41. Salah tingkah

85 17 0
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

Sesaat setelah aku kembali, aku dibuat bingung dengan Buna dan Haydan yang mendadak diam. Padahal, sedari di luar, aku mendengar keduanya tengah berbincang dengan asyik.

“Anaknya udah dateng, tuh,” bisik Buna kepada Haydan yang semakin menambah kadar kebingunganku.

“Kenapa?” tanyaku dengan polos.

“Nggak pa-pa, Sayang,” jawab Buna dengan cepat.

Aku memicingkan mata, merasa ada yang tidak beres di sini. “Buna sama Haydan lagi ngomongin Hafika?”

“Geer banget, sih, kamu,” cibir Buna.

“Bukannya geer, Bun. Tapi, aneh aja. Habisnya, pas Hafika balik, kalian kayak mendadak berhenti ngomong. Kenapa? Ada apa?

“Nggak ada apa-apa, Sayang. Nak Haydan cuma minta maaf sama Buna untuk masalah yang kemarin. Udah, ah. Jangan banyak kegeeran kamu,” ucap Buna yang membuatku mendesah kesal.

Aku menatap Haydan yang tadi melangkah mundur untuk memberikanku ruang menghampiri brankar Buna.

Aku menyerahkan sebotol air mineral yang tadi kubeli kepada lelaki itu. Haydan tidak langsung menerima, ia menatapku sembari menaikkan sebelah alisnya.

“Buat kamu,” ujarku. “Pasti haus, kan, habis debat sama aku tadi,” lanjutku sedikit menyindir lelaki itu.

Thanks,” katanya menerima botol air mineral itu.

“Duh, anak Buna perhatian banget,” goda Buna yang membuatku memutar kedua bola mataku.

“Bukannya perhatian, Buna. Cuma, Hafika gak mau aja kalau nanti Haydan kehausan, dehidrasi, trus tiduran di brankar kayak Buna. Repotin,” balasku sarkastis.

“Gue nggak selemah itu kali, Nay,” protes Haydan yang sepertinya tidak terima. Tapi, aku hanya mengabaikan protesannya. Aku memilih duduk di sebuah kursi yang ada di sebelah brankar Buna.

“Takut repotin atau emang khawatir, nih, Anak Buna?” tanya Buna menggodaku lagi.

“Buna apaan, sih. Kok jadi suka goda Hafika kayak gini,” ujarku seraya mengerucutkan bibir.

“Nggak pa-pa. Pengin ngacau kamu aja. Iya, kan, Nak Haydan?” tanya Buna meminta persetujuan dari Haydan.

“Iya, Tante. Wajah Hafika lucu soalnya kalau lagi ngambek gitu,” timpal Haydan yang membuat pipiku seketika memanas.

Buna menoel pipiku dengan lembut. “Cie, ada yang merah, nih, pipinya. Udah kayak udang rebus. Jangan salah tingkah kayak gitu, Sayang. Malu sama Haydan,” ledek Buna yang membuatku sontak menutup wajahku dengan kedua tangan.

“BUNAA!”

🍀🍀🍀

Setelah dokter mengecek kembali kondisi Buna, akhirnya Buna diperbolehkan untuk pulang malam ini juga dengan catatan harus beristirahat dengan cukup di rumah. Dokter juga sudah mewanti-wantiku untuk selalu mengingatkan Buna agar tidak bekerja terlalu capek.

“Tuh, Buna dengar kan apa kata dokter? Buna harus istirahat yang cukup, jangan terlalu sibuk kerja aja. Nanti drop lagi, loh,” kataku kepada Buna sembari membantunya untuk turun dari brankar.

“Iya, Anak Buna yang cantik. Bawel banget, sih,” ucap Buna mencubit hidungku perlahan.

“Ih, Hafika nggak bawel, ya,” protesku.

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang