Kini Ziel tidak lagi berbaring di ranjangnya, tetapi ia sedang duduk dengan bersandar pada kepala ranjang. Tadi Ziel mengatakan kalau dirinya haus, jadilah William mendudukkan anaknya dan Gracia memberikannya segelas air putih yang sudah berada di nakas samping ranjangnya. Ziel memainkan jari jari tangannya, ia nampak ragu, lalu ia menatap Gracia dan berganti menatap William. Mereka nampak menanti dengan apa yang akan di ceritakan oleh Ziel.
"Dulu Ziel tinggal cendirian, rumahnya kecil, lebih kecil dali kamar ini. Mama jarang pulang ke lumah, dan mama gak pernah mau bicara cama Ziel. Telus ada bibi Ratna juga yang kadang kadang ke rumah dan kasih Ziel makan. Tapi Ziel bocen karena bibi Latna kasih Ziel makan nasi tempe, nasi tahu, nasi telor, nasi kecap sama kerupuk, selalu seperti itu terus. Ziel ingin makan ayam goreng, kata nenek yang tinggal si sebelah lumah ayam goleng itu enak. Tapi bibi Latna gak pernah mau bawain katanya mahal. Ziel pelnah mogok makan, tapi nenek bilang kalau Ziel gak boleh buang buang makanan celagi Ziel bica makan. Kalena nenek udah gak bisa makan dan minum, buat megang benda juga gak bisa..."
"Bang... Emang ada orang bisa bertahan hidup gak makan gak minum, apa lagi udah nenek nenek gitu?" Bisik Sean ke Kelvin, namun Kelvin hanya mengangkat bahunya acuh dan kembali memerhatikan Ziel yang masih bercerita.
"...Ziel tanya ke bibi Latna kenapa nenek itu udah gak bisa makan dan minum, tapi kata bibi Latna gak ada olang yang tinggal di sebelah lumah Ziel. Hanya Ziel yang tinggal di sekitar situ." Lanjut Ziel.
"Nah lho bang, hantu tuh pasti si nenek." Bisik Sean lagi ke Kelvin dan bulu kuduknya sudah merinding.
"Abis itu mama ngajak Ziel pelgi, Ziel seneng banget tapi mama masih diem aja gak mau bicala sama Ziel. Terus kita datang ke rumah becal, mama ninggalin Ziel disana, di rumah paman itu... Hiks..." Tiba tiba Ziel menangis membuat empat orang yang berbeda umur itu kebingungan.
"Baby kenapa sayang? Kenapa menangis?" Tanya Gracia sambil mengusap lembut surai Ziel yang berwarna coklat muda.
"Ziel takut mommy... Hiks..."
Gracia merasa sedih dan senang secara bersamaan. Sedih melihat bungsunya menangis, senang karena si bungsu memanggilnya mommy untuk pertama kali.
"Baby tidak usah takut lagi, disini ada daddy dan ke dua abang mu yang akan melindungi mu. Dan tentu juga ada mommy yang akan menjaga baby Ziel." Seru William dengan lembut, mencoba meyakinkan bungsu mereka kalau ia tidak perlu lagi merasa takut.
"Paman itu galak, Ziel di pukulin sama di cambuk, Ziel takut... Hiks... Hiks... Telus kemalin pelut Ziel kena pecahan guci pas Ziel gak sengaja jatuhin. Paman marah, pipi Ziel di pukulin, terus Ziel jatuh kena pecahan guci, rasanya cakit banget. Telus Ziel di suluh pelgi dari lumah paman pas ulang tahun Ziel. Eyang Ine buatin Ziel ayam goleng, Ziel baru makan dua gigitan tapi paman jatuhin makanan Ziel dan culuh Ziel pelgi. Ziel gak tau harus pelgi kemana, jadinya Ziel jalan telus aja kalau lapel Ziel nyari cisa makanan yang di buang cama olang orang. Ziel juga pelnah ketemu sama kakak baik, dia beliin Ziel makan sama minum." Tutur Ziel menjelaskan, Gracia menangis mendengar cerita Ziel. Ia bahkan memeluk suaminya karena merasa tak tahan. Sementara ke tiga pria Rodriguez menahan emosi dan ingin segera melenyapkan mama kandung Ziel serta paman yang menyakiti Ziel hingga ketakutan seperti ini.
"Siapa nama paman itu?" Tanya Kelvin dengan wajah datarnya.
"Ndak tau..."
"Kalau rumahnya, Ziel inget?" Ziel hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Ziel sayang... Sekarang Ziel gak usah takut lagi ya. Mulai sekarang baby akan tinggal bersama dengan mommy, daddy, dan kedua abang mu ini. Baby akan menjadi bagian dari keluarga kami, dan mulai sekarang nama mu adalah Aziel Rodriguez." Ucap Gracia.
"Rodigos?" Tanya Ziel sambil memiringkan kepalanya, hal itu membuat semua yang melihatnya merasa gemas. Bahkan Sean tak kuasa menahan dan berakhir dengan mencubit gemas ke dua pipi Ziel.
"Rodriguez baby, bukan Rodigos." Timpal Sean membenarkan.
"Iya, Rodigos. Nama Ziel sekarang Aziel Rodigos."
Gracia terkekeh mendengar sang bungsu yang nampak kesulitan menyebutkan nama keluarganya ini. Tak lama kemudian seorang suster datang membawakan bubur untuk Ziel. Awalnya Ziel nampak berbinar melihat bubur tersebut, karena ini kali pertamanya dia melihat bubur dan akan menjadi kali pertamanya dia akan memakan bubur. Gracia menawarkan diri untuk menyuapi Ziel, dan anak tersebut hanya menganggukkan kepalanya cepat merasa tak sabar ingin menikmati makanan yang bernama bubur.
Suapan pertama di terima oleh Ziel dengan senyum merekah, namun beberapa detik kemudian senyuman itu luntur. Sontak Sean ketawa terbahak bahak, karena perubahan expresi Ziel yang sangat lucu.
Ziel ingin memuntahkan bubur yang berada di mulutnya, tapi tangan besar William bergerak cepat menutup mulut kecil tersebut. Ziel melirik ke arah daddy nya dengan mata yang sendu, rasanya hati William meleleh saat ini juga merasa tak tega melihat bungsunya yang nampak sedih, tapi ia harus menguatkan diri, bungsunya harus makan bubur tersebut agar lekas sembuh."Telan, jangan di buang. Habiskan buburnya baby!" Tegas William, Ziel dengan cepat menelan bubur tersebut karena suara William sedikit menakutkan bagi dirinya.
Merasa sudah di telan semua, William melepaskan tangannya dari mulut Ziel dan beralih mengusap lembut kepala Ziel. Sang empu merasa nyaman dengan usapan tersebut, ia memejamkan matanya secara reflek untuk menikmati kehangatan yang menjalar di sekujur tubuhnya.
"Anak pintar." Puji William.
Merasa senang mendapatkan pujian, Ziel kembali tersenyum merekah.
"Kalau Ziel habiskan bubul yang tidak enak ini, apa Ziel akan di puji lagi sama daddy?""Tentu saja baby, jika kamu sudah sembuh nanti daddy janji akan membelikan makanan apa pun yang kau mau. Bahkan mainan juga boleh, apa pun yang baby mau, pasti akan daddy belikan."
"Makasi daddy!" Sorak Ziel sambil memeluk erat William membuat yang lain merasa iri karena mereka juga ingin di peluk oleh baby Ziel mereka.
"Mommy... Suapin Ziel lagi, Ziel mau cepat sembuh!"
"Iya sayang... Ini, aaaa..."
Usai makan, Ziel berbaring, matanya sudah terasa berat ingin segera memejamkannya. Tapi tangan kirinya terasa sakit, mungkin sebenarnya sudah sejak ia bangun ia sudah merasa sakit, tapi karena ia tidak diam seperti ini jadi Ziel merasa lupa dengan sakitnya. Mata bulat Ziel melihat ke arah tangan kirinya, lalu melihat ke atas mengikuti arah selang tersebut. Setelahnya ia melihat ke depan, hanya ada abang sulungnya disana sedang berkutat dengan laptopnya di sofa.
"Abang Kelvin..." Panggil Ziel.
"Hmm..." Kelvin berdehem sebagai jawaban dan mengalihkan pandangannya dari laptop menuju sang adik.
"Abang, tangan kiri Ziel sakit. Ini apa bang yang ada di tangan Ziel? Boleh Ziel lepas gak?"
Kelvin berjalan ke arah ranjang Ziel, ia bahkan ikut berbaring di sisi kanan Ziel.
"Jangan di lepas, nanti tangan kamu bisa berdarah. Itu namanya infus baby, cairan itu akan masuk ke tubuh kamu biar kamu cepat sembuh. Baby mau kan cepat sembuh, keluar dari rumah sakit dan pulang ke rumah? Daddy, mommy, sama bang Sean sekarang sedang pulang ke rumah menyiapkan kamar untuk baby." Ucap Kelvin panjang, ia tidak masalah kelelahan bicara panjang seperti ini jika itu untuk adik bungsunya."Ziel mau cepat sembuh! Telus telus Ziel mau mam ayam goleng!!" Ujar Ziel antusias.
"Kalau begitu tahan sakitnya ya, sekarang kamu tidur, ok baby."
"Ok bang!" Kelvin menciumi seluruh wajah mungil Ziel membuat si empu terkekeh geli, lalu Kelvin memeluknya dan mengusap usap punggung Ziel hingga akhirnya dengkuran halus terdengar, adik bungsunya sudah terlelap tidur.
Aku up nya 1 chap dulu aja ya
Soalnya lagi sakit
Semalem tiba2 demam, padahal minggu sore mau pulkam karena sepupu nikahan
Gimana coba tuh?
Klu gk dateng gk enak, soalnya ongkos buat pulkam udh di transfer wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Ziel (Ended)
Short StoryCerita ini hanya ada di Wattpad dan Kubaca, jika kalian menemukan cerita yang sama di platform lainnya, tolong segera hubungi aku, makasi sebelumnya 😊 . . . . . Seorang anak berusia enam tahun yang sudah merasakan kekerasan dari sang ayah, dan tera...