11. Marinka Abdinegara

157 18 0
                                    

Happy Reading

☘️☘️☘️

"Kak, aku penasaran, deh. Kenapa Kakak bisa suka sama bang Haydan? Sumpah, Kak. Bang Haydan itu reseknya minta ampun. Setiap hari ada aja dia ngusilin aku, padahal aku diam-diam aja. Ganggu ketentraman dia nggak, masuk ke daerah teritorial dia juga nggak, tapi ada aja tingkah anehnya. Sampai kadang aku tanya sama Tuhan, kenapa Tuhan kasih aku abang yang modelannya gitu. Kenapa bukan abang-abang lain yang lebih baik dan kalem?"

Aku terkekeh kecil mendengar celotehan tiada henti yang dilontarkan oleh Nika. Sepertinya, sedari kami berjalan dari ruang tamu, sampai sekarang saat kami telah duduk manis di atas ranjang mewahnya, ia terus mengoceh. Dan, bahan ocehannya sudah jelas, bukan? Apalagi, jika bukan tentang Haydan.

"Atau, jangan-jangan Kakak dipelet sama bang Haydan supaya mau sama dia, ya?" tuding Nika yang membuatku geleng-geleng kepala.

"Ada-ada aja kamu, Nika. Ya, nggaklah," ujarku.

"Ya, terus, kenapa Kakak mau sama bang Haydan?" tanya Nika yang membuatku kelimpungan dalam menjawab.

Jawaban apa yang harus kuberikan kepada Nika atas pertanyaan yang ia lontarkan? Aku saja baru mengenal Haydan, dan sejauh yang aku kenal, tidak ada hal baik tentang Haydan yang bisa aku jadikan sebagai alasan.

Kecuali ... yang satu itu.

Iya. Sisi lain Haydan yang begitu baik dan perhatian kepadaku saat aku mengeluarkan seisi perutku waktu itu. Walau sisi baiknya tidak bertahan lama, setidaknya ia tetap baik, bukan?

"Kakak juga gak tahu, kenapa Kakak bisa sama Haydan. Ya, Haydan memang resek orangnya, tapi sejauh yang Kakak kenal, dia mempunyai sisi baik yang nggak dimiliki oleh setiap orang. Mungkin, atas dasar itulah, Kakak tertarik dengan seorang Haydan," jawabku dengan sedikit bumbu pemanis agar Nika tidak mencurigai alasanku.

"Wah, aku terpukau," ujar Nika dengan mata yang berbinar, seolah ia baru saja mendengarkan sebuah pidato yang begitu mengagumkan.

Seketika aku teringat dengan kalimat Nika tadi. "By the way, Nika, tadi kamu bilang soal daerah teritorial Haydan. Maksudnya apa?" tanyaku dengan penuh rasa penasaran.

"Oh, itu ... yang aku maksud dengan daerah teritorial bang Haydan itu kamarnya, Kak. Bang Haydan tuh benar-benar gak suka kalau ada yang masuk ke kamarnya," jelas Nika yang membuatku menganggukkan kepala.

"Termasuk kamu?"

"Iya, Kak. Siapa pun, kecuali mama."

"Bahkan, Bibi juga gak boleh masuk buat beresin kamarnya?" tanyaku lagi.

Nika menggelengkan kepalanya. "Nggak boleh, Kak. Tapi, tanpa dibereskan pun, kamar bang Haydan emang udah rapi."

Aku ber oh ria mendengarkan jawaban dari Nika. Ternyata, sebegitu tidak sukanya Haydan bila kamarnya dimasuki orang, bahkan termasuk adiknya dan asisten rumah tangga yang bekerja di rumah ini.

"Bang Haydan walau resek gitu, dia cinta kebersihan dan kerapian. Nah, salah satu alasan kenapa dia ngelarang sembarang orang masuk ke kamarnya itu, ya, karena takut kamarnya diberantakin. Mungkin, dia trauma pernah izinin teman-teman segengnya masuk ke dalam kamar. Ujungnya, dia harus capek karena beresin kamar lagi," lanjut Nika yang membuatku diam-diam kagum pada Haydan.

Jarang sekali ada keturunan kaum Adam yang mencintai kebersihan. Karena, rata-rata dari mereka yang kuketahui adalah pembuat onar sekaligus kekotoran terhebat yang ada di muka bumi.

"Udah, ah, Kak. Berhenti ngomongin soal bang Haydan, nanti kalau ketahuan, bisa kegeeran setengah mati dianya," celetuk Nika. Aku hanya tertawa kecil.

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang