"Praaang..."
Mangkok yang di genggam Ziel jatuh dan pecah, suara tersebut mengundang perhatian beberapa orang di sekitar. Tubuh kecil Ziel menegang, ia gemetar kala melihat orang yang memanggil kakak baiknya tersebut. Ziel ingin segera pergi, tapi kedua kakinya sulit untuk di gerakkan. Hingga akhirnya air mata jatuh begitu saja, Ziel pun segera menunduk."Ziel kenapa?" Tanya Samuel panik.
"Ma...af..." Cicit Ziel pelan namun dapat di dengar oleh Samuel yang sudah menyamakan tingginya.
"Tidak apa Ziel, tidak perlu meminta maaf, nanti mangkuknya akan di bersihin kok sama pelayan disini." Ucap Samuel namun Ziel menggelengkan kepalanya, membuat Samuel semakin bingung dengan apa yang terjadi dengan Ziel.
Ziel berjongkok, kedua tangannya melindungi kepalanya. Ziel pun meracau. "Ampun... Jangan hukum Ziel, jangan pukulin Ziel lagi... Ziel gak nakal, ampun... Maaf... Maafin Ziel paman."
"Baby!" Seru William yang melihat kejadian tersebut dan segera berlari menghampiri bungsunya.
"Sam, ayo pergi. Jangan dekat dekat dengan anak itu, masih kecil tapi sudah sakit jiwa." Cetus orang yang tadi memanggil Samuel, yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya, yang bernama....
"Tapi pa, Ziel...." Samuel nampak ragu untuk meninggalkan Ziel.
"Jaga bicara anda tuan Brian, adik ku tidak sakit jiwa seperti apa yang anda katakan. Justru sangat aneh sekali, kenapa adik ku yang tadi sangat riang tiba tiba menjadi histeris ketakutan setelah melihat anda." Seru Edern yang sudah berada di belakang Brian, ayah kandung Samuel.
"Apa yang sudah anda lakukan pada adik ku, tuan Brian?" Tanya Kelvin dingin.
"Ampun... Maaf... Jangan pukul Ziel..." Anak itu masih meracau meskipun sudah berada di dalam gendongan William. Dengan sabar William menenangkan bungsunya sambil mengusap lembut punggung kecil tetsebut.
"Sst... Baby, tenanglah... Ini daddy... Tidak akan ada siapa pun yang akan memukul baby, daddy akan melindungi mu baby. Jadi tenanglah..." Ucap William dan kemudian berjalan mendekati Brian.
"Tuan Brian Baskara, benar? Maafkan anak bungsu saya yang sudah menganggu waktu anda. Kami permisi." Lanjut William menatap tajam Brian, dan kemudian pergi meninggalkan pesta tersebut bersama keluarganya yang lain.
Brian mengepalkan kedua tangannya, tersirat di wajahnya expresi marah dan kesal, namun dengan apik Brian menutupi hal tersebut. "Papa kenal sama Ziel?" Tanya Samuel yang merasa ada sedikit keanehan tadi.
"Mana mungkin papa kenal dengan anak itu. Ayo kita pulang, mama mu sudah merasa lelah dan ingin istirahat."
"Ok."
'Aku tidak yakin jika papa tidak kenal dengan Ziel, gelagat papa sekarang sangat tidak wajar. Apa yang sebenarnya papa sembunyikan?' Batin Samuel yang terus memandang punggung Brian, mereka berdua berjalan menghampiri Elsa, istri Brian atau ibunya Samuel. Setelahnya mereka bertiga pulang ke rumah.Di dalam salah satu mobil yang sedang melintas beriringan, disana ada Ziel yang sudah terlelap tidur dalam pelukan Gracia. Ibu jarinya seperti biasa, di hisap oleh Ziel. Andai saja ia satu mobil sama Sean, sudah pasti hisapan tersebut di gantikan dengan pacifier.
Sesampainya mereka di mansion, Gracia sudah menidurkan Ziel di kamar, kemudian kembali berkumpul dengan yang lainnya yang berada di ruang keluarga.
"Robert, cari tau tentang Brian Baskara, terutama yang berhubungan dengan baby." Titah William.
"Baik tuan." Setelah menerima tugas dari William, Robert pun segera pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Dengan melihat sikap baby tadi, aku sangat yakin jika Brian adalah paman yang dulu baby ceritakan." Ucap William.
"Kita juga berpikir seperti itu, tidak ada alasan baby ketakutan seperti itu jika tidak ada trauma yang ia dapatkan dari orang itu." Saut Jackson.
"Dan bisa juga kalau dialah dalang dari peristiwa kemarin." Seru Diota.
Setelah usai membahas hal itu, mereka pun memutuskan untuk tidur karena sudah malam juga.Keesokan paginya, Ziel terkena demam. Mungkin efek semalam dia ketakutan karena bertemu dengan Brian. Anak itu sangat manja sekali, Ziel bahkan tidak mau lepas dari gendongan William.
"Baby sama mommy dulu ya sayang, biar daddy nya kerja dulu." Bujuk Gracia karena William ada meeting penting pagi ini.
"Gak mau! Maunya sama daddy! Daddy ndak boleh kelja!" Tolak Ziel mengeratkan pelukannya.
"Daddy harus kerja baby, nanti kalau gak kerja baby gak bisa minum susu lho karena daddy gak punya uang."
"Gak apa, bialin gak minum cusu yang penting Ziel cama daddy!"
"Haaah..." Mereka membuang nafasnya dengan kasar, sulit sekali membujuk bungsunya ini. Bahkan saat sarapan tadi saja Ziel tidak lepas memeluk William, bahkan ia tidak mau makan kalau bukan William yang menyuapinya. Benar benar anak daddy...
"Ya udah, baby ikut ke kantor aja ya. Ikut sama daddy, tapi baby harus janji satu hal, tidak boleh nakal. Karena meeting nanti sangatlah penting, kalau sampai gagal, nanti kita harus tidur di jalanan gak bisa tinggal disini lagi, baby juga gak bisa minum susu kesukaan baby atau pun beli robot. Janji?"
Ziel nampak berpikir, ia membayangkan kejadian dulu dimana dia hidup di jalanan, ia kesulitan untuk makan sampai harus mencari sisa makanan di tempat sampah. Ia juga berpikir bagaimana jika dia tidak bisa lagi makan ayam goreng kesukaannya itu, atau pun susu, lalu bagaimana dengan robot robotnya serta mobil mobilannya? Ziel menggeleng ribut. "Ziel ndak mau kaya gitu daddy, tapi Ziel gak mau juga kalau gak sama daddy." Ucapnya sendu.
"Jadi bagaimana? Mau ikut daddy?" Ziel hanya menganggukkan kepalanya lemah.
"Janji tidak akan nakal? Dan mendengarkan apa kata daddy?" Ziel kembali menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Janji?"
"Ziel janji."
"Ya sudah kalau begitu kita ganti baju dulu lalu pergi bersama opa ke kantor."
"Gak apa mas?" Tanya Gracia kepada William, ia nampak khawatir untuk keputusan William ini.
"Tidak apa, dari pada baby di paksa tinggal di rumah nanti takutnya nangis dan sakitnya tambah parah." Jawab William kemudian mengecup kening sang istri.
"Kalau ada apa apa hubungi aku ya mas, nanti aku langsung datang ke kantor dari resto."
"Iya. Ya udah aku mau gantiin baju baby dulu, kasian opa udah nungguin dari tadi."
"Iya mas, aku bantu siapin kebutuhan baby ya buat di bawa."
"Makasi sayang." William kembali mengecup kening Gracia.
Setelah Ziel berganti pakaian, ia yang masih saja dalam gendongan koala William pun akhirnya pergi menuju kantor. Setibanya di kantor, mereka menjadi pusat perhatian. Ada yang bertanya tanya siapa anak kecil yang di gendong oleh bos mereka? Karena belum semua orang tau kalau William memiliki anak bungsu yang begitu menggemaskan dan manja serta sedikit nakal. Ziel mengintip dari pundak lebar William, dan ia segera menyembunyikan kembali wajahnya di saat ia melihat karyawan William melambaikan tangan ke dirinya. Dengan malu malu, Ziel kembali mengintip. Ia hanya memperlihatkan kedua matanya lalu membalas lambaian orang tersebut. Orang orang yang melihat itu hanya bisa menahan gemas.
Sesuai janji
Aku udah up sampai chap 35
Udah mentok aku buatnya sampai disini
Sekarang aku hiatus lagi ya
Gak tau sampai kapan :v
Makasi banyak ya buat kalian yang selalu menunggu kelanjutannya
"Baby Ziel"Bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Ziel (Ended)
Short StoryCerita ini hanya ada di Wattpad dan Kubaca, jika kalian menemukan cerita yang sama di platform lainnya, tolong segera hubungi aku, makasi sebelumnya 😊 . . . . . Seorang anak berusia enam tahun yang sudah merasakan kekerasan dari sang ayah, dan tera...