BAB 14 : Argumen

84.1K 9.8K 1.1K
                                    

Jangan lupa follow, vote, komen dan share ya 🌻

***

“Aduh, Mar, gawat.” Berkali-kali Kinanti mengeluhkan hal yang sama semenjak Mahasa memutuskan sambungan telponnya.

Sedari tadi dia duduk, berdiri mondar-mandir lalu duduk lagi layaknya orang yang tengah dilanda kecemasan sampai membuat Amar pusing sendiri melihatnya.

Berkali-kali Kinanti mencoba menghubungi Mahasa namun tidak juga diangkat, jangankan telpon, pesan saja tidak dibaca. Suaminya ini memang benar-benar tidak asik dan mungkin kedepannya akan membuat Kinanti kapok untuk tidak mengerjainya lagi.

“Salah lo sendiri, Cong. Pake iseng segala,” sahut Amar yang tengah rebahan di sofa seraya memainkan handphone.

Harusnya sekarang mereka tengah memanfaatkan layanan yang diberikan oleh Villa ini salah satunya treatment spa tapi semuanya dibatalkan gara-gara Kinanti yang pikirannya sedang tidak tenang.

Mahasa bisa melakukan apapun dengan satu jentikan jari, jadi bukan hal yang mustahil kalau perkataannya beberapa waktu yang lalu benar-benar direalisasikan. Bisa jadi kalau Kinanti membangkang dan tetap melanjutkan liburannya, surat gugatan cerai dilayangkan oleh Mahasa atau bahkan hal yang lebih buruknya lagi dia diboikot dari seluruh saluran televisi.

Setelah bosan mondar-mandir Kinanti akhirnya memilih untuk duduk kembali. Berkali-kali dia melihat ke arah handphonenya lalu menghela nafas. Belum juga 24 jam dirinya menikmati waktu liburan malah sudah dirundung masalah saja.

“Ya udah sih, bawa santai aja. Kalau pun besok harus pulang ya tinggal pulang. Mending sekarang nikmati waktu yang ada, pergi ke bar misalnya,” sahut sang manajer, Nike, yang muncul dari arah pantry seraya mengunyah satu buah apel.

Kinanti yang mendengar itu tentu saja langsung mendelik tidak suka.

“Yang ada bukan disuruh pulang lagi, tapi disuruh angkat kaki dari rumah.”

“Serem juga ya, Wak, kewong sama orang yang punya power. Jadi gak bebas mau ngapa-ngapain.” Seperti biasa dengan nada ngondeknya Amar menyahut.

Kinanti meremas rambutnya. “Ah gak tau lah, pusing.” Lantas dia beranjak pergi ke dalam kamarnya. Di sana terdapat Megan yang tengah tertidur cukup pulas.

Andai saja Megan sudah bangun pasti Kinanti akan meminta bantuannya untuk membujuk Mahasa atau sekedar mengangkat telpon dan mendengarkan penjelasannya.

Kinanti memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di samping Megan dan sejenak memejamkan mata hingga pada akhirnya dia ketiduran.

Tepat pada pukul lima sore di saat langit sudah berwana orange hingga cahayanya menerobos masuk ke dalam kamar, Kinanti yang saat ini sudah tidur sendirian dibangunkan oleh Amar dengan cukup heboh.

Berkali-kali laki-laki kemayu itu mengguncang bahu bosnya agar segera bangun karena dia baru saja mendapat berita yang mungkin akan membuat Kinanti marah.

“Heh bencong, bangun buruan deh,” panggil Amar dengan gemas karena Kinanti malah menepis tangannya.

“Mar, bisa diem gak sih? Ganggu aja,” protes Kinanti dengan mata yang masih tertutup. Bukannya langsung bangun, dia malah membelakangi Amar dan menutup wajahnya dengan selimut.

Amar terdengar berdecak. “Bisa-bisanya ya lo tidur nyenyak sedangkan laki lo lagi masuk ke hot news.”

Mendengar suaminya dibawa-bawa seketika membuat Kinanti langsung menyembulkan wajahnya dari balik selimut.

Miss Rempong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang