Happy Reading
🍀🍀🍀
"Om minta maaf sama kamu, Hafika. Selama ini, Om sudah jahat sama kamu dan keluarga kamu. Om benar-benar menyesal," ucap om Bala dengan rasa penyesalan.
Saat ini, aku berada di kantor polisi bersama dengan Haydan. Setelah mendapatkan kabar dari Marinka semalam, aku memutuskan untuk mengunjungi om Bala. Awalnya, aku ingin datang bersama Buna dan kakek. Sayangnya, hari ini ialah jadwal kontrol kesehatan kakek. Sejak hubungan kami kembali membaik, aku dan Buna memang sudah menjadwalkan kontrol kesehatan untuk kakek setiap dua pekan sekali. Jadi, mau tak mau, Buna harus menemani kakek untuk pergi ke rumah sakit.
Sudah lama rasanya aku tidak bertemu dengan om Bala dan kondisi om Bala benar-benar membuatku prihatin sekarang. Tubuhnya yang selama ini begitu proporsional bak binaragawan, kini terlihat sedikit lebih kurus. Kantong mata yang menebal juga membuat om Bala terlihat semakin kacau.
Sejak kedatanganku lima belas menit yang lalu sampai sekarang, om Bala masih terus meminta maaf kepadaku, seolah-olah rasa penyesalannya teramat besar dan tak akan pernah habis untuk disampaikan. Bahkan, om Bala sempat bersimpuh di depanku, membuatku benar-benar tidak enak hati.
Walau selama ini om Bala dan keluarga telah membuatku kehilangan kasih sayang dari kakek, tapi tetap saja, ia adalah salah seorang dari anggota keluarga besar yang harus kuhormati.
"Om jangan minta maaf terus-menerus seperti ini. Hafika udah maafin Om, kok. Om nggak perlu merasa bersalah," ucapku dengan tulus.
"Kamu beneran sudah memaafkan Om?"
Aku mengangguk tanpa keraguan, kemudian tersenyum kecil.
"Terima kasih banyak, Hafika. Terima kasih. Kamu benar-benar anak yang berhati mulia."
"Jangan muji Hafika kayak gitu, Om. Lagi pula, ini semua juga bukan sepenuhnya karena Hafika. Tapi, karena Om sendiri. Om udah mau menyadari dan mengakui apa yang udah Om perbuat," kataku.
Aku lantas menoleh kepada Haydan yang ada di sebelahku. Lelaki itu tersenyum penuh makna, seolah ada yang hendak ia sampaikan lewat lengkungan bibirnya itu.
"Hafika, boleh Om minta satu hal?" tanya om Bala yang membuatku memiringkan sedikit kepalaku.
"Apa itu, Om?"
"Sampaikan sama Meilisa dan Marinka, betapa Om sangat menyayangi mereka. Om kangen sama mereka."
Aku menatap om Bala penuh keheranan. "Memangnya, Marinka belum datang ke sini?"
"Bahkan, sejak dua hari dimana Om ditangkap, Marinka belum pernah ke sini untuk mengunjungi Om. Mungkin, Marinka merasa malu karena mempunyai papa seperti Om yang merupakan seorang penipu."
Aku menggelengkan kepalaku. "Nggak, Om. Marinka nggak mungkin malu punya papa kayak Om. Mungkin, Marinka cuma butuh waktu untuk menerima semua ini. Nanti, Hafika bakal coba untuk sampaikan pesan Om kepada Marinka."
"Sekali lagi, terima kasih, Hafika. Bahari benar-benar beruntung mempunyai putri cantik nan baik seperti kamu."
🍀🍀🍀
"Hafika?"
Wajah Marinka menyembul saat gadis itu membuka pintu utama rumahnya. Lebih tepatnya, rumah kakek.
Setelah malam dimana om Bala ditangkap oleh polisi, keesokan paginya, Marinka dan tante Meilisa datang dengan membawa sebuah koper besar ke rumah kakek. Marinka mengatakan bila rumahnya telah disita oleh pihak bank dan mereka terusir dari sana. Mereka tidak mempunyai cukup uang untuk menyewa sebuah kontrakan kecil sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wheel of Life [ Completed ✔ ]
RomancePertemuan Hafika dengan Haydan Acisclo membuat Hafika harus terjebak bersama lelaki itu. Hafika terpaksa menjadi pacar pura-puraan Haydan untuk membayar utangnya. Belum lagi, ia harus kembali berurusan dengan keluarga besarnya karena kehadiran Marin...