"Kenapa aku harus bertemu dengan anak sial itu semalam! Dan apa apaan itu si William, mengakui kalau anak sial itu putra bungsunya? Tidak ada untungnya dari anak itu, kenapa juga keluarga mereka harus menyerahkan tangan menerima si sial itu!"
"Maaf tuan, saya sudah mendapatkan informasinya."
"Katakan!"
"Ziel di angkat anak oleh keluarga William Rodriguez pada tahun lalu, dan pada saat kita menyerang mansion tuan Roni kebetulan Ziel sedang menginap disana. Lalu yang membebaskan Ziel dari tempat pelelangan itu adalah keluarga Rodriguez sendiri, mereka mendapatkan kabar dari anak pertamanya Roni, segera setelah penyerangan. Mereka sengaja menyembunyikan Ziel karena mereka tidak ingin para musuhnya mengetahui bahwa mereka memiliki anak bungsu serta mereka tidak ingin keluarga kandung dari Ziel mengambilnya kembali."
"Pantas saja selama ini aku susah menemukan jejak anak sial itu, rupanya dia di lindungi oleh Rodriguez. Sial, dari sekian banyak nya manusia, kenapa anak sial itu harus di pungut oleh keluarga Rodriguez? Semakin sulit saja untuk melenyapkannya, kalau tau akan seperti ini, lebih baik dulu aku langsung membunuh nya saja. Wisnu, cari tau kegiatan anak itu dan seluruh anggota keluarga Rodriguez. Katakan pada ku bila kau menemukan celah untuk memusnahakannya. Anak itu harus mati, aku tidak ingin kenyamanan ku sekarang hilang dari genggaman ku."
"Maaf kak, aku ingin membicarakan masalah ini secara pribadi, sebagai seorang adik, aku...."
"Wisnu! Aku tidak ingin mendengar apa pun. Cukup laksanakan apa yang ku perintahkan tadi."
"Baik, tuan Brian."
Wisnu, orang yang merupakan kaki tangannya Brian pun pergi keluar ruangan untuk melanjutkan pekerjaannya serta menjalankan tugas baru dari bos nya.
Sementara Brian mengepalkan kedua tangannya erat pada atas meja, bahkan di saat ia sedang duduk seperti ini saja, rasanya darah di sekujur tubuhnya memanas. Rasa ingin melenyapkan Ziel yang merupakan putra kandungnya kian memuncak, apa lagi semalam putra kesayangannya yang bernama Samuel bertemu dengan Ziel. Dan tadi pagi Brian melihat wajah penuh tanda tanya terpampang jelas pada wajah tampan anaknya.Di lain tempat, dimana disana terdapat Ziel yang saat ini tengah asik menikmati es krim coklat dan strawberry nya. Ia sedang di perhatikan oleh seseorang yang bekerja di kantin tersebut. "Badan sekecil itu tapi makannya banyak juga ya. Tadi es susu, burger dan kentang, lalu setengah porsi bakso, beberapa bungkus chiki, dan sekarang es krim cup besar."
"Tapi, dia beneran anaknya tuan bos? Kalau bukan bagaimana nanti dia membayar semua makanannya? Apa perlu kita minta bantuan karyawan untuk mencari tau siapa orang tua nya?"
"Mba Gendis tadi sih bilang kalau anak ini memang anaknya tuan bos. Coba aku tanya dulu deh ke anaknya buat mastiin." Kemudian orang tersebut berjalan mendekati Ziel.
"Adek, paman boleh tanya gak?"
"Tanya apa paman?" Jawab Ziel dengan mulut yang belepotan.
"Orang tua kamu siapa nama nya?"
"Daddy William cama mommy Gracia."
"Adek jajan disini daddy tau gak?"
"Gak, kan daddy lagi kelja. Ziel bocen di ruangan daddy isinya cuma buku doang, jadi Ziel jalan jalan. Telus kecini deh buat jajan. Oiya paman, Ziel udah kenyang. Ziel mau bayal cemua ini. Bentar ya paman." Ziel mengeluarkan dompetnya yang bermotif robot, kemudian Ziel mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam dan di serahkannya ke paman tersebut. "Kata opa kalau Ziel mau beli cecuatu pakai kartu ini aja. Ziel di kasih kado ini kemalin sama opa pas Ziel ulang tahun. Dan kata opa, Ziel gak butuh pegang uang cukup kaltu ini aja. Hebat kan paman, setau Ziel dari tivi tivi, kita kan halus bayal pakai uang, tapi ini cuma kartu doang aja bisa. Opa Ziel kelen kan paman?"
"Iya keren." Ucap si paman menerima kartu tersebut dengan ramah, ternyata anak ini benar benar anak tuan bos mereka. Setelah melakukan pembayaran, Ziel hendak beranjak dari bangku tersebut. Ziel merasa ngantuk seketika, namun....
"Baby!" Seru seseorang yang suaranya sangat tidak asing bagi Ziel. Anak tersebut membalikkan badannya dengan tersenyum lebar dan menyapa orang tersebut. "Eh ada daddy cama opa. Pekeljaannya udah celesai?"
William dan juga Bryan melihat meja yang di duduki Ziel, di atas meja tersebut terdapat beberapa piring, gelas yang masih berisikan es batu, sampah bekas chiki dan juga cup es krim. Mereka juga melihat mulut Ziel yang masih belepotan akibat es krim tersebut. Dengan sergap William mengambil tisu yang terdapat disana dan membersihkan muka Ziel, kemudian tanpa menjawab pertanyaan Ziel sebelumnya, William pun menggendong Ziel dan membawanya menuju ruangan miliknya di ikuti oleh Bryan. Ziel sih nurut aja dan menyenderkan kepalanya pada pundak sang daddy, bahkan ia memejamkan kedua matanya karena sangat mengantuk. Ziel tidak menyadari saja akan ada hukuman yang menantinya setelah ini.
Setibanya di ruangan William, Ziel segera di tidurkan di kasur pada ruangan daddy nya itu. Di saat mereka sedang kesal dengan kelakuan bungsunya dan ingin segera menghukum, si Ziel justru tertidur pulas. Biarlah, hukuman akan di lakukan di rumah saja nanti. Bryan pun kembali ke ruangannya dan William melanjutkan pekerjaannya.
Waktu berputar cepat tanpa William sadari, jam makan siang sudah lewat tiga jam yang lalu. Artinya saat ini sudah memasuki jam tiga lewat, William sadar bahwa bungsunya masih enak tidur dan belum makan siang. Dengan cepat William menyuruh Robert membelikan makan siang untuk Ziel yang sehat dan di restoran ternama. Begitu Robert kembali, William baru membangunkan Ziel.
"Ziel ndak mau makan daddy... Ziel macih kenyang, Ziel mau tidul aja, kepala Ziel pucing banget." Keluh Ziel saat di bangunkan oleh William.
William sempat lupa kalau bungsunya ini kan sedang sakit. William memeriksa suhu tubuh Ziel dengan telapak tangannya, panasnya semakin tinggi dari pagi tadi.
"Siapkan mobil, kita ke rumah sakit!" Teriak William memberikan perintah kepada Robert yang kebetulan hanya ada dia disana, padahal kaki tangan William itu Robi tapi belakangan ini selalu ada Robert disisinya. Alasannya? Karena author lupa 🤣 gak cuma bercanda. Robi sedang di berikan tugas secara pribadi oleh William keluar kota, dan itu sudah berjalan dua minggu yang lalu.Setibanya di rumah sakit Ziel terus menangis ketika melihat Alex. Ziel yang sedang di gendong oleh William segera menyembunyikan tangannya.
"Gak mau di infus daddy, gak mau... Cakit..." Rengeknya."Ini hukuman untuk baby karena hari ini sudah nakal. Baby lupa sama janjinya kalau baby tidak akan nakal?"
"Ziel ndak nakal daddy, ampun daddy... Om Alex jangan infus Ziel ya... Cakit om nanti tangan Ziel."
"Bukannya Ziel gak takut di suntik ya?" Tanya Alex mencoba membujuk Ziel.
"Iya, Ziel gak takut."
"Kalau begitu Ziel anggap aja kalau om Alex lagi suntik Ziel bukan lagi mau infus. Bagaimana?"
"Gak bica om... Tetep aja cakit! Ndak mau!"
"Katanya Ziel mau kaya popeye, kuat. Kalau mau kaya Popeye gak boleh takut di infus, kan biar Ziel cepet sehat dan jadi kuat lagi."
"Ndak mau ya ndak mau!"
"Ya udah ya udah, om gak jadi infus kalau Ziel gak mau."
"Benelan om?"
"Iya, tapi Ziel harus menghadap ke om dulu ya biar om periksa keadaannya." Ziel mempercayai ucapan Alex dan meminta daddy nya untuk mengarahkannya ke Alex. Setelahnya Ziel di periksa, kemudian Alex tersenyum dan memberikan kode kepada William melalui matanya.
Seriusan...
Aku udah mentok otaknya di chap 43
Itu pun cuma 20% doang
Apa di chap 42 di tamatin aja kali ya?
🙄🙄🙄
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Ziel (Ended)
Short StoryCerita ini hanya ada di Wattpad dan Kubaca, jika kalian menemukan cerita yang sama di platform lainnya, tolong segera hubungi aku, makasi sebelumnya 😊 . . . . . Seorang anak berusia enam tahun yang sudah merasakan kekerasan dari sang ayah, dan tera...