Chap 08

50.7K 4.6K 38
                                    

Keesokan harinya, keluarga Rodriguez sedang menikmati sarapan nya. Berhubung hari ini adalah hari senin dan karena para lelaki disana sudah mengambil libur terlalu banyak, jadilah mereka semua kembali ke aktifitas masing masing. William yang menuju kantor, Kelvin yang menuju kampus, dan Sean yang menuju sekolah menengah atas.

Kelvin berusia delapan belas tahun, tapi dia sudah kuliah di semester lima, bagaimana bisa? Tentu saja bisa, itu karena Kelvin loncat kelas sejak di sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Kelvin juga terkadang ikut campur di urusan bisnis William, karena sejak usianya tiga belas tahun ia sudah sangat tertarik.

Lalu Sean, ia sekarang berusia empat belas tahun tapi dia sudah duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas atau kelas sebelas. Ia juga loncat kelas sama seperti kakaknya, hanya saja di menengah atas ia tidak melakukan itu. Sean juga sama seperti Kelvin, ia juga sudah tertarik dengan bisnis di usianya yang ke dua belas tahun. Tapi ia hanya mempelajarinya dan sesekali ikut sang ayah yang sedang rapat, dan ia memerhatikan bagaimana cara kerja sang ayah dan juga para kolega ayahnya.

Semua keturunan Rodriguez memang sangat pintar, bukan hanya mereka berdua saja, tetapi sepupu mereka juga sama. Tidak ada satu pun keturunan Rodriguez yang tidak pernah melakukan loncat kelas. Hal itu membuat orang orang merasa iri dan juga kagum akan kecerdasaan mereka. Bukan hanya itu saja, keluarga Rodriguez juga di kenal akan ketampanan dan juga kecantikannya, para orang tua saja masih terlihat sangat muda seperti orang yang belum memiliki anak yang sudah dewasa.

Usai sarapan, Ziel yang berada di dalam gendongan Gracia ikut mengantar daddy serta ke dua abangnya keluar mansion. Satu persatu para lelaki itu memberi ciuman pada seluruh wajah Ziel bahkan memberi kecupan singkat pada bibir tipis Ziel yang berwarna merah muda alami.

"Daddy semangat kelja nya.. abang Kelvin sama abang Sean semangat belajalnya." Ucap Ziel menyemangati.

"Iya baby..." Jawab serempak ketiga nya. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil masing masing dan pergi meninggalkan mansion. Ziel tak henti hentinya melambaikan tangannya yang mungil hingga semua mobil keluar gerbang, padahal rumah menuju gerbangnya sangatlah jauh, belum tentu Ziel melihatnya dengan pasti tapi ia tetap saja terus melambaikan tangan.

Kini Ziel sudah berada di ruang keluarga, ia menonton kartun lainnya. Saat ini ia sedang menonton kartun popeye, kartun lama memang, tapi kartun itu sengaja di putar oleh Gracia. Alasannya, siapa tau dengan menonton itu Ziel tidak akan rewel kalau di suruh makan sayur, walau pun dari kemarin tidak ada masalah sih soal makan sayur. Ziel memakan apa pun yang di sediakan karena rasa penasaran, anak tersebut ingin mengetahui rasa berbagai macam makanan yang belum ia makan.

Saat ini Gracia sedang berada di ruang tamu, tak terasa sejak kepergian suami dan ke dua putranya, kini sudah tiga jam berlalu. Yang artinya sudah hampir siang. Dan Gracia kedatangan beberapa tamu yang akan menjadi guru bungsunya. Gracia sedang bertanya tanya apa pun tentang wanita muda tersebut, dan memikirkan apakah wanita itu pantas menjadi guru bungsunya atau tidak.

Kartun yang di tayangkan di layar tv masih berputar, tapi Ziel sudah merasa bosan. Anak imut itu telentang di karpet tebal dan melihat ke atas, ia sangat penasaran dengan mansion yang begitu tinggi.

"Rumah daddy becar banget. Ada tujuh lantai." Gumam Ziel.

"Yang benar ada enam lantai tuan muda." Ucap seseorang dari arah atas Ziel, anak itu mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang bicara dengannya.

"Emm... Nama paman kalau gak salah Robert kan?"

"Iya tuan muda."

"Lumah daddy ada enam lantai? Kok Ziel itungnya ada tujuh? Nih yaa... Catu... Dua... Tiga... Lima... Enam... Tujuh... Tuh kan Ziel benel, ada tujuh."

Robert terkekeh melihat tuan mudanya yang masih berbaring sembari menghitung, lucu sekali menurutnya bahkan ingin rasanya mencubit gemas kedua pipinya itu. "Tuan muda menghitungnya salah, setelah tiga itu empat baru lima."

"Oh iya hehe maaf paman Ziel salah."

"Tidak apa tuan muda."

Ziel kembali melihat lagi ke atas, rasa penasaran ingin berkeliling semakin tinggi. Ziel ingin tau ada apa saja di rumah ini, karena Ziel hanya tau di lantai dua, itu juga hanya kamarnya dan juga kamar mommy daddy yang bersebelahan.

"Robert bisa kah kau kemari sebentar?" Tanya Gracia sedikit berteriak, tanpa menjawab Robert pun datang menghampiri.

Ziel tersenyum ketika tidak ada siapa pun yang menjaga dirinya, ia pun berdiri dengan tegapnya. "Saatnya Ziel belaksi!" Cicitnya, kemudian ia berjalan menuju lift dan menekan tombol dua.

Sebenarnya Ziel ingin menekan tombol enam, tapi apalah daya, karena tingginya itu hanya mampu membuat tangannya menekan tombol dua, atau salahkan saja dengan yang membuat lift tersebut, kenapa tombol tombolnya sangat tinggi dan susah untuk di gapai oleh tubuh mungil Ziel.

"Kalau kesini kamar Ziel, kalau begitu Ziel coba ke arah sini dulu aja deh." Kaki kecil Ziel melangkah ke arah kiri setelah keluar dari lift. Setiap pintu ia buka satu persatu dan masuk ke dalamnya, tapi ketika pintu yang di buka hanyalah sebuah kamar maka akan ia lewati tanpa memasukinya.

Jadi pada mansion ini, di lantai dua terdapat kamar orang tua, kamar Ziel, beberapa kamar kosong yang biasa di gunakan para orang tua dari keluarga Rodriguez, lalu ada ruang kerja juga. Setelah beberapa menit usai menjelajahi lantai dua, kini Ziel menaiki tangga menuju lantai tiga. Dimana lantai tiga hanya berisikan kamar saja, dan kedua abang Ziel memiliki kamar di lantai tersebut. Ziel mengerucutkan bibirnya karena di lantai ini hanya ada kamar saja, tapi Ziel juga tidak menyadari, nuansa kamar hitam dan juga abu abu yang ia masuki tadi merupakan kamar abang abangnya. Karena Ziel tidak memasuki kamar, ia jadi tidak tau perihal ruangan rahasia yang berada di kamar mereka.

Kemudian Ziel naik lagi ke lantai empat, rupanya sama saja dengan lantai tiga, isinya hanya kamar saja walau tidak banyak, karena di lantai ini terdapat perpustakan. "Kenapa kamalnya banyak banget sih? Apa ini kamal kamarnya paman sama bibi ya?" Tanya Ziel entah pada siapa, ia menduga itu adalah kamar para bodyguard dan maid.
Padahal kamar bodyguard dan pelayan lelaki ada di lantai satu sedangkan para pelayan dan bodyguard perempuan ada di paviliun di sebelah kiri. Serta mereka yang bekerja disana namun telah menikah berada di paviliun sebelah kanan. Memang sengaja di pisahkan. Jadi di lantai empat itu merupakan kamar bagi para tamu.

Lalu Ziel naik tangga menuju lantai lima, ia sempat istirahat sejenak karena merasa lelah menaiki tangga terus menerus. Andai tombol lift tidak setinggi itu, pasti Ziel akan naik lift saja. Di lantai lima ini Ziel hanya menemukan dua pintu saja, satu di sisi kiri dan satu lagi di sisi kanan.

Mata Ziel berbinar kagum akan luasnya ruangan tersebut. "Iih tv nya gede banget, banyak Sofanya juga. Kenapa Ziel gak pelnah di ajakin nonton disini cih?" Gumamnya kesel sembari melipatkan kedua tangan di dada dan bibir yang di majukan. Padahal Ziel baru kemarin pindahnya. Dan di dalam pintu yang Ziel buka, terdapat beberapa pintu lagi pada sebuah lorong, tapi Ziel tidak melihatnya karena ia terlanjur kagum melihat pintu yang terbuka pada lorong itu dan terdapat sebuah bioskop. Kemudian ia keluar dari ruangan tersebut setelah merasa puas melihatnya dan menuju pintu satunya lagi, yang rupanya sama seperti ruangan sebelumnya.

Sebenarnya, untuk apa sih mereka memiliki bioskop pribadi lebih dari satu? Mungkin mau di komersil kali ya?

Kemudian sekarang Ziel naik menuju lantai enam, lantai terakhir, padahal masih ada tangga lagi yang menuju rooftop tapi Ziel tidak tau dimana letaknya. "Waaah... Ini apa? Bagus banget..." Kagum Ziel.

Sementara Ziel berkagum kagum ria, di lantai satu mereka semua di buat panik karena tidak adanya bungsu keluarga Rodriguez. Semua orang mencari ke suluk buluk mansion, sedangkan Gracia sudah menghubungi William sambil menangis karena baby mereka menghilang.

Baby Ziel (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang