38. Perasaan Haydan

88 15 0
                                    

Happy Reading

🍀🍀🍀

"Jadi, Kakak sama bang Haydan cuma pacaran pura-puraan?" tanya Nika sekali lagi untuk memastikan. Aku menganggukkan kepalaku.

Saat ini, kami tengah berada di kamar Nika. Seperti biasanya, gadis itu hanya mau berbicara denganku di kamarnya. Mungkin, agar perbincangan kami terkesan lebih privasi.

"Yah, kecewa berat, sih, Kak. Padahal, aku udah nge-ship kapalnya bang Haydan dan Kak Naya, loh," ujar Nika terdengar lesu.

"Kapal? Kapal apa?"

"Ih, Kakak nggak tahu? Kapal itu plesetan dari couple, Kak," terang Nika yang membuatku membulatkan mulutku.

Aku meraih gelas berisikan jus mangga yang tadi dibawakan oleh bi Asih dan menyeruputnya. Perlahan, rasa segar menyelimuti kerongkonganku.

"Kak Fika ... Kakak kenapa nggak beneran pacaran aja sama bang Haydan?"

Sontak, aku terbatuk karena mendengar pertanyaan itu.

"Eh, Kak Fika nggak pa-pa?" tanya Nika yang langsung kujawab dengan gelengan kepala.

"Maaf, Kak. Pertanyaan aku tadi terkesan nggak sopan, ya?"

Aku tersenyum kecil. "Nggak, kok, Nika. Santai aja."

Suasana seketika menjadi canggung. Aku tidak tahu harus mengalihkan kecanggungan ini ke topik mana lagi.

"Kak Fika ...," panggil Nika sesaat.

"Walaupun Kakak udah nggak jadi pacarnya bang Haydan, Kakak bakal tetap main ke sini, kan?" tanya Nika yang membuatku terdiam, tidak langsung menjawab.

Aku sendiri bingung. Apakah setelah ini aku akan bisa mendatangi rumah ini lagi? Bukankah dengan berakhirnya hubungan pura-puraku dan Haydan pertanda berakhir pula relasi di antara kami? Lagi pula, seperti sebelum-sebelumnya, kami hanyalah dua asing yang saling bersimbiosis.

"Kak, aku harap Kakak nggak ngerasa canggung untuk sekadar datang ke sini. Walaupun Kakak udah bukan pacar bang Haydan, aku tetap bakal anggap Kakak seperti kakak aku sendiri. Aku udah terlanjur cocok dan sayang sama Kakak," timpal Nika yang membuatku terharu. Ternyata, selain om Ardi dan tante Lena, Nika juga sebegitu sayangnya denganku.

"Kakak janji, Kakak bakal sering main ke sini lagi nantinya. Kali ini, bukan karena Haydan, tapi karena Kakak mau ketemu sama kamu," ucapku yang seketika menciptakan binar di kedua bola mata Nika.

"Aaa, makasih, Kak Fika. Nika sayang banget sama Kakak!" seru Nika yang langsung menyambar memelukku. Aku dengan senang hati membalas pelukan itu.

"Kakak juga sayang sama kamu, Nika."

Acara pelukan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya suara dehaman seseorang membuatku dan Nika saling mengurai pelukan kami.

"Udah cukup pelukannya?" tanya Haydan yang kini berada di ambang pintu.

Nika berdecak lantas melipat kedua tangannya sebatas dada. "Ganggu aja, deh, Bang," cibirnya.

Tetapi, sepertinya Haydan tidak mempedulikan itu. Lelaki itu mengedikkan kedua bahunya lalu berjalan ke arahku.

"Udah mau pulang belum?" tanyanya. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku, lalu menggeleng pelan.

"Bentar lagi, ya. Aku masih mau ngomong-ngomong sama Nika," ucapku.

"Pada asyik ngomongin apa emangnya?" tanya lelaki itu lagi.

"Ish, banyak tanya, deh, Bang. Udah pergi sana. Kak Fikanya itu mau ngomong sama aku, bukan sama Abang," kata Nika dengan wajah cemberutnya yang membuatku tertawa kecil. Gadis itu kini mendorong lengan Haydan perlahan seperti mengusir.

Wheel of Life [ Completed ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang