BAB 28 : Posesif?

94.4K 10.8K 636
                                    

Haiii haiii haiii, jangan lupa follow, vote, komen dan share yaaaa 🌻🌻

***

“Sudah, Bu. Kalau Megan tidak mau, tidak apa-apa tidak usah dipaksakan. Saya mengerti, namanya juga anak-anak kalau liat orang yang disayangnya sakit pasti ikut sedih dan khawatir,” ujar wali kelas Megan dengan ramah di seberang sana setelah Kinanti beberapa saat yang lalu meminta izin kalau Megan tidak dapat menghadiri family gathering.

Kinanti tersenyum dengan sedikit ringisan. Kalau Megan tetap mau ikut ia bisa pergi bersama om, tante, bahkan neneknya tanpa harus bersama Mahasa seperti sebelum-sebelumnya. Mungkin benar kata Miss Jeslin kalau Megan masih sangat khawatir dengan kondisi ayahnya padahal kondisi Mahasa sudah jauh lebih baik dibandingkan semalam. Kata dokter Mahasa hanya perlu istirahat penuh dan meminum obatnya secara teratur.

“Ya sudah kalau begitu terimakasih Miss atas pengertiannya.”

“Baik, Bu, sama-sama. Semoga Bapak lekas pulih ya, Bu?”

“Iya, Miss. Terimakasih banyak.”

Setelah dirasa cukup untuk berbasa basi lantas Kinanti menutup sambungan teleponnya lalu kembali masuk ke dalam ruangan Mahasa yang di dalamnya sudah ada ibu mertua.

Semenjak kedatangan Widya di pagi hari ini keduanya belum sempat berbincang banyak karena Kinanti harus segera menghubungi wali kelas Megan.

Widya menatap Kinanti dengan delikan tajam. Seolah diberikan sinyal Kinanti segera bersiap-siap untuk menulikan pendengarannya dan melapangkan dada ketika kata-kata yang sudah pasti penuh dengan belati itu meluncur mulus dari bibir ibu mertuanya.

“Ini gimana sih, masa Mahasa sampai harus dirawat gini? Perasaan dulu gak gini deh.”

Baru saja Kinanti hendak menaruh handphonenya ke dalam tas yang terletak tidak terlalu jauh dari posisi duduk ibu mertuanya, suara bernada sumbang itu sudah terdengar ditelinganya.

“Niat gak sih jadi istri? Fokus utama setelah menikah itu keluarga, bukan karir. Apalagi karir yang nggak seberapa itu.”

Kinanti memejamkan mata. Mencoba untuk tidak terpancing. Semalam ia kurang tidur yang mengakibatkan mood-nya pagi ini kurang baik. Jika ia ikut membuka suara membalas ucapan-ucapan ibu mertuanya bisa-bisa rumah sakit ini menjadi ajang pertengkaran antara menantu dan mertua.

“Ma ....” Mahasa menegur ibunya. Ia kira sang ibu sudah puas mengeluhkan tentang Kinanti ketika orangnya tidak ada di dalam ruangan ini akan tetapi ternyata ibunya malah semakin berani berbicara dengan blak-blakan bahkan di ruangan ini tidak hanya ada Kinanti melainkan ada Megan serta Mbak Ela juga.

“Kamu juga Mas, yang tegas dong jadi suami, kalau istrimu sudah mulai abai terkait kondisi kesehatan kamu dan Megan harusnya kamu tegur, kalau bisa kasih pilihan antara keluarga atau karir.”

Tampaknya Widya tidak terlalu terpengaruh dengan teguran Mahasa buktinya wanita paruh baya itu masih terus mengeluarkan kalimat yang selalu berhasil melukai hati Kinanti.

“Kayaknya kamu masih belum belajar dari mantan istrimu,” imbuhnya yang kali ini berhasil menyulut emosi Mahasa.

Apalagi ketika laki-laki yang masih duduk di atas ranjang itu mendapat lirikan pedas dari sang istri. Mahasa tidak dapat mengartikan lirikan itu yang jelas ia dapat menduga bahwa saat ini Kinanti tengah terluka akibat ucapan ibunya.

Miss Rempong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang