Chap 09

48.8K 4.4K 11
                                    

Hanya butuh lima belas menit William tiba di rumah, padahal jarak dari kantor ke rumahnya bisa hampir satu jam lamanya. Entah karena jalanan sepi, atau supir pribadi William yang mengebut. Gracia segera menjatuhkan tubuhnya ke tubuh kekar sang suami, ia pun menangis terisak isak sembari berkata kepada William.
"Tadi baby sedang asik menonton saat aku sedang wawancarai yang akan menjadi guru baby, dan aku memanggil Robert yang sedang jaga baby karena aku merasa ada yang salah dengan calon guru lainnya yang sedang menunggu. Setelah selesai baby tidak ada lagi, baby menghilang."

"Tenang sayang tenang..." Ucap William berusaha menenangkan istrinya, padahal dirinya sendiri juga merasa khawatir dan cemas, William bahkan memberi kecupan pada kening Gracia. "...Kita pasti akan menemukan baby, kamu tenang dulu dan tunggu disini, aku akan mengecek cctv sebentar." Lanjut William mendudukkan sang istri pada sofa yang berada di ruang keluarga, lalu ia langkahkan kakinya dengan cepat menuju ruang cctv yang berada di lantai bawah atau sebut saja ruangan bawah tanah. Dimana disana terdapat ruangan cctv, ruangan interogasi bagaikan yang ada di kantor polisi, ruangan kosong yang di gunakan untuk para bodyguard nya bersantai di kala tugas mereka yang berada disana, ruangan penyiksaan, penjara, dan satu ruangan yang berisikan kucing besar peliharaan William.

"Cek cctv dari satu jam yang lalu!" Titah William kepada anak buahnya yang segera di laksanakan.

Disana William dapat melihat babynya yang memasuki lift, William hanya diam dan terus melihatnya sampai akhir. Tentu saja rekaman itu sesekali di percepat agar menyingkat waktu pencariannya.
"Dasar anak nakal..." Gumam William sambil tersenyum, entah senyum apa itu, senyum lega atau ada maksud lainnya, tidak ada yang tau.

Setelahnya William memasuki lift dan menuju lantai enam. Dapat ia lihat putra bungsunya masih asik bermain disana, karena pada lantai ini hanya terdapat permainan seperti timezone, dan jika di perhatikan, ada sebuah pintu di sudut ruangan tersebut. Untungnya Ziel tidak membukanya atau mungkin tidak melihatnya karena ia sudah terpesona akan game di ruangan tersebut. Dan yang berada di balik pintu itu adalah ruangan untuk berjudi, segala permainan yang berbau judi berada disana bahkan billiard pun juga ada.

"Apa yang kamu lakukan baby? Hmm..." Tanya William lembut dan ia menyamakan tingginya pada si bungsu.

"Daddy lihat, banyak sekali mainannya. Ziel sedang mencoba permainannya, tapi tidak ada satu pun yang bisa Ziel mainkan." Serunya yang berakhir sendu.

"Lain kali bilang ke mommy kalau baby mau pergi kemana, kasihan mommy di bawah nangis mencari baby yang hilang."

"Mommy menangis?" Tanya Ziel dengan mata yang berkaca kaca, William dengan sigap menggendongnya dan membawanya turun.

Mata coklat Ziel bertemu dengan mata biru Gracia, anak itu meronta ronta dalam gendongan sang ayah dan tumpah lah sudah tangisnya mendapati mommy nya yang sedang menangis.

"Mommy jangan menangis, maafin Ziel yang nakal ya mommy hiks... Hiks..."

"Baby tidak boleh lakuin itu lagi ya sayang, mommy cemas lho kalau tau baby gak ada."

"Iya mommy, maafin Ziel."

"Lain kali kalau baby nakal kaya gini lagi, nanti daddy akan menghukum mu, mengerti." Ucap William memberi peringatan.

"Ampun daddy, hiks... Hiks... Jangan pukul Ziel, ampun daddy..." Seketika tubuh mungil Ziel menegang, ia bahkan menangis dengan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang mommy.

"Sayang, kamu kenapa hmm? Daddy tidak akan menghukum baby kok, tenang ya baby, sudah berhenti nangisnya ya."

"Ziel takut mommy, jangan hukum Ziel."

Gracia menatap tajam William, sudah pernah di katakan oleh Alex jika kemungkinan Ziel mengalami kekerasan dari orang tuanya, terbukti dari luka luka di tubuhnya. Tapi pria baru baya itu dengan entengnya mengatakan akan menghukum bungsunya, tentu itu membuat Ziel kembali teringat akan kejadian buruknya.

"Maafkan daddy, baby. Daddy tidak akan menghukum baby kok, maaf ya sayang." Ucap William sembari memberi kecupan pada pucuk kepala si bungsu

"Benelan daddy? Daddy tidak menghukum Ziel?" Tanya Ziel yang mulai menghentikan tangisnya.

"Iya baby."

"Nah sekarang bagaimana kalau kita pergi ke mall? Kita beli semua perlengkapan baby untuk belajar dan baby juga boleh minta mainan sama daddy." Ujar Gracia.

"Mall itu apa mommy?" Tanya Ziel dengan mata sembabnya dan hidungnya yang memerah, membuat Ziel semakin menggemaskan.

Gracia mencubit gemas hidung mancung Ziel sebelum menjawab pertanyaannya. "Mall itu tempat dimana kita bisa membeli apa pun yang kita mau, ada baju, sepatu, mainan, semuanya ada disitu."

Ziel tersenyum, ia membayangkan bentuk mall itu seperti apa. "Ziel mau mommy, ayo kita mall sekarang!"

"Tapi sekarang baby harus ganti baju dulu, ok."

"Iya mommy!"

Setelah berganti pakaian, mereka segera berlalu menuju ke salah satu mall yang merupakan milik William. Dan tentunya yang di pilih itu merupakan mall terbesar yang ia punya, Ziel yang mengenakan hoodie berwarna biru muda dan celana celana jeans pendek selutut terlihat sangat imut sekali. Gracia yang memangku nya tak henti hentinya memeluk dan menciumi pipi anak bungsunya tersebut. Tanpa terasa Ziel pun terlelap dalam pelukan hangat mommy nya. William yang melirik sekilas pun hanya mengusap lembut pucuk kepala Ziel.

Di saat mobil mereka sudah akan tiba, Gracia membangunkan Ziel. Mata anak itu terbuka secara perlahan lahan hingga akhirnya membulat dan mulutnya yang terbuka lebar, ia merasa kagum dengan bangunan megah yang ada di hadapannya.

"Mommy mommy... Itu apa? Besal cekali... Apa itu mall mommy?" Tanya Ziel antusias.

"Iya sayang, itu namanya mall." Jawab Gracia.

"Dan tentunya itu punya daddy!" Saut William dengan sombong, dan ia mendapat lirikan dingin dari sang istri.

"Punya daddy? Waah hebat! Daddy hebat, keren!!!" Ucap Ziel memuji sang ayah membuat William semakin besar kepala.

"Dasar kekanakan." Gumam Gracia yang hanya membuat William tertawa.

Kini mereka bertiga memasuki mall tersebut, tak lupa dengan beberapa bodyguard yang setia menjaga tuan mereka, Ziel tidak mempermasalahkan hal itu, toh Ziel masih tidak paham akan rasa tidak nyaman di jaga bodyguard. Bagi Ziel ini menyenangkan, pergi bersama banyak orang, apa lagi selama ini ia selalu sendiri di dalam rumah, kalau pun keluar di saat Ratna membersihkan rumah, ia hanya keluar di depan rumah saja tidak pernah kemana mana.

Ziel masih saja mengagumi mall milik daddy nya tersebut. Ia terus menatap kanan kiri, lalu ke atas dan sekitar. Tenang saja, Ziel tidak akan jatuh jika terus melakukan itu, karena kedua tangannya masing masing di gandeng oleh mommy dan daddy.
Gracia merasa gemas sekali melihat tingkah putra bungsunya, ia merasa senang jika Ziel juga senang seperti ini.

Baby Ziel (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang