Chap 06

58.3K 4.8K 64
                                    

Tiga hari kemudian Alex mengatakan kalau Ziel sudah boleh pulang. Demamnya sudah turun sejak kemarin, tapi Alex masih harus memantau satu hari lagi karena badan Ziel yang masih lemas dan ia juga masih butuh infus. Alex selalu mewanti wanti William dan Gracia untuk memerhatikan pola makan serta pola tidur Ziel, karena balita seperti dia harus di jaga pola itu demi pertumbuhannya, agar Ziel bisa lebih gemuk tidak kurus seperti sekarang yang nampak seperti sebatang lidi, dan juga bisa tumbuh tinggi. Tapi satu kesalahan Alex, ia tidak tau kalau Ziel sudah enam tahun, ia bukan lagi balita empat atau tiga tahun seperti perkiraannya.

Ziel di gendong ala koala oleh Sean, bahkan dalam gendongannya saja Sean selalu menciumi wajah Ziel. Awalnya Ziel biasa saja, tapi lama lama ia kesal karena wajahnya terasa basah. Ziel mengerucutkan bibirnya dan tangannya bersedekap di dada. Sean gemas sekali melihatnya, dan dengan cepat ia mencium bibir mungil Ziel yang maju seperti bebek.

"Gemes banget sih adek abang ini."

Setibanya di rumah, kepulangan mereka di sambut oleh para maid dan juga bodyguard. Ziel yang saat ini di gendong oleh William, ia tidak bisa diam. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, matanya berbinar binar, bahkan ia meloncat loncat dalam gendongan daddy nya. Otomatis William memperkuat gendongannya agar bungsunya tidak jatuh.

"Ini rumah daddy? Waah becar banget, kaya istana. Lumah daddy lebih besal dari lumah paman. Ziel suka lumah daddy!" Seru Ziel memberontak ingin turun dari gendongan William.

Ziel yang sudah turun, kini ia berlari memasuki rumah. Sesekali anak itu meloncat loncat karena senang, bahkan senyumannya pun tidak luntur sama sekali. Aziel menatap kagum seisi rumah. Membuat siapa saja yang melihat turut tersenyum dan merasa gemas.

"Baby jangan berlari lagi ya sayang, nanti kamu kecapean lho..." Tegur Gracia lembut. Sedangkan Ziel menatap mommy nya dengan senyuman yang kian melebar, ia berhenti sejenak dari larinya, dan kini ia kembali berlari lagi.

"Awas jatuh baby." Seru William.

Baru saja William memperingatinya, anak itu langsung jatuh karena kaki kanannya tersandung dengan kaki kirinya.

"BABY!!!" Teriak semua keluarga dan berlari menghampiri Ziel yang jatuh tengkurap. Ziel duduk sebelum mereka semua sampai di dekatnya, matanya berkaca kaca, bibirnya sudah maju dan dalam hitungan detik....

"Huaaaa.... Sakit.... Cakit mommy huaaaa...." Ziel menangis dengan kencang, ia mengeluh pada mommy nya kalau dirinya sakit akibat terjatuh tadi.

"Kan tadi mommy udah minta baby berhenti lari. Tapi baby gak dengerin omongan mommy." Ucap Gracia menggendong Ziel dan menaruhnya di sofa yang berada di ruang keluarga.

Ziel sudah tidak menangis lagi tapi ia masih sesenggukan.

"Ish lucu banget sih baby, bang Sean jadi gemes banget sama baby." Ucap Sean yang melihat gemas adeknya. Bagaimana tidak gemas, anak itu masih sesenggukan, matanya masih berair, hidungnya berubah menjadi merah bahkan bibirnya melengkung ke bawah. Sean sampai mencubit gemas pipi Ziel dan Sean tertawa melihat wajah Ziel yang nampak lucu karena kedua pipinya di tarik.

Kelvin menyadari bahwa Ziel akan menangis lagi, segera saja Kelvin memukul kepala Sean. Tidak kuat kok, tapi Sean meringis kesakitan membuat kedua tangannya secara otomatis terlepas dari pipi tirus Ziel. Lalu Kelvin mengambil alih Ziel, ia memangkunya dan mengusap lembut punggung kecil Ziel sebelum tangisnya kembali pecah.

"Abang... Pipi Ziel cakit..." Keluhnya pada abang tertua.

Kelvin tersenyum tipis, dan Ziel mampu melihatnya. Seketika Ziel terdiam, ia nampak terpaku melihat wajah tampan Kelvin. "Ada apa?" Tanya Kelvin bingung.

Ziel menggelengkan kepalanya ribut. "Abang Kelvin tampan kalau tersenyum. Ziel suka cenyuman abang." Puji si bungsu membuat yang lain menatap Ziel bingung. Bagaimana tidak bingung, sejak tadi mereka melihat Kelvin dengan tatapan datarnya lalu tiba tiba si bungsu berkata abangnya tampan kalau tersenyum? Memangnya kapan Kelvin tersenyum? Kelvin kembali tersenyum tipis, siapa yang sangka bahwa adek bungsunya bisa menyadari itu. Bahkan Sean saja sejak dulu tidak pernah sadar jika Kelvin tersenyum kepadanya, dan selalu saja Sean mengatainya kulkas berjalan karena terlalu dingin dan datar. Kelvin pun mencium kedua pipi serta kening Ziel penuh sayang.

"Dek..." Panggil Sean, yang di panggil pun menoleh menghadapnya.

"Abang perhatiin dari kemarin, adek itu cadel ya? Tapi kadang gak juga." Ucap Sean bingung.

"Ziel gak cadel kok." Jawab Ziel percaya diri.

"Coba deh baby bilang R sama S. Soalnya abang perhatiin dua huruf itu aja yang cadel."

Ziel menggembungkan pipinya, membuat siapa saja tak tahan karena itu sangat lucu. Bahkan William ingin menggigit pipi tersebut. "Ziel gak cadel abang!" Tegas Ziel.

"Ya udah coba aja bilang, buktiin ke abang kalau baby gak cadel. Berani gak?" Tantang Sean.

"Belani!" Seru Ziel.

"Tuh kan cadel hahaha..." Ledek Sean membuat Ziel menatap tajam Sean tentu saja dengan pipi yang masih mengembung. Tapi tatapan tajam Ziel terlihat sangat lucu dan tidak menakutkan sama sekali.

"Nih ya abang dengerin yaaa.... Errrrrrr... Esssccccc... Tuh kan, Ziel gak cadel."

"Hahaha apaan gak cadel, jelas jelas bilang S aja gak bisa." Sean ketawa puas.

"Abang dengerinnya yang benel dong! Ini Ziel bilang sekali lagi ya, abang haruc dengelin Ziel dengan baik. Errrrlllll... Eccccczz... Gimana? Gak cadel kan Ziel?"

"Hahahaha...." Sean tak henti hentinya ketawa. "Adek. Kalau cadel, cadel aja, jangan setengah setengah. Baru ini abang nemuin orang yang cadel setengah setengah kaya adek. Bentar bentar cadel, bentar bentar gak, lucu banget sih."

Ziel menundukkan kepalanya, ia mulai terisak karena ditertawakan oleh Sean. Sebenarnya yang lain juga tertawa, tapi mereka menyembunyikannya dengan baik, lucu juga mendengar cara bicara Ziel yang seperti itu.

"Ziel gak cadel! Bang Sean nakal, Ziel gak mau sama abang Cean!" Seru Ziel dan ia memeluk Kelvin. Ia sembunyikan wajahnya di dada bidang abangnya, Ziel menangis tak bersuara. Kelvin menyadari bahwa adeknya menangis karena kemejanya terasa basah, ia pun mulai bersuara.

"Sean diam! Kau membuat adek abang menangis." Ketus Kelvin.

"Eh?" Sean menatap punggung Ziel yang bergetar, ia menghampiri abangnya itu dan duduk di sebelahnya, karena tadi ia duduk di sofa berbeda.

"Baby jangan nangis dong, maafin abang ya." Ucap Sean sambil mengelus punggung Ziel.

Si bungsu masih menyembunyikan wajahnya, tapi tangannya ia gerakkan untuk menjauhkan tangan Sean dari dirinya.

"Jangan pegang pegang, Ziel malah sama abang. Ziel gak cadel, hiks..." Ujar Ziel.

"Iya iya, baby gak cadel kok. Telinga abang yang dengernya gak bener, maafin abang ya." Bujuk Sean.

Ziel menolehkan kepalanya ke Sean. "Bener kan Ziel gak cadel?"

"Iya baby bener, baby gak cadel kok. Mau kan maafin abang?" Ziel hanya menganggukkan kepalanya dan Sean mengusap lembut surai Ziel.






























Maaf ya lama...
Seriusan dah, aku gak ada mod sama sekali buat lanjutin nih cerita

Unpub aja kali ya,
gak usah di lanjutin? 😁

Baby Ziel (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang