini jadi lebih aesthetic? Biar kesan horornya hilang gitu. Bahkan asisten aku aja gak betah nginep di sini katanya di kamar tamu sebelah kayak ada orang padahal kan kosong.”

Setelah mengatakan hal itu tiba-tiba saja di ruangan lain terdengar seperti ada barang yang terjatuh. Seketika Kinanti langsung menjerit dan mencengkeram tangan Mahasa.

“Mas Maha!” pekiknya dengan mata yang dia tutup paksa.

Terdengar decakan bibir dari Mahasa, laki-laki itu terkejut bukan karena mendengar benda jatuh melainkan pekikan nyaring dari Kinanti yang duduk di sebelahnya.

“Udah, paling juga tikus.” Mahasa berusaha melepaskan tangan Kinanti namun malah semakin kuat mencengkeramnya.

“Rumah segede gini bukannya dibiarin semua lampu nyala malah diredupin, kayak gak mampu bayar listrik aja,” Kinanti malah mengomel saking takutnya. Dia bahkan tidak berani melihat ke sekeliling area rumah karena ada beberapa spot yang benar-benar tidak terkena cahaya.

Miss Rempong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang