Happy Reading
🍀🍀🍀
Untuk kedua kalinya, aku kembali menginjakkan kakiku di rumah Haydan. Suasana tegang masih menyelimuti perasaanku, meski aku sudah pernah ke sini sebelumnya.
Lelaki itu menuntunku untuk masuk ke dalam rumahnya. Tangannya terulur untuk menggenggam jemariku dengan alasan, "Biar bokap gue percaya kalau kita pacaran."
Tentunya, ia mengatakan hal tersebut dengan berbisik-bisik. Jika tidak, maka akting kami selama ini akan bernilai sia-sia.
"Lo duduk dulu, biar gue panggilin bokap gue," ujar Haydan. Aku lantas duduk di sofa empuk di ruang tamu. Aku menggoyangkan kakiku secara perlahan guna menghilangkan kebosanan sembari menunggu papa Haydan.
"Jadi, ini yang mau kamu kenalkan ke Papa?"
Suara berat yang khas mendadak masuk ke telingaku. Aku sontak berdiri dan membungkukkan tubuhku dengan sopan lantas menyapa seseorang yang kini tengah bersama Haydan. "Siang, Om."
Orang yang kuyakini sebagai papa Haydan itu menganggukkan kepalanya. "Siang."
Aku mengikuti arah pandang papanya Haydan yang melihat penampilanku dari atas sampai bawah.
"Silakan duduk."
"Terima kasih, Om."
"Kamu siapanya Haydan?" tanya papa Haydan to the point, setelah ia mendaratkan tubuhnya di atas sofa.
"Saya pacarnya Haydan, Om," ucapku sedikit kaku. Entah aku yang memang belum terbiasa mengucapkan kata pacar atau wajah serius dari papa Haydan yang membuatku tegang dan terkesan kaku.
"Pacar?" Papa Haydan membeo lantas melihat ke arah Haydan yang duduk disampingku. "Sejak kapan kamu punya pacar?"
"Sejak dua bulan lalu, Pa," jawab Haydan. "Kan, sebelumnya, Haydan udah pernah cerita ke Papa. Haydan udah punya pacar. Papa aja yang gak percaya."
"Gimana Papa bisa percaya kalau kamu gak pernah bawa pacar kamu ke rumah?"
"Ya, kan, belum saatnya, Pa," ujar Haydan yang terlihat membela dirinya sendiri saat diserang dengan pertanyaan.
"Belum saatnya? Atau, kamu memang sengaja membawa pacar kamu ke rumah setelah Papa berniat menjodohkan kamu?"
Aku melihat Haydan terdiam. Tidak berniat menjawab lebih banyak. Wajah lelaki itu terlihat tengah menahan kesal.
"Siapa nama kamu?"
Aku yang sedari tadi melihat Haydan sedikit tersentak. Namun, secepat mungkin aku berusaha menetralkan keterkejutanku. "Nama saya Hafika Dinaya, Om. Biasa dipanggil Naya sama Haydan."
"Oh, Naya, ya ... saya Ardi. Papanya Haydan. Sebelumnya, sudah pernah ke sini?"
Aku menganggukkan kepalaku. "Sudah, Om. Waktu itu ke sini ketemu sama tante Lena dan Nika," jawabku.
"Oh, seperti itu ... kamu sedang apa sekarang? Kuliah? Atau, kerja?"
"Saya kuliah, om. Kebetulan, beberapa minggu yang lalu baru berhenti bekerja," kataku apa adanya.
"Kenapa berhenti?"
Aku baru saja hendak menjawab, namun suara Haydan sudah terlebih dahulu menyela. "Naya mau nyari suasana baru katanya, Pa. Makanya, dia berhenti kerja dulu. Iya, kan, Nay?" tanya Haydan mencari persetujuan.
Dengan menghilangkan segala keraguan, aku menganggukkan kepala. "Iya."
"Oh, begitu. Kuliah dimana? Satu kampus sama Haydan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wheel of Life [ Completed ✔ ]
RomancePertemuan Hafika dengan Haydan Acisclo membuat Hafika harus terjebak bersama lelaki itu. Hafika terpaksa menjadi pacar pura-puraan Haydan untuk membayar utangnya. Belum lagi, ia harus kembali berurusan dengan keluarga besarnya karena kehadiran Marin...