Happy Reading
🍀🍀🍀
Hari ini hari Minggu. Hari dimana segala urusan perkuliahan ditiadakan. Rasa lelah begitu menguasai diriku setelah semalaman bergadang untuk mengerjakan tugas kuliah. Hari ini, aku berniat untuk beristirahat sedikit lebih lama dibanding biasanya.
Namun, sayangnya, niatanku untuk kembali terpejam setelah bangun beberapa saat lalu terganggu. Ponselku bergetar dan menampilkan notifikasi panggilan suara dari Haydan. Dengan bermalas-malasan, aku mengangkat telepon dari lelaki itu.
“Halo, Haydan. Ada apa? Masih pagi ini, udah ganggu aja,” racauku yang masih dalam keadaan setengah sadar. Lagi pula, siapa suruh lelaki itu meneleponku pagi-pagi begini.
“Lo baru bangun?” tanyanya di seberang sana.
Aku menguap sejenak, sebelum kembali bertanya. “Iya. Kenapa?”
“Buruan siap-siap. Satu jam lagi gue jemput,” perintah Haydan yang membuat mataku seketika terbuka lebar.
“Eh, mau ngapain? Halo ... Haydan?” Aku menjauhkan ponselku dari telinga lantas berdecak. Lelaki itu sembarang mematikan sambungan panggilan sebelum aku mengiyakan perintahnya.
Ah, lagi pula, untuk apa lelaki itu mengajakku keluar hari Minggu begini? Tidakkah ia tahu bila ini weekend? Hari dimana setiap manusia produktif memanfaatkan sepanjang harinya untuk beristirahat di dalam kamar. Ditambah lagi, ini masih cukup pagi untuk melakukan aktivitas apa-apa.
Dengan langkah gontai, aku menuruni ranjang kecilku, berjalan mengambil handuk yang tergantung di gantungan khusus pakaian dan melangkah keluar kamar menuju kamar mandi.
“Loh, Sayang, katanya mau istirahat? Kok udah bangun aja?” tanya Buna yang sepertinya heran. Tadi pagi, saat Buna masuk ke kamarku, aku mengatakan bila aku ingin tidur sedikit lebih siang untuk mengisi kembali energi tubuhku yang terkuras pasca bergadang. Tetapi, sekarang, aku malah sudah bersiap untuk mandi dengan handuk yang ada di bahuku.
“Haydan ngajak keluar, Bun,” jawabku apa adanya.
“Oh, cie, kayaknya ada yang mau kencan, nih,” ejek Buna yang membuatku seketika dilanda kegeeran.
Apa jangan-jangan Haydan ingin mengajakku pergi berkencan? Ah, tapi, mana ada kencan yang dilangsungkan pada pagi-pagi begini. Lagi pula, mana mungkin lelaki itu mengajakku kencan. Hubungan kami kan sebatas hubungan settingan.
“Buna ada-ada aja, deh,” ujarku geleng-geleng kepala. “Udah, ah, Hafika mau mandi dulu.”
“Mandi yang lama, Sayang. Biar pas kencan, Haydan makin jatuh hati karena kamunya wangi,” ucap Buna yang semakin tidak masuk akal. Aku tidak meresponsnya, melainkan langsung melangkah masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
🍀🍀🍀
“Pagi, Tante.”
“Pagi juga, Nak Haydan. Wah, udah rapi aja, nih. Pasti bangunnya pagi, ya?”
Aku yang tengah mengeringkan rambutku dengan handuk mendengus kesal melihat interaksi antara Buna dan Haydan.
“Sayang, kamu masih lama? Ini kasihan Nak Haydanya nungguin kamu,” ujar Buna yang mengambil alih handuk dari tanganku untuk membantu mengeringkan rambut.
“Ya, habisnya, siapa suruh datengnya cepat,” ujarku menggerutu.
“Maaf, ya, Nak. Anak Buna yang satu ini siap-siapnya emang lama,” ujar Buna kepada Haydan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wheel of Life [ Completed ✔ ]
RomancePertemuan Hafika dengan Haydan Acisclo membuat Hafika harus terjebak bersama lelaki itu. Hafika terpaksa menjadi pacar pura-puraan Haydan untuk membayar utangnya. Belum lagi, ia harus kembali berurusan dengan keluarga besarnya karena kehadiran Marin...