Happy Reading
🍀🍀🍀
Tepat jam sepuluh, mobil sedan berwarna silver bertandang di depan rumahku. Dapat kupastikan, itu adalah mobil suruhan dari Haydan. Aku segera mengunci pintu rumah dan berjalan menghampiri mobil tersebut. Sebelum membuka pintu, jendela mobil terbuka terlebih dahulu.
"Mbak Naya, ya?" tanya seorang lelaki dengan pakaian serba hitam, khas seperti orang yang hendak pergi melayat. Namun, dalam konteks kali ini, pakaian serba hitam dapat kuartikan bahwa pekerjaannya memang seorang sopir.
Aku menganggukkan kepala sebelum ia mempersilakanku untuk masuk ke dalam mobil. Dalam sekejap, mobil itu pun melesat, membawaku ke tempat yang mungkin akan menyediakan cerita baru di dalam hidupku.
Entahlah, apakah niatanku membantu Haydan ialah benar atau tidak. Sebab, rasa-rasanya, aku begitu jahat karena hendak menipu keluarga Haydan tentang hubungan kami.
Aku terus merenung, bahkan tanpa kusadari, mobil yang kutumpangi telah berhenti tepat di pekarangan luas sebuah rumah megah. Aku membuka pintu mobil dan untuk sesaat aku terpesona dengan rumah yang tidak lain merupakan kediaman Haydan dan sekeluarga.
"Mewah banget," gumamku. Di tengah-tengah acara terpesonaku, tiba-tiba saja terdengar suara yang menginterupsi.
"Belum pernah ngelihat rumah mewah, ya?"
Aku menoleh ke sebelah kiri, mendapati Haydan yang kini tampak cool dengan turtleneck abu yang dikenakan lelaki itu.
"Pernah, kok," jawabku yang tidak mau dipandang remeh. Lagi pula, rumah Opa juga dulunya mewah seperti ini. Ah, tidak. Rumah Haydan lebih mewah dari rumah yang pernah kutinggali itu.
Kulihat Haydan mengedikkan bahunya, lantas berjalan menuju pintu utama rumahnya. Aku yang sedikit linglung memilih untuk segera mengekori Haydan dari belakang.
"Hari ini, bokap gue gak ada di rumah. Lagi banyak kerjaan di kantor. Adik gue juga lagi latihan dance. Jadi, lo ketemu sama nyokap dulu aja," ujar Haydan dari depan. Jika saja, aku tidak segera menyadari bahwa hanya aku satu-satunya orang yang berada di belakang Haydan dan yang paling berpotensi untuk lelaki itu ajak bicara, maka aku tidak akan mendengarkannya. Melainkan, aku akan sibuk menilik seisi rumah Haydan.
"Lo tunggu di sini bentar, biar gue panggilin nyokap," ucap Haydan lalu dengan segera berlalu dari hadapanku.
Aku melihat beberapa sofa di ruang tamu yang ukurannya cukup besar ini. Namun, aku tidak tertarik untuk segera mengambil posisi duduk di sana. Aku melangkahkan kakiku menuju sebuah meja panjang dan melihat satu per satu figura foto yang ada di atas meja. Foto pertama kuyakini sebagai foto keluarga Haydan. Pasangan pria dan wanita yang dalam posisi duduk di foto tersebut adalah papa dan mama Haydan. Sedangkan, dua orang lainnya ialah Haydan dan adik perempuannya. Dalam sekali lihat, aku dapat menebak bahwa papa Haydan adalah seorang yang tegas dan mamanya ialah seorang yang lemah lembut.
"Nay." Panggilan itu membuatku sontak menoleh ke belakang. Aku mendapati Haydan yang kini bersama dengan seorang wanita yang persis di foto keluarga itu.
"Ma, ini Naya yang kemarin aku ceritakan sama Mama," ucap Haydan yang membuatku seketika mengernyit.
Cerita? Apa saja yang sudah diceritakan lelaki itu kepada mamanya?
"Nay, kenalin, ini nyokap gue."
Aku tersenyum sembari menyalami tangan mama Haydan. "Halo, Tante. Salam kenal. Saya temannya Haydan," ucapku.
"Halo Naya. Saya Magdalena. Panggil saja, Tante Lena. Ngomong-ngomong, mari duduk," ujar Tante Lena mempersilakanku.
Kulihat Tante Lena mencubit kecil lengan Haydan. "Kamu ini gimana, sih, Dan. Temen kamu kok gak disuruh duduk," bisik Tante Lena kepada Haydan yang masih cukup jelas di telingaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wheel of Life [ Completed ✔ ]
RomancePertemuan Hafika dengan Haydan Acisclo membuat Hafika harus terjebak bersama lelaki itu. Hafika terpaksa menjadi pacar pura-puraan Haydan untuk membayar utangnya. Belum lagi, ia harus kembali berurusan dengan keluarga besarnya karena kehadiran Marin...