39. Lebih dari serius

87 14 0
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

Cinta? Apa aku tidak salah dengar bila kata sakral tersebut terucap dari bibir lelaki yang kini bersamaku?

Aku berusaha untuk bersikap biasa saja, namun rasa-rasanya aku gagal. Irama degupan jantungku masih sama kuatnya seperti saat Haydan mengungkapkan kalimatnya.

“Gue udah terlanjur cinta sama lo.”

“Jangan main-main soal cinta, Dan,” ujarku tertawa hambar.

“Lo pikir, gue tipe cowok yang suka mainin perasaan cewek?”

Aku tidak menjawabnya. Masih sibuk dengan isi pikiranku sendiri.

“Nay, tatap mata gue,” kata Haydan. Kedua tangan lelaki itu ia letakkan di atas bahuku, membuatku mau tak mau harus bertubrukan langsung dengan tatapannya. “Gue nggak main-main, Nay. Gue serius.”

Aku menatap dalam kedua bola mata Haydan, berusaha mencari setitik kebohongan. Sayangnya, yang kudapati ialah binar ketulusan.

“Ka-kamu serius?”

“Lebih dari serius, Nay,” katanya dengan penuh keyakinan. Seolah-olah, ia sudah mampu melenyapkan semua keraguan yang ada di hatinya.

“Sejak kapan?” lontarku.

“Maksud lo?”

“Sejak kapan kamu punya perasaan sama aku?”

Lelaki itu mendesah kecil. “Gue nggak tahu pastinya, Nay. Yang jelas, harus gue akui kalau gue terjebak sama alur kisah yang gue ciptain sendiri.”

Tak kuasa menatap mata lelaki itu lebih lama, aku memalingkan wajahku. Memilih menatap sekian banyak kendaraan beroda dua dan empat yang berlalu lalang dari jendela mobil.

“Gue tahu, rasanya sulit buat lo percaya sama perasaan gue. Bahkan, jangankan lo, Nay. Sampai sekarang aja, gue masih mencoba buat menyangkal rasa itu. Ya,  seperti yang lo ketahui, gue tipe orang yang malas berhubungan dengan cewek, karena cewek itu makhluk yang rumit, Nay,” ujarnya.

“Tapi, semakin gue berusaha buat menyangkal perasaan ini, semakin gue sadar kalau gue memang udah jatuh hati sama lo. Sama cewek yang pernah menjadi pacar pura-puraan gue.”

Kalimat Haydan membuatku terdiam cukup lama, sebelum sebuah pertanyaan terbesit di pikiranku. Aku kembali menatap kedua matanya.

“Kenapa bisa kamu jatuh cinta sama orang kayak aku?”

“Kenapa bahasa lo seolah-olah gue gak pantes buat suka sama lo?”

“Aku yang nggak pantas buat kamu, Dan.”

“Kenapa lo berpikiran kayak gitu? Karena masalah material? Atau karena apa?” tanya Haydan yang membuatku menghela napas.

“Nay, gue udah pernah bilang sama lo, kan? Gue nggak butuh cewek yang dengan spek bidadari. Yang gue butuhkan cuma cewek sederhana kayak lo. Yang nggak banyak tingkah. Yang nggak banyak gaya. As simple as that.”

“Tapi, Dan, aku—”

“Nay, berhenti merendahkan diri lo. You should know that, you're perfect just the way you're.”

Aku terdiam. Tidak berniat menyela lebih lanjut. Lebih tepatnya, saat ini, aku sedang tidak berniat untuk membahas masalah ini.

“Bahasnya lain kali aja lagi, ya. Badan aku nggak enak. Aku mau cepet sampai rumah,” kataku yang membuat Haydan menurunkan kedua tangannya dari bahuku.

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang